{"title":"Kearifan Budaya Lokal Dalam Naskah-Naskah Kuno di Uluan","authors":"Ottoman Ottoman, Endang Rochmiatun","doi":"10.37108/tabuah.v24i1.256","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Aksara ulu atau kaganga menjadi kekayaan budaya masyarakat tepian sungai di Sumatera bagian Selatan.Diperkirakan, aksara itu tumbuh sejak abad ke-12 Masehi dan berkembang pesat pada abad ke-17-19 Masehi. Naskah ulu banyak digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, ilmu kedokteran, petuah, dan kearifan lokal lain. Keberadaan aksara ulu tersebut menunjukkan, budaya tepian sungai memiliki tradisi intelektualisme cukup tinggi.Disebut aksara ulu karena banyak berkembang dalam masyarakat yang tinggal di hulu sungai di pedalaman.Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa naskah Gelumpai merupakan peninggalan masa lalu di wilayah uluan dan ada yang diproduksi sekitar abad ke-16 hingga 17 M. Naskah Gelumpai menunjukkan dinamika sosial, politik dan agama masyarakat di wilayah Uluan Palembang. Dalam struktur kekuasaan serta kawasan wilayah masyarakatnya, di Palembang terbagi menjadi dua yakni masyarakat iliran dan masyarakat uluan. Salah satu naskah gelumpai dalam kajian ini adalah naskah yang terdiri dari 14 bilah-bilah bambu.Naskah ini dibuat sekitar abad ke-16-17 Masehi.yang diproduksi oleh kalangan ulama Kesultanan Palembang Darussalam. Aksara hulu yang digunakan atau ka-ga-nga merupakan perpaduan dari bahasa local dan bahasa Jawa.Isi dari naskah ini menceritakan tentang profil, karakter dan nilai-nilai sosial, serta ajakan dalam merujuk Islam sebagai syariat kehidupan. Berdasarkan data yang dihimpun peneliti, bahwa naskah ini sebagai media dalam penyebaran agama Islam di wilayah huluan palembang. Selain itu, sebagai naskah yang diterbitkan oleh Kesultanan, ini menunjukkan bahwa agama Islam sebagai pengikat masyarakat huluan terhadap eksistensi Kesultanan Palembang Darussalam. Naskah “gelumpai” lainnya yakni naskah yang terdiri dari 8 bilah bambu. Naskah ini berasal dari sub Etnis Melayu yang menempati kawasan Musi Rawas saat ini. Teks dalam naskah tersebut menggunakan aksara ulu, serta tidak mempunyai judul.Namun demikian jika dilihat dari isi teksnya, naskah berisikan tentang ajaran-ajaran dalam Agama Hindu. Naskah lainnya merupakan naskah yang teksnya ditulis dengan aksara ulu sebanyak 23 bilah atau 23 keping bambu.Nomor urut keping 1 sampai dengan 23 dalam awal kalimat menggunakan tanda *.Jika dilihat dari isinya naskah ini merupakan amalan serta ajaran-ajaran dari Agama Hindu.","PeriodicalId":358180,"journal":{"name":"Majalah Ilmiah Tabuah: Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Majalah Ilmiah Tabuah: Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.37108/tabuah.v24i1.256","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Aksara ulu atau kaganga menjadi kekayaan budaya masyarakat tepian sungai di Sumatera bagian Selatan.Diperkirakan, aksara itu tumbuh sejak abad ke-12 Masehi dan berkembang pesat pada abad ke-17-19 Masehi. Naskah ulu banyak digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, ilmu kedokteran, petuah, dan kearifan lokal lain. Keberadaan aksara ulu tersebut menunjukkan, budaya tepian sungai memiliki tradisi intelektualisme cukup tinggi.Disebut aksara ulu karena banyak berkembang dalam masyarakat yang tinggal di hulu sungai di pedalaman.Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa naskah Gelumpai merupakan peninggalan masa lalu di wilayah uluan dan ada yang diproduksi sekitar abad ke-16 hingga 17 M. Naskah Gelumpai menunjukkan dinamika sosial, politik dan agama masyarakat di wilayah Uluan Palembang. Dalam struktur kekuasaan serta kawasan wilayah masyarakatnya, di Palembang terbagi menjadi dua yakni masyarakat iliran dan masyarakat uluan. Salah satu naskah gelumpai dalam kajian ini adalah naskah yang terdiri dari 14 bilah-bilah bambu.Naskah ini dibuat sekitar abad ke-16-17 Masehi.yang diproduksi oleh kalangan ulama Kesultanan Palembang Darussalam. Aksara hulu yang digunakan atau ka-ga-nga merupakan perpaduan dari bahasa local dan bahasa Jawa.Isi dari naskah ini menceritakan tentang profil, karakter dan nilai-nilai sosial, serta ajakan dalam merujuk Islam sebagai syariat kehidupan. Berdasarkan data yang dihimpun peneliti, bahwa naskah ini sebagai media dalam penyebaran agama Islam di wilayah huluan palembang. Selain itu, sebagai naskah yang diterbitkan oleh Kesultanan, ini menunjukkan bahwa agama Islam sebagai pengikat masyarakat huluan terhadap eksistensi Kesultanan Palembang Darussalam. Naskah “gelumpai” lainnya yakni naskah yang terdiri dari 8 bilah bambu. Naskah ini berasal dari sub Etnis Melayu yang menempati kawasan Musi Rawas saat ini. Teks dalam naskah tersebut menggunakan aksara ulu, serta tidak mempunyai judul.Namun demikian jika dilihat dari isi teksnya, naskah berisikan tentang ajaran-ajaran dalam Agama Hindu. Naskah lainnya merupakan naskah yang teksnya ditulis dengan aksara ulu sebanyak 23 bilah atau 23 keping bambu.Nomor urut keping 1 sampai dengan 23 dalam awal kalimat menggunakan tanda *.Jika dilihat dari isinya naskah ini merupakan amalan serta ajaran-ajaran dari Agama Hindu.