Studi Fatwa Majelis Tafsir Al-Qur'an Menggunakan Hermeneutika Negosiatif

Dini Arifah Nihayati
{"title":"Studi Fatwa Majelis Tafsir Al-Qur'an Menggunakan Hermeneutika Negosiatif","authors":"Dini Arifah Nihayati","doi":"10.21154/muslimheritage.v8i1.2883","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstractMTA’s fatwa regarding the permissibility of menstruating woman to read the Qur’an on the basic of the QS. Al-Wāqi'ah: 79 contradicts the fatwa of previous scholars which uses the same basis and contradicts the thinking of the majority of society. From this problem, it apperas that MTA as a literal group has produced a liberal fatwa. Liberalism is synonymous with the belief that the original Al-Qur'an only exists in Lawh Al-Mahfudz. This kind of belief is in line with MTA's understanding of the word Al-Muthohharun (holy people) in QS. AL-Waqi'ah: 79. According to their interpretation, this word only applies to angels as intermediaries for the descent of the Qur'an. So that menstruating women are allowed to read the Qur'an because there is no explicit argument against it. This opinion shows freedom in concluding the meaning of the verse by relying solely on reason. for this reason, the author examines it more deeply into a thesis. Negotiative hermeneutics is used as an approach because it has implication for balancing the dialegical relationship of hermeneutics elements and keep the reader away from the result of authoritarian interpretations. The main issues that will be examined are as follows: 1. Why does the MTA as a literal religious institution offer a liberal fatwa by allowing menstruating woman to read the Qur’an? 2. How is negotiative hermeneutics analysis of the MTA fatwa regarding the ability of menstruating woman to read the Qur’an? The author conducts library research. The author collects data using documents. The author analyzes the data inductively by organizing and describing the data, than synthesizes using negotiative hermeneutics and makes conclusions. From this research, it can be concluded that MTA is trapped in a takwil wic is not accordance with the takwil rules and exercises freedom of tought. In terms of negotiative hermeneutics, The MTA fatwa is an authoritarian one. Because MTA still dominates the elements of interpretation, wich result in the neglect of God’s authority. AbstrakFatwa MTA tentang kebolehan wanita haid membaca Al-Qur’an dengan dasar QS. Al-Wāqi’ah:79 berseberangan dengan fatwa ulama terdahulu yang menggunakan dasar yang sama. Masalah tersebut mengakibatkan fatwa MTA dinilai bertentangan dengan pemikiran mayoritas masyarakat dan muncul dugaan bahwa MTA sebagai kelompok literalis telah menghasilkan fatwa liberal. Liberal identik dengan keyakinan bahwa Al-Qur’an asli hanya ada di Lauh Al-Mahfudz. Keyakinan semacam ini senada dengan pemahaman MTA terhadap kata Al-Muthohharun (orang-orang yang suci) dalam QS. AL-Waqi’ah: 79. Menurut penafsiran mereka, kata tersebut hanya berlaku bagi malaikat sebagai perantara turunnya Al-Qur’an. Sehingga wanita haid diperbolehkan membaca Al-Qur’an karena tidak ada dalil eksplisit yang melarangnya. Pendapat ini menunjukkan kebebasan dalam menyimpulkan maksud dari ayat tersebut dengan mengandalkan akal semata. Untuk itu, penulis mengkajinya lebih dalam. Hermeneutika negosiatif digunakan sebagai pendekatan karena berimplikasi pada keseimbangan hubungan dialektis komponen hermeneutika dan menghindarkan pembaca dari hasil penafsiran otoriter. Pokok permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut: 1. Mengapa MTA sebagai lembaga keagamaan yang literalis menwarakan fatwa liberal dengan memperbolehkan wanita haidh membaca Al-Qur’an? 2. Bagaimana analisis hermeneutika negosiatif Abou El Fadl terhadap fatwa MTA tentang kebolehan wanita haidh membaca Al-Qur’an? Penulis mengumpulkan data menggunakan dokumen. Penulis menganalisa data secara induktif dengan mengorganisasikan dan mendeskripsikan data, kemudian melakukan sintesa menggunakan hermeneutika negosiatif dan membuat kesimpulan. Penulis menghasilkan kesimpulan bahwa MTA terjebak dalam upaya takwil namun tidak sesuai dengan kaidah takwil dan melakukan kebebasan berfikir. Dalam kacamata hermeneutika negosiatif, fatwa MTA tergolog otoriter. MTA sebagai pembaca masih medominasi unsur-unsur penafsiran, yang mengakibatkan pengabaian otoritas Tuhan.","PeriodicalId":160585,"journal":{"name":"Muslim Heritage","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Muslim Heritage","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v8i1.2883","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

Abstract

AbstractMTA’s fatwa regarding the permissibility of menstruating woman to read the Qur’an on the basic of the QS. Al-Wāqi'ah: 79 contradicts the fatwa of previous scholars which uses the same basis and contradicts the thinking of the majority of society. From this problem, it apperas that MTA as a literal group has produced a liberal fatwa. Liberalism is synonymous with the belief that the original Al-Qur'an only exists in Lawh Al-Mahfudz. This kind of belief is in line with MTA's understanding of the word Al-Muthohharun (holy people) in QS. AL-Waqi'ah: 79. According to their interpretation, this word only applies to angels as intermediaries for the descent of the Qur'an. So that menstruating women are allowed to read the Qur'an because there is no explicit argument against it. This opinion shows freedom in concluding the meaning of the verse by relying solely on reason. for this reason, the author examines it more deeply into a thesis. Negotiative hermeneutics is used as an approach because it has implication for balancing the dialegical relationship of hermeneutics elements and keep the reader away from the result of authoritarian interpretations. The main issues that will be examined are as follows: 1. Why does the MTA as a literal religious institution offer a liberal fatwa by allowing menstruating woman to read the Qur’an? 2. How is negotiative hermeneutics analysis of the MTA fatwa regarding the ability of menstruating woman to read the Qur’an? The author conducts library research. The author collects data using documents. The author analyzes the data inductively by organizing and describing the data, than synthesizes using negotiative hermeneutics and makes conclusions. From this research, it can be concluded that MTA is trapped in a takwil wic is not accordance with the takwil rules and exercises freedom of tought. In terms of negotiative hermeneutics, The MTA fatwa is an authoritarian one. Because MTA still dominates the elements of interpretation, wich result in the neglect of God’s authority. AbstrakFatwa MTA tentang kebolehan wanita haid membaca Al-Qur’an dengan dasar QS. Al-Wāqi’ah:79 berseberangan dengan fatwa ulama terdahulu yang menggunakan dasar yang sama. Masalah tersebut mengakibatkan fatwa MTA dinilai bertentangan dengan pemikiran mayoritas masyarakat dan muncul dugaan bahwa MTA sebagai kelompok literalis telah menghasilkan fatwa liberal. Liberal identik dengan keyakinan bahwa Al-Qur’an asli hanya ada di Lauh Al-Mahfudz. Keyakinan semacam ini senada dengan pemahaman MTA terhadap kata Al-Muthohharun (orang-orang yang suci) dalam QS. AL-Waqi’ah: 79. Menurut penafsiran mereka, kata tersebut hanya berlaku bagi malaikat sebagai perantara turunnya Al-Qur’an. Sehingga wanita haid diperbolehkan membaca Al-Qur’an karena tidak ada dalil eksplisit yang melarangnya. Pendapat ini menunjukkan kebebasan dalam menyimpulkan maksud dari ayat tersebut dengan mengandalkan akal semata. Untuk itu, penulis mengkajinya lebih dalam. Hermeneutika negosiatif digunakan sebagai pendekatan karena berimplikasi pada keseimbangan hubungan dialektis komponen hermeneutika dan menghindarkan pembaca dari hasil penafsiran otoriter. Pokok permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut: 1. Mengapa MTA sebagai lembaga keagamaan yang literalis menwarakan fatwa liberal dengan memperbolehkan wanita haidh membaca Al-Qur’an? 2. Bagaimana analisis hermeneutika negosiatif Abou El Fadl terhadap fatwa MTA tentang kebolehan wanita haidh membaca Al-Qur’an? Penulis mengumpulkan data menggunakan dokumen. Penulis menganalisa data secara induktif dengan mengorganisasikan dan mendeskripsikan data, kemudian melakukan sintesa menggunakan hermeneutika negosiatif dan membuat kesimpulan. Penulis menghasilkan kesimpulan bahwa MTA terjebak dalam upaya takwil namun tidak sesuai dengan kaidah takwil dan melakukan kebebasan berfikir. Dalam kacamata hermeneutika negosiatif, fatwa MTA tergolog otoriter. MTA sebagai pembaca masih medominasi unsur-unsur penafsiran, yang mengakibatkan pengabaian otoritas Tuhan.
教法顾问学习古兰经使用解释性谈判
【摘要】在经期妇女阅读《古兰经》的基础上,伊斯兰教法对经期妇女是否可以阅读《古兰经》作出了教令。Al-Wāqi'ah: 79与先前学者使用相同基础的法特瓦相矛盾,与社会大多数人的思想相矛盾。从这个问题来看,似乎MTA作为一个字面上的团体已经产生了一个自由主义的法特瓦。自由主义是认为原始的《古兰经》只存在于马福兹律法的同义词。这种信仰与MTA对QS中Al-Muthohharun(圣洁的人)一词的理解是一致的。AL-Waqi 'ah: 79。根据他们的解释,这个词只适用于天使作为古兰经降临的中介。经期妇女可以读《古兰经》因为没有明确的反对理由。这种观点显示了仅仅依靠理性来总结这节经文意义的自由。因此,作者在论文中对其进行了更深入的研究。协商解释学被用作一种方法,因为它具有平衡解释学要素的辩证关系,使读者远离权威解释的结果的意义。将审查的主要问题如下:为什么MTA作为一个字面上的宗教机构通过允许经期妇女阅读古兰经来提供一个自由的法特瓦?2. 关于经期妇女阅读古兰经的能力,对MTA法特瓦的协商解释学分析是怎样的?作者进行图书馆研究。作者使用文档收集数据。作者通过对资料的整理和描述进行归纳分析,然后运用协商解释学进行综合,得出结论。从本研究可以得出结论,MTA被困在一个不符合takwil规则的takwil中,行使着思想自由。就协商解释学而言,MTA法特瓦是一个专制的法特瓦。因为MTA仍然主导着释经的要素,这导致了对上帝权威的忽视。[摘要]法特瓦·马塔塔(fatwa MTA)在《古兰经》中所占的地位。Al-Wāqi 'ah:79 berseberangan dengan fatwa ulama terdahulu yang menggunakan dasar yang sama。Masalah tersebut mengakibatkan fatwa MTA dinilai bertentenangan dengan pemikiran mayoritas masyarakat dan muncul dugaan bahwa MTA sebagai kelompok literalis telah menghasilkan fatwa liberal。自由主义者认为《古兰经》是一种宗教信仰。Keyakinan semacam ini senada dengan pemahaman MTA terhadap kata Al-Muthohharun (orangang yang suci) dalam QS。AL-Waqi 'ah: 79。《古兰经》:《古兰经》:《古兰经》:《古兰经》sehinga wanita had diperbolehanan membaca al - quuran karena tidak ada dalil eksplisit yang melarangnya。Pendapat ini menunjukkan kebebasan dalam menypulkan maksud dari ayat tersebut dengan mengandalkan akal semata。Untuk itu, penulis mengkajinya lebih dalam。翻译是谈判,翻译是谈判,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话,翻译是对话。1. Pokok permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut。这句话的意思是:自由的,自由的,自由的,自由的,自由的,自由的2. 《古兰经》的翻译结果:《古兰经》的翻译结果:Penulis mengumpulkan数据menggunakan dokumen。Penulis menganalisa data secktif dengan mengorganisasian dan mendeskripkan data, kemudian melakukan sintesa menggunakan hermeneutika谈判dan memkekespulan。Penulis menghasilkan kespulpulan bahwa MTA terjebak dalam upaya takwill namun tidak sesuai dengan kaidah takwill dan melakukan kebebasan berfikir。达拉姆·卡卡马塔(Dalam kacamata)是一名诠释学家,也是一名翻译作家。MTA sebagai pembaca masih medominasi unsur-unsur penafsiran, yang mengakibatkan pengabaian otoritas Tuhan。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信