GENDER KETIGA DAN TRANSPHOBIA SEBUAH DUNIA BARU

Gefarina Djohan
{"title":"GENDER KETIGA DAN TRANSPHOBIA SEBUAH DUNIA BARU","authors":"Gefarina Djohan","doi":"10.15408/HARKAT.V15I1.10430","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Judul diatas menjadi tidak umum manakala kita diperhadapkan pada istilah gender yang masih membutuhkan penjelasan panjang di tengah-tengah masyarakat. Ketika seorang kepala daerah dalam pidatonya menyebutkan pada sekelompok perempuan dengan sebutan yang manis “wahai para gender”, lantas semua orang mengasumsikan bahwa gender itu adalah perempuan. Benarkah gender itu berarti perempuan? Ternyata jawaban berdasarkan kajian ilmiah, gender tidak bisa diasumsikan sebagai perempuan melainkan gender adalah konsep yang merujuk pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, dapat berubah-ubah  dengan berlalunya waktu,  sangat bervariasi di dalam dan antara budaya. Berbeda dengan kodrat dalam kaitannya dengan penciptaan, maka mahluk di dunia ini terdiri atas perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai ovum, menstruation, melahirkan dan menyusui, sedangkan laki-laki mempunyai  sperma dan penis. Cara pandang yang berlandaskan pada kultur, nilai dan norma-norma tertentu melahirkan kontruksi sosial yang kemudian menempatkan bahwa perempuan itu lemah, feminim, reproduksi, berperan di domestik dan pencari nafkah tambahan, sedangkan laki-laki kuat, maskulin, bekerja di ruangan publik dan pencari nafkah utama. Meskipun pandangan ini tidak semuanya bisa diterima, tetapi masyarakat seolah-olah meyakini sebagai sebuah kebenaran. Konstruksi sosial inilah yang kemudian memunculkan situasi ketidak adilan gender diantaranya perempuan subordinasi laki-laki, pelebelan, doble burden, marginalisasi, kekerasan dan kemiskinan. Jika dikemudian hari muncul fenomena tuntutan untuk “gender ke tiga” adalah situasi yang berbeda. Gender ke tiga dimaksud adalah gejala transseksualisme ataupun  transgender yaitu merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidak puasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Pada hakikatnya hal ini adalah  masalah kebingungan jenis kelamin. Konon kaum transgender ini seringkali mengalami segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, namun muncul pula pertanyaan besar  apakah dengan melegalisasikan gender ketiga menjadi solusi terbaik? Rasa ketidaksukaan terhadap eksistensi transgender (Transphobia) kemudian menjadi fenomena umum yang terus bergulir seiring dengan perjalanan waktu dan derasnya arus globalisasi, sehingga masalah yang muncul menembus batas wilayah di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-01-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/HARKAT.V15I1.10430","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

Judul diatas menjadi tidak umum manakala kita diperhadapkan pada istilah gender yang masih membutuhkan penjelasan panjang di tengah-tengah masyarakat. Ketika seorang kepala daerah dalam pidatonya menyebutkan pada sekelompok perempuan dengan sebutan yang manis “wahai para gender”, lantas semua orang mengasumsikan bahwa gender itu adalah perempuan. Benarkah gender itu berarti perempuan? Ternyata jawaban berdasarkan kajian ilmiah, gender tidak bisa diasumsikan sebagai perempuan melainkan gender adalah konsep yang merujuk pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, dapat berubah-ubah  dengan berlalunya waktu,  sangat bervariasi di dalam dan antara budaya. Berbeda dengan kodrat dalam kaitannya dengan penciptaan, maka mahluk di dunia ini terdiri atas perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai ovum, menstruation, melahirkan dan menyusui, sedangkan laki-laki mempunyai  sperma dan penis. Cara pandang yang berlandaskan pada kultur, nilai dan norma-norma tertentu melahirkan kontruksi sosial yang kemudian menempatkan bahwa perempuan itu lemah, feminim, reproduksi, berperan di domestik dan pencari nafkah tambahan, sedangkan laki-laki kuat, maskulin, bekerja di ruangan publik dan pencari nafkah utama. Meskipun pandangan ini tidak semuanya bisa diterima, tetapi masyarakat seolah-olah meyakini sebagai sebuah kebenaran. Konstruksi sosial inilah yang kemudian memunculkan situasi ketidak adilan gender diantaranya perempuan subordinasi laki-laki, pelebelan, doble burden, marginalisasi, kekerasan dan kemiskinan. Jika dikemudian hari muncul fenomena tuntutan untuk “gender ke tiga” adalah situasi yang berbeda. Gender ke tiga dimaksud adalah gejala transseksualisme ataupun  transgender yaitu merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidak puasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Pada hakikatnya hal ini adalah  masalah kebingungan jenis kelamin. Konon kaum transgender ini seringkali mengalami segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, namun muncul pula pertanyaan besar  apakah dengan melegalisasikan gender ketiga menjadi solusi terbaik? Rasa ketidaksukaan terhadap eksistensi transgender (Transphobia) kemudian menjadi fenomena umum yang terus bergulir seiring dengan perjalanan waktu dan derasnya arus globalisasi, sehingga masalah yang muncul menembus batas wilayah di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
当我们面对社会中仍然需要长期解释的性别术语时,这些标题就变得不常见了。当一位地区领导人在他的演讲中对一群被亲切地称为“性别啊”的女性讲话时,所有人都认为这只性别是女性。这真的意味着女性吗?事实证明,根据科学研究,性别不能被认为是女性,但性别是一种概念,指的是社会建制的男性和女性之间的差异,可以随着时间的推移而变化,文化内部和文化之间的差异。与自然有关的创造不同,这个世界上的生物是由女性和男性组成的。女性有卵子、月经、分娩和哺乳,而男性有精子和阴茎。一种以文化为基础的观点,某些价值观和规范产生了社会结构,从而使女性变得软弱、女性化、生殖,在国内和其他经济支持中发挥作用,而强壮、男性化、在公共场所工作和主要养家糊口的男性则占主导地位。虽然这种观点并不完全可以接受,但社会实际上相信真理。正是这种社会建构将性别不平等的情况从男性、利伯曼、杜布尔伯登、边缘化、暴力和贫困等性别不平等联系起来。如果在未来,对“第三性别”的需求现象出现在另一种情况下。第三种性别是变性或变性的症状,指的是一种对身体和性与精神不相容或对其生殖器不满意的不满。这实际上是一个性别混淆的问题。据称,变性人经常经历各种形式的暴力和歧视,但更大的问题是,将第三种性别合法化是否是最好的解决方案?对变性人存在的厌恶随后成为一种常见现象,随着时间的流逝和全球化潮流的迅速发展,问题已经渗透到地方、国家、国际和地区的边界。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信