{"title":"TANGGUNG JAWAB ORANG TUA YANG SUDAH CERAI TERHADAP ANAK KANDUNGNYA DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DI KOTA BENGKULU","authors":"Subanrio Subanrio","doi":"10.33369/jkutei.v20i2.20488","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstrakTanggung jawab perdata orang tua yang bercerai terhadap anak kandungnya ditinjau dari hukum Islam di kota Bengkulu. Perkawinan merupakan perjanjian sakral yang keutuhannya harus dijaga karena perkawinan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Namun, dalam perjalanan pernikahan setiap orang tidak selalu berjalan mulus. Dalam pernikahan, ada masalah tertentu yang muncul. Ada yang mampu mempertahankan rumah tangganya, ada pula yang harus berakhir rumah tangganya sehingga terjadi perceraian. Meskipun perkawinan telah putus, pengasuhan anak tetap dilakukan oleh kedua orang tua. Merawat, merawat, dan mengasuh anak. Diatur dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014, secara harfiah dapat dilihat bahwa kewajiban dan tanggung jawab orang tua dilaksanakan sampai anak berusia 18 tahun. Faktanya masih banyak terjadi penelantaran dan pemberian nafkah bagi anak pasca perceraian orang tua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode empiris, jenis pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap orang tua wajib menjaga anaknya meskipun perkawinan telah putus. Hal ini tertuang dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang berbunyi: (1). Baik ibu maupun ayah tetap berkewajiban mengasuh dan mendidik anak-anaknya, semata-mata atas dasar kepentingan anak, jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, Pengadilan memberikan putusan. (2). Ayah bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh anak, jika ternyata ayah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu bertanggung jawab atas biaya tersebut. (3). Pengadilan dapat mewajibkan mantan suami untuk memberikan biaya hidup dan/atau menetapkan kewajiban bagi mantan istri. Namun pada kenyataannya masih banyak orang tua yang lalai akan nafkah yang harus dipenuhi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang tua tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap anak kandungnya: (1). Kurangnya komunikasi yang baik dari kedua orang tua pasca perceraian. (2). Ekonomi lemah. (3). Kurangnya pengetahuan agama dalam keluarga.Kata Kunci: Paraantes Tanggung Jawab Sipil, Cerai, Perkawinan","PeriodicalId":244933,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Kutei","volume":"424 ","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ilmiah Kutei","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33369/jkutei.v20i2.20488","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
AbstrakTanggung jawab perdata orang tua yang bercerai terhadap anak kandungnya ditinjau dari hukum Islam di kota Bengkulu. Perkawinan merupakan perjanjian sakral yang keutuhannya harus dijaga karena perkawinan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Namun, dalam perjalanan pernikahan setiap orang tidak selalu berjalan mulus. Dalam pernikahan, ada masalah tertentu yang muncul. Ada yang mampu mempertahankan rumah tangganya, ada pula yang harus berakhir rumah tangganya sehingga terjadi perceraian. Meskipun perkawinan telah putus, pengasuhan anak tetap dilakukan oleh kedua orang tua. Merawat, merawat, dan mengasuh anak. Diatur dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014, secara harfiah dapat dilihat bahwa kewajiban dan tanggung jawab orang tua dilaksanakan sampai anak berusia 18 tahun. Faktanya masih banyak terjadi penelantaran dan pemberian nafkah bagi anak pasca perceraian orang tua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode empiris, jenis pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap orang tua wajib menjaga anaknya meskipun perkawinan telah putus. Hal ini tertuang dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang berbunyi: (1). Baik ibu maupun ayah tetap berkewajiban mengasuh dan mendidik anak-anaknya, semata-mata atas dasar kepentingan anak, jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, Pengadilan memberikan putusan. (2). Ayah bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh anak, jika ternyata ayah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu bertanggung jawab atas biaya tersebut. (3). Pengadilan dapat mewajibkan mantan suami untuk memberikan biaya hidup dan/atau menetapkan kewajiban bagi mantan istri. Namun pada kenyataannya masih banyak orang tua yang lalai akan nafkah yang harus dipenuhi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang tua tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap anak kandungnya: (1). Kurangnya komunikasi yang baik dari kedua orang tua pasca perceraian. (2). Ekonomi lemah. (3). Kurangnya pengetahuan agama dalam keluarga.Kata Kunci: Paraantes Tanggung Jawab Sipil, Cerai, Perkawinan