{"title":"Akad Salam dan Wakalah Dalam Jual Beli Dropshipping Menurut Kaidah Fikih Ekonomi","authors":"Dian Ikha Pramayanti, Fauzan Januri","doi":"10.37274/rais.v7i1.681","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kegiatan ekonomi saat ini sudah mulai berkembang dan bertransformasi ke digitalisasi. Sehingga perlu sinkronisasi antar syariat Islam yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Apakah hukum dalam Al-Qur’an dan hadis masih relevan dengan kegiatan muamalah saat ini yang serba digital karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan hajat manusia di muka bumi.Dari beberapa review literatur secara qawaid fhiqiyah, bahwa jual beli dengan sistem dropshipping memiliki kesamaan dengan jual beli yang menggunakan akad salam (akad salam paralel) dan akad wakalah. Ke dua akad tersebut saling berkaitan dalam jual beli dengan sistem dropshipping. Dan jual beli dengan sistem dropshipping ini diperbolehkan dalam agama Islam. Yaitu pada akad salam yang mana terjadi dalam perkara kepemilikan dan keberadaan barang yang akan dijual. Dalam sistem dropshipping, penjual (dropshipper) tidak memilik dan tidak ada barang (keberadaan barang) di sisinya. Saat akad wakalah juga ada “celah” tidak sesuai syariah. Bahwa syarat wakalah adalah harga atau keuntungan penjualan adalah dalam tanggungan supplier (muwakkil). Namun, pada praktiknya dropshipper bisa menentukan harga dan pengambilan keuntungan tanpa ada kesepakatan di awal dengan supplier. \nCurrently, economic activity has begun to develop and transform into digitalization. So it is necessary to synchronize between Islamic law in the Al-Qur'an and Hadith. Are the laws in the Qur'an and hadith still relevant to today's all-digital muamalah activities because they are very much needed to meet the needs and desires of humans on earth.From several qawaid fhiqiyah literature reviews, that buying and selling with a dropshipping system has similarities to buying and selling using a salam contract (parallel salam contract) and a wakalah contract. The two contracts are interrelated in buying and selling with a dropshipping system. And buying and selling with the dropshipping system is permissible in Islam. Namely in the salam contract which occurs in cases of ownership and existence of the goods to be sold. In the dropshipping system, the seller (dropshipper) does not own and there are no goods (existence of goods) on his side. When the wakalah contract also has \"loopholes\" that are not in accordance with sharia. Whereas the wakalah requirement is that the price or sales profit is in the hands of the supplier (muwakkil). However, in practice, dropshippers can determine prices and take profits without prior agreement with suppliers.","PeriodicalId":256744,"journal":{"name":"Rayah Al-Islam","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Rayah Al-Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.37274/rais.v7i1.681","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Kegiatan ekonomi saat ini sudah mulai berkembang dan bertransformasi ke digitalisasi. Sehingga perlu sinkronisasi antar syariat Islam yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Apakah hukum dalam Al-Qur’an dan hadis masih relevan dengan kegiatan muamalah saat ini yang serba digital karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan hajat manusia di muka bumi.Dari beberapa review literatur secara qawaid fhiqiyah, bahwa jual beli dengan sistem dropshipping memiliki kesamaan dengan jual beli yang menggunakan akad salam (akad salam paralel) dan akad wakalah. Ke dua akad tersebut saling berkaitan dalam jual beli dengan sistem dropshipping. Dan jual beli dengan sistem dropshipping ini diperbolehkan dalam agama Islam. Yaitu pada akad salam yang mana terjadi dalam perkara kepemilikan dan keberadaan barang yang akan dijual. Dalam sistem dropshipping, penjual (dropshipper) tidak memilik dan tidak ada barang (keberadaan barang) di sisinya. Saat akad wakalah juga ada “celah” tidak sesuai syariah. Bahwa syarat wakalah adalah harga atau keuntungan penjualan adalah dalam tanggungan supplier (muwakkil). Namun, pada praktiknya dropshipper bisa menentukan harga dan pengambilan keuntungan tanpa ada kesepakatan di awal dengan supplier.
Currently, economic activity has begun to develop and transform into digitalization. So it is necessary to synchronize between Islamic law in the Al-Qur'an and Hadith. Are the laws in the Qur'an and hadith still relevant to today's all-digital muamalah activities because they are very much needed to meet the needs and desires of humans on earth.From several qawaid fhiqiyah literature reviews, that buying and selling with a dropshipping system has similarities to buying and selling using a salam contract (parallel salam contract) and a wakalah contract. The two contracts are interrelated in buying and selling with a dropshipping system. And buying and selling with the dropshipping system is permissible in Islam. Namely in the salam contract which occurs in cases of ownership and existence of the goods to be sold. In the dropshipping system, the seller (dropshipper) does not own and there are no goods (existence of goods) on his side. When the wakalah contract also has "loopholes" that are not in accordance with sharia. Whereas the wakalah requirement is that the price or sales profit is in the hands of the supplier (muwakkil). However, in practice, dropshippers can determine prices and take profits without prior agreement with suppliers.