{"title":"Pola Hidup Nelayan Migran di Pelabuhan Pantai Sadeng Kecamatan Girisubo Kabupaten Gunung Kidul DIY","authors":"Af’idatul Lathifah, Lydia Christianti","doi":"10.21776/ub.sbn.2018.002.01.01","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstrak Sektor perikanan adalah salah satu sektor ekonomi yang saat ini sedang gencar diitngkatkan performanya oleh pemerintah Negara Indonesia. Salah satu pelabuhan ikan yang ada adalah Pelabuhan Pantai Sadeng di Kecamatan Girisubo Kabupaten Gunung Kidul. Sebagai pelabuhan buatan, Pantai Sadeng tidak memiliki sumber daya manusia yang berprofesi sebagai nelayan, sehingga muncullah nelayan-nelayan migran yang didatangkan dari provinsi-provinsi lain di Indonesia. Kehidupan nelayan migran yang merupakan pendatang di Gunung Kidul memiliki pola yang berbeda dengan nelayan lokal. Profesi nelayan adalah profesi utama, sehingga para nelayan migran lebih memilih menggunakan kapal besar dan berlayar hingga berhari-hari. Agenda pulang kampung dilaksanakan rata-rata setahun dua kali ketika musim laut sedang tidak baik. Pemukiman nelayan migran juga merupakan pemukiman tidak tetap, mereka hanya menyewa dari pemerintah daerah. Selain itu, muncul pula kebudayaan sedekah laut yang sebelumnya tidak memiliki akar budaya dari warga lokal, sehingga pelaksanaan sedekah laut pun bervariasi dari waktu ke waktu. Abstract The fishery sector is one of the economic sectors that is currently being intensively perceived by the government of Indonesia. One of the existing fish port is the Port of Sadeng Beach in Girisubo District Gunung Kidul Regency. As an artificial harbor, Sadeng Beach does not have human resources as a fisherman, so emerging migrant fishermen are imported from other provinces in Indonesia. The life of migrant fishermen who are migrants in Gunung Kidul have different patterns with local fishermen. Fisherman profession is the main profession, so the migrant fishermen prefer to use large boats and sail for days. The agenda for returning home is done on average twice a year when the seasons are not good. Migrant fishermen settlements are also non-permanent settlements, they only rent from local government. In addition, there is also a culture of sea alms that previously did not have cultural roots from local residents, so that the implementation of sea alms also varied from time to time.","PeriodicalId":347377,"journal":{"name":"Studi Budaya Nusantara","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Studi Budaya Nusantara","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21776/ub.sbn.2018.002.01.01","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Abstrak Sektor perikanan adalah salah satu sektor ekonomi yang saat ini sedang gencar diitngkatkan performanya oleh pemerintah Negara Indonesia. Salah satu pelabuhan ikan yang ada adalah Pelabuhan Pantai Sadeng di Kecamatan Girisubo Kabupaten Gunung Kidul. Sebagai pelabuhan buatan, Pantai Sadeng tidak memiliki sumber daya manusia yang berprofesi sebagai nelayan, sehingga muncullah nelayan-nelayan migran yang didatangkan dari provinsi-provinsi lain di Indonesia. Kehidupan nelayan migran yang merupakan pendatang di Gunung Kidul memiliki pola yang berbeda dengan nelayan lokal. Profesi nelayan adalah profesi utama, sehingga para nelayan migran lebih memilih menggunakan kapal besar dan berlayar hingga berhari-hari. Agenda pulang kampung dilaksanakan rata-rata setahun dua kali ketika musim laut sedang tidak baik. Pemukiman nelayan migran juga merupakan pemukiman tidak tetap, mereka hanya menyewa dari pemerintah daerah. Selain itu, muncul pula kebudayaan sedekah laut yang sebelumnya tidak memiliki akar budaya dari warga lokal, sehingga pelaksanaan sedekah laut pun bervariasi dari waktu ke waktu. Abstract The fishery sector is one of the economic sectors that is currently being intensively perceived by the government of Indonesia. One of the existing fish port is the Port of Sadeng Beach in Girisubo District Gunung Kidul Regency. As an artificial harbor, Sadeng Beach does not have human resources as a fisherman, so emerging migrant fishermen are imported from other provinces in Indonesia. The life of migrant fishermen who are migrants in Gunung Kidul have different patterns with local fishermen. Fisherman profession is the main profession, so the migrant fishermen prefer to use large boats and sail for days. The agenda for returning home is done on average twice a year when the seasons are not good. Migrant fishermen settlements are also non-permanent settlements, they only rent from local government. In addition, there is also a culture of sea alms that previously did not have cultural roots from local residents, so that the implementation of sea alms also varied from time to time.
渔业的抽象部门是目前印尼政府正在加强表现的经济部门之一。那里的一个渔港是吉里索山区基杜区萨登海滩。萨登海岸是一个人工港口,没有以捕鱼为职业的人力资源,因此有许多从印尼其他省份引进的移民渔民。移民渔民在基尔山的生活方式与当地渔民不同。渔民的职业是主要职业,因此移民渔民更喜欢乘坐大型船只,在海上航行数天。返乡计划在海上季节恶劣的情况下,平均每年执行两次。移民渔民定居点也是一个临时定居点,他们只从当地政府那里租借。此外,也出现了一种以前没有当地居民根基的海洋慈善文化,因此海洋慈善行为因时间而有所不同。难民区是印度尼西亚政府目前对其进行严格控制的经济部门之一。唯一的existing fish port是Girisubo山区吉杜摄政区的Sadeng海滩。美国一个人造港,萨登海滩没有人力资源,所以移民移民是从印尼其他省份进口的。移民移民的生活与当地渔民的生活不同。职业是主要的职业,所以移民会优先使用大型船只并驾驶几天。当季节不好的时候,返乡计划已经在平均上完成了一年两次。移民解决方案是非永久的解决方案,他们只雇用当地政府。此外,也有一种海洋alms的文化,其早期没有从当地驻地获得文化依据,所以海洋alms的实施也会随着时间的推移而变化。