Polemik Legalitas Pemecatan Hakim Konstitusi oleh Lembaga Pengusul: Tinjauan Kasus Pemecatan Hakim Aswanto dan Implikasinya Terhadap Kemandirian Kekuasaan Kehakiman

Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, Tanaya
{"title":"Polemik Legalitas Pemecatan Hakim Konstitusi oleh Lembaga Pengusul: Tinjauan Kasus Pemecatan Hakim Aswanto dan Implikasinya Terhadap Kemandirian Kekuasaan Kehakiman","authors":"Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, Tanaya","doi":"10.58812/jhhws.v2i04.291","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Sistem pemerintahan Indonesia terdiri dari tiga lembaga utama yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tiap lembaga memiliki fungsi dan kewenangannya masing-masing agar kekuasaan tidak disalahgunakan. Prinsip negara hukum juga memerlukan adanya pengadilan yang independen dan tidak memihak, termasuk kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan bebas dari intervensi dan pengaruh kekuasaan lain. Proses pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi (“MK”) dari ketiga cabang kekuasaan, yaitu DPR (legislatif), Presiden (eksekutif), dan Mahkamah Agung (yudikatif) bertujuan untuk memastikan integritas, independensi, dan kontrol yang tepat. Secara normatif, baik DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung tidak memiliki kewenangan untuk memecat Hakim MK yang telah diusulkan secara sepihak. Namun, pada 29 September 2022, DPR mencopot Hakim Aswanto dari MK dengan pertimbangan yang tidak dibenarkan konstitusi. Hal ini dapat merusak independensi peradilan dan tidak mencerminkan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis polemik legalitas pemecatan Hakim Aswanto dan implikasinya terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang mengacu pada bahan kepustakaan (library research) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencopotan Aswanto tidak sesuai dengan pasal 23 ayat (4) UU MK dan pemerintah harus memastikan bahwa segala keputusan MK didasarkan pada hukum dan konstitusi, bukan kepentingan politik atau kekuasaan. Sebagai \"guardian of constitution\", MK merupakan roh dari negara hukum dan eksistensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman menjadi sangat penting.","PeriodicalId":267191,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i04.291","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2

Abstract

Sistem pemerintahan Indonesia terdiri dari tiga lembaga utama yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tiap lembaga memiliki fungsi dan kewenangannya masing-masing agar kekuasaan tidak disalahgunakan. Prinsip negara hukum juga memerlukan adanya pengadilan yang independen dan tidak memihak, termasuk kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan bebas dari intervensi dan pengaruh kekuasaan lain. Proses pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi (“MK”) dari ketiga cabang kekuasaan, yaitu DPR (legislatif), Presiden (eksekutif), dan Mahkamah Agung (yudikatif) bertujuan untuk memastikan integritas, independensi, dan kontrol yang tepat. Secara normatif, baik DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung tidak memiliki kewenangan untuk memecat Hakim MK yang telah diusulkan secara sepihak. Namun, pada 29 September 2022, DPR mencopot Hakim Aswanto dari MK dengan pertimbangan yang tidak dibenarkan konstitusi. Hal ini dapat merusak independensi peradilan dan tidak mencerminkan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis polemik legalitas pemecatan Hakim Aswanto dan implikasinya terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang mengacu pada bahan kepustakaan (library research) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencopotan Aswanto tidak sesuai dengan pasal 23 ayat (4) UU MK dan pemerintah harus memastikan bahwa segala keputusan MK didasarkan pada hukum dan konstitusi, bukan kepentingan politik atau kekuasaan. Sebagai "guardian of constitution", MK merupakan roh dari negara hukum dan eksistensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman menjadi sangat penting.
由众议院议长驱逐宪法法官的合法性审查:关于驱逐阿斯瓦托法官的案件及其对司法权力自力更生的影响
印度尼西亚的政府制度由三种主要机构组成,即立法、行政和司法。每个机构都有其职能和权力,不滥用权力。国家的原则还需要一个独立和公正的法庭,包括司法自由和不受其他权力干预和影响的自由。宪法法院三个权力部门的法官(“MK”)的选举过程旨在确保适当的正直、独立和控制。通常情况下,国会、总统和最高法院都无权以这样或那样的方式解雇MK法官。然而,在2022年9月29日,国会以未经宪法批准的理由对被告席上的阿斯旺托法官进行了调查。这可能会破坏司法的独立,而不是反映自由司法的权力。本研究旨在分析驱逐阿斯瓦托法官的法律后果及其对印尼司法机关自力更生的影响。使用的方法是对图书馆研究和法律方法的规范法研究。研究结果表明,《阿斯旺托》不符合《MK法案》第23条(4)的规定,政府必须确保这些立法决定是基于法律和宪法,而不是政治利益或权力。作为“宪法的守护者”,MK是法治国家和司法自由存在的精神。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信