{"title":"REINTERPRETASI HADIS KEPEMIMPIN PEREMPUAN (KRITIK HERMENEUTIKA AMINA WADUD)","authors":"Ahlan Ahlan","doi":"10.15408/ushuluna.v8i1.24957","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kepemimpinan perempuan di ranah publik menjadi perdebatan serius para ulama, antara lain dikalangan ulama Hadis. Perdebatan tersebut menjalar sampai pada ruang-ruang akademik, bahkan menjelma menjadi tema-tema kajian oleh beberapa peneliti. Pro-kontra atas kebolehan perempuan menjadi pemimpin terjadi hingga era modern sekarang ini. Amina Wadud dengan penafsiran Hermeneutikanya hadir membawa angin segar bagi para pengkaji perempuan. Menurut Wadud penafsiran klasik lebih menjurus kepada bias gender, dan lebih berpihak kepada laki-laki sehingga sangat tidak relevan bila diterapkan di era modern seperti sekarang ini. Wadud dengan Hermeneutikanya memaparkan bahwa penafsiran tidak hanya berhenti pada asbabul Nuzul/Asbabul Wurud sebuah dalil, atau konteks bahasanya saja, akan tetapi juga sesuai dengan kondisi dan fenomena yang terjadi pada saat ini bukan lagi melihat masa lalu. Hadis sebagai interpretasi pemikiran reformis Nabi Saw, tidak sepantasnya berindikasi bias Gender karena Hadis hadir sebagai penjelas al-Qur’an. Kesimpulan pada penelitian ini ialah dari hasil kajian Hermeneutika Wadud ditemukan sebuah poin pentingnya bahwa kepemimpian perempuan diranah publik tidak perlu dipersoalkan, karena mengingat perempuan di masa ini telah memiliki potensi yang layak bahkan melebihi laki-laki, sehingga kualitas menjadi tolak ukur boleh atau tidaknya seseorang menjadi pemimpin.","PeriodicalId":203381,"journal":{"name":"Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin","volume":"1096 ","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/ushuluna.v8i1.24957","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Kepemimpinan perempuan di ranah publik menjadi perdebatan serius para ulama, antara lain dikalangan ulama Hadis. Perdebatan tersebut menjalar sampai pada ruang-ruang akademik, bahkan menjelma menjadi tema-tema kajian oleh beberapa peneliti. Pro-kontra atas kebolehan perempuan menjadi pemimpin terjadi hingga era modern sekarang ini. Amina Wadud dengan penafsiran Hermeneutikanya hadir membawa angin segar bagi para pengkaji perempuan. Menurut Wadud penafsiran klasik lebih menjurus kepada bias gender, dan lebih berpihak kepada laki-laki sehingga sangat tidak relevan bila diterapkan di era modern seperti sekarang ini. Wadud dengan Hermeneutikanya memaparkan bahwa penafsiran tidak hanya berhenti pada asbabul Nuzul/Asbabul Wurud sebuah dalil, atau konteks bahasanya saja, akan tetapi juga sesuai dengan kondisi dan fenomena yang terjadi pada saat ini bukan lagi melihat masa lalu. Hadis sebagai interpretasi pemikiran reformis Nabi Saw, tidak sepantasnya berindikasi bias Gender karena Hadis hadir sebagai penjelas al-Qur’an. Kesimpulan pada penelitian ini ialah dari hasil kajian Hermeneutika Wadud ditemukan sebuah poin pentingnya bahwa kepemimpian perempuan diranah publik tidak perlu dipersoalkan, karena mengingat perempuan di masa ini telah memiliki potensi yang layak bahkan melebihi laki-laki, sehingga kualitas menjadi tolak ukur boleh atau tidaknya seseorang menjadi pemimpin.