{"title":"Analisis Problematika Penerapan Zona Integritas di Balai Diklat Keagamaan Aceh, Bandung, Makassar Dan Papua","authors":"Emma Himayaturohmah","doi":"10.56971/jwi.v4i2.37","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Secara faktual, Zona Integritas telah dicanangkan untuk seluruh instansi yang ada di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia. Maksud dari penerapan Zona Integritas ini adalah menciptakan wilayah bebas korupsi dan bersih melayani. Pada praktiknya, ditemui sejumlah kendala yang menghambat proses pembangunan Zona Integritas ini. \nPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang relatif lengkap tentang berbagai problematika yang dihadapi oleh Balai Diklat Kegamaan dalam mengimplementasikan pembangunan Zona Integritas di lingkungan mereka. Pada saat yang sama, penelitian ini juga dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi problematika dalam penerapan Zona Integritas di lingkungan kerja mereka. \nPenelitian ini dilakukan di empat Balai Diklat Keagamaan yang ada di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia. Yaitu, Balai Diklat Kegamaan Aceh, Balai Diklat Kegamaan Bandung, Balai Diklat Kegamaan Makassar, dan Balai Diklat Kegamaan Papua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan multikasus. Karena merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi multikasus, maka penelitian ini tidak bermaksud untuk melakukan generalisasi sebagaimana penelitian kuantitatif. Melalui metode ini terungkap berbagai problem yang menghambat terlaksananya pembangunan Zona Integritas. \nHasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Zona Integritas di lingkungan Balai Diklat Keagamaan menemui berbagai kendala, yaitu: (1) Sosialiasasi yang tidak tuntas yang berimplikasi pada kurangnya wawasan dan pemahaman tentang apa, mengapa, bagaimana dan dengan cara apa Zona Integritas diimplmentasikan di lingkungan unit kerja mereka; (2) Tidak ada evaluasi berkala yang dapat mengindentifikasi secara dini berbagai potensi persoalan sekaligus identifikasi potensi yang dapat didayagunakan untuk mengoptimalkan pelaksanaan Zona Integritas; (3) Minimnya infrastruktur pendukung yang membuat pelaksanaan pembangunan Zona Integritas tidak bisa berjalan secara optimal; (4) Komitmen organisasi terhadap penerapan Zona Integritas yang relatif masih rendah. (5) Kepemimpinan puncak yang belum muncul secara kuat menjadi role model atas penerapan prinsip-prinsp dasar tegaknya integritas institusi. \nRekomendasi yang ditawarkan oleh penelitian ini adalah: (1) Perlu dibentuk semacam “Mahkamah Integritas” di setiap Balai Diklat Keagamaan; (2) Perlu dikembangkan infrastruktur literasi integrasi melalui cyber literacy; (3) Menjadikan litasi integrasi sebagai mata diklat tersendiri; (4) Perlu mengambil satu intansi sebagai benchmark di luar Kementerian Agama yang telah ditetapkan sebagai WBK dan WBBM oleh Kementerian PAN RB.","PeriodicalId":284440,"journal":{"name":"Jurnal Kewidyaiswaraan","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Kewidyaiswaraan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.56971/jwi.v4i2.37","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Secara faktual, Zona Integritas telah dicanangkan untuk seluruh instansi yang ada di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia. Maksud dari penerapan Zona Integritas ini adalah menciptakan wilayah bebas korupsi dan bersih melayani. Pada praktiknya, ditemui sejumlah kendala yang menghambat proses pembangunan Zona Integritas ini.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang relatif lengkap tentang berbagai problematika yang dihadapi oleh Balai Diklat Kegamaan dalam mengimplementasikan pembangunan Zona Integritas di lingkungan mereka. Pada saat yang sama, penelitian ini juga dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi problematika dalam penerapan Zona Integritas di lingkungan kerja mereka.
Penelitian ini dilakukan di empat Balai Diklat Keagamaan yang ada di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia. Yaitu, Balai Diklat Kegamaan Aceh, Balai Diklat Kegamaan Bandung, Balai Diklat Kegamaan Makassar, dan Balai Diklat Kegamaan Papua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan multikasus. Karena merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi multikasus, maka penelitian ini tidak bermaksud untuk melakukan generalisasi sebagaimana penelitian kuantitatif. Melalui metode ini terungkap berbagai problem yang menghambat terlaksananya pembangunan Zona Integritas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Zona Integritas di lingkungan Balai Diklat Keagamaan menemui berbagai kendala, yaitu: (1) Sosialiasasi yang tidak tuntas yang berimplikasi pada kurangnya wawasan dan pemahaman tentang apa, mengapa, bagaimana dan dengan cara apa Zona Integritas diimplmentasikan di lingkungan unit kerja mereka; (2) Tidak ada evaluasi berkala yang dapat mengindentifikasi secara dini berbagai potensi persoalan sekaligus identifikasi potensi yang dapat didayagunakan untuk mengoptimalkan pelaksanaan Zona Integritas; (3) Minimnya infrastruktur pendukung yang membuat pelaksanaan pembangunan Zona Integritas tidak bisa berjalan secara optimal; (4) Komitmen organisasi terhadap penerapan Zona Integritas yang relatif masih rendah. (5) Kepemimpinan puncak yang belum muncul secara kuat menjadi role model atas penerapan prinsip-prinsp dasar tegaknya integritas institusi.
Rekomendasi yang ditawarkan oleh penelitian ini adalah: (1) Perlu dibentuk semacam “Mahkamah Integritas” di setiap Balai Diklat Keagamaan; (2) Perlu dikembangkan infrastruktur literasi integrasi melalui cyber literacy; (3) Menjadikan litasi integrasi sebagai mata diklat tersendiri; (4) Perlu mengambil satu intansi sebagai benchmark di luar Kementerian Agama yang telah ditetapkan sebagai WBK dan WBBM oleh Kementerian PAN RB.