KEPASTIAN HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DIDASARI PADA TINDAKAN PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCEES)
{"title":"KEPASTIAN HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DIDASARI PADA TINDAKAN PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCEES)","authors":"T. Ali","doi":"10.47652/metadata.v5i2.377","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pengaturan mengenai pembelaan terpaksa yang melampaui batas di dalam KUHP yang lama dengan KUHP yang Baru terdapat perbedaan yang begitu siginifikan. Apabila dalam KUHP yang lama pembalaan terpaksa yang melampaui batas kategorikan sebagai alasan pembenar, sebaliknya dalam KUHP Baru dikategorikan sebagai alasan pemaaf. Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam Paragraf 2 tentang Alasan Pemaaf dalam KUHP Baru. Penerapan hukum pembelaan terpaksa (noodweer excess) dalam proses peradilan pidana saat sekarang ini belum menunjukkan kepastian hukum dan keadilan. Penerapan hukum pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces) yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum dalam sistem hukum pidana di Indonesia, yaitu dengan dikategorikan sebagai alasan pemaaf, bukanlah sebagai alasan pembenar, yang berimplikasi pada hapusnya kesalahan, bukan menghapuskan sifat perbuatan melawan hukum pada suatu perbuatan pidana. Oleh karenanya, tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan, tetapi harus dibuktikan melalui proses pembuktian di muka persidangan, yang menjadi wewenang hakim untuk menilai dan memutus apakah unsur pembelaan terpaksa melampaui batas pada perbuatan terdakwa dipenuhi atau tidak. Penghentian penyidikan terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana pembunuhan yang didasari pada keadaan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess) oleh penyidikan tidaklah memiliki dasar hukum yang kuat dalam undang-undang hukum pidana, melainkan didasari pada tindakan diskresi, sehingga belum memiliki kepastian hukum. Bahkan dapat dikatakan telah bertentangan dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku (positif), baik KUHP sebagai hukum pidana matriil maupun KUHAP sebagai hukum pidana formil. ","PeriodicalId":164982,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah METADATA","volume":"103 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-08-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ilmiah METADATA","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47652/metadata.v5i2.377","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Pengaturan mengenai pembelaan terpaksa yang melampaui batas di dalam KUHP yang lama dengan KUHP yang Baru terdapat perbedaan yang begitu siginifikan. Apabila dalam KUHP yang lama pembalaan terpaksa yang melampaui batas kategorikan sebagai alasan pembenar, sebaliknya dalam KUHP Baru dikategorikan sebagai alasan pemaaf. Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam Paragraf 2 tentang Alasan Pemaaf dalam KUHP Baru. Penerapan hukum pembelaan terpaksa (noodweer excess) dalam proses peradilan pidana saat sekarang ini belum menunjukkan kepastian hukum dan keadilan. Penerapan hukum pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces) yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum dalam sistem hukum pidana di Indonesia, yaitu dengan dikategorikan sebagai alasan pemaaf, bukanlah sebagai alasan pembenar, yang berimplikasi pada hapusnya kesalahan, bukan menghapuskan sifat perbuatan melawan hukum pada suatu perbuatan pidana. Oleh karenanya, tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan, tetapi harus dibuktikan melalui proses pembuktian di muka persidangan, yang menjadi wewenang hakim untuk menilai dan memutus apakah unsur pembelaan terpaksa melampaui batas pada perbuatan terdakwa dipenuhi atau tidak. Penghentian penyidikan terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana pembunuhan yang didasari pada keadaan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess) oleh penyidikan tidaklah memiliki dasar hukum yang kuat dalam undang-undang hukum pidana, melainkan didasari pada tindakan diskresi, sehingga belum memiliki kepastian hukum. Bahkan dapat dikatakan telah bertentangan dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku (positif), baik KUHP sebagai hukum pidana matriil maupun KUHAP sebagai hukum pidana formil.