{"title":"PENERAPAN KONSEP MAQASHID ASY-SYARI’AH MENURUT IMAM AL-GHAZALI DAN IMAM ASY-SYATHIBI DALAM INFERENSI HUKUM ISLAM KONTEMPORER","authors":"Muhammad Faishal Fadhli","doi":"10.21111/jios.v1i1.5","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Setiap perintah dan larangan dalam Islam, mengandung hikmah, nilai dan tujuan yang mulia. Inilah intisari dari istilah ‘maqashid asy-Syari’ah.’ Dengan mengkajinya secara intensif, akan tampak jelas bahwa syariat Islam diformulasikan untuk mewujudkan kebahagiaan umat manusia, diproyeksikan untuk menghindari mafsadat, dan meraih maslahat. Hukum-hukum yang terkandung di dalamnya pun bersifat obyektif, kooperatif dan kompherensif. \nDemikianlah di antara faidah mempelajari maqashid asy-Syari’ah. Namun, sangat disayangkan apabila maqashid digunakan untuk liberalisasi syariat Islam seperti menggugurkan wajibnya memakai jilbab. Atas nama maqashid juga, shalat dengan menggunakan dwi bahasa, dianggap boleh. Selain itu, dengan dalih yang sama, hukum hudud, waris, ‘iddah, dan lain sebagainya, dianggap tidak penting selagi objek yang dimaksudkan dari hukum tersebut dapat dicapai. Data-data tersebut menunjukkan adanya penerapan maqashid secara serampangan. Maka dari itu, agar ilmu maqashid difungsikan sebagaimana mestinya, penulis mengulas kembali pemikiran maqashid Imam al-Ghazali dan Imam asy-Syathibi mengingat keduanya merupakan tokoh yang paling otoritatif. Makalah ini menjelaskan bagaimana konsep maqashid yang mereka rumuskan, sehingga bisa digunakan untuk menjawab berbagai problematika kontemporer seperti masalah peribatan, kedokteran, muamalah dan teknologi.","PeriodicalId":350593,"journal":{"name":"Journal of Islamic and Occidental Studies","volume":"56 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal of Islamic and Occidental Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21111/jios.v1i1.5","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Setiap perintah dan larangan dalam Islam, mengandung hikmah, nilai dan tujuan yang mulia. Inilah intisari dari istilah ‘maqashid asy-Syari’ah.’ Dengan mengkajinya secara intensif, akan tampak jelas bahwa syariat Islam diformulasikan untuk mewujudkan kebahagiaan umat manusia, diproyeksikan untuk menghindari mafsadat, dan meraih maslahat. Hukum-hukum yang terkandung di dalamnya pun bersifat obyektif, kooperatif dan kompherensif.
Demikianlah di antara faidah mempelajari maqashid asy-Syari’ah. Namun, sangat disayangkan apabila maqashid digunakan untuk liberalisasi syariat Islam seperti menggugurkan wajibnya memakai jilbab. Atas nama maqashid juga, shalat dengan menggunakan dwi bahasa, dianggap boleh. Selain itu, dengan dalih yang sama, hukum hudud, waris, ‘iddah, dan lain sebagainya, dianggap tidak penting selagi objek yang dimaksudkan dari hukum tersebut dapat dicapai. Data-data tersebut menunjukkan adanya penerapan maqashid secara serampangan. Maka dari itu, agar ilmu maqashid difungsikan sebagaimana mestinya, penulis mengulas kembali pemikiran maqashid Imam al-Ghazali dan Imam asy-Syathibi mengingat keduanya merupakan tokoh yang paling otoritatif. Makalah ini menjelaskan bagaimana konsep maqashid yang mereka rumuskan, sehingga bisa digunakan untuk menjawab berbagai problematika kontemporer seperti masalah peribatan, kedokteran, muamalah dan teknologi.