{"title":"ERA BARU DALAM KEMITRAAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA: STUDI KASUS KALIMANTAN","authors":"Bambang Sugiyanto, S.S.","doi":"10.24832/nw.v16i2.508","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Perubahan nomenklatur terutama pada instansi penelitian arkeologi di Indonesia dan instansi pengelolaan cagar budaya berpengaruh pada pengelolaan cagar budayanya. Dengan bergabungnya Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi ke dalam struktur organisasi Badan Riset dan Inovasi Nasional, maka nomenklatur lembaga penelitian arkeologi pun berubah. Nomenklatur baru tersebut adalah Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra yang mempunyai tujuh pusat riset, yaitu tiga menyelenggarakan penelitian arkeologi, dan empat melaksanakan penelitian bahasa, sastra, dan manuskrip. Sementara perubahan yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi adalah penggabungan dua unit pelaksana teknis, yaitu Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Balai Pelestarian Nilai Budaya, menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan. Perubahan di atas berpengaruh pada pengelolaan cagar budaya di Indonesia. Bagaimana pengaruhnya dan bagaimana kemitraan pengelolaan yang akan datang merupakan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Tujuan penelitian adalah mendorong percepatan pemahaman kemitraan pengelolaan cagar budaya. Penelitian ini diakukan secara induktif-deskriptif melalui studi pustaka dengan fokus kasus-kasus di Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan cagar budaya di Kalimantan secara umum memang belum berjalan dengan baik. Dengan demikian, disimpulkan bahwa harus dibangun skema kemitraan pengelolaan antarpemangku kepentingan, dari tingkat perencanaan sampai dengan pemanfataannya. Skema kemitraan ini harus melibatkan dinas pendidikan dan kebudayaan serta dinas kebudayaan dan pariwisata setempat, kemudian membangun sinergi dan kolaborasi yang baik dengan pihak terkait seperti kepolisian, kejaksaan, lembaga sosial masyarakat budaya, dinas pertambangan, dinas pekerjaan umum, akademisi, dan masyarakat. Kerja sama dan koordinasi tersebut dimulai dengan menyamakan visi dan misi dalam memelihara dan melestarikan cagar budaya, sehingga diharapkan akan terbentuk satu rencana aksi pengelolaan cagar budaya yang terpadu di bawah arahan walikota atau bupati atau gubernur. \nChanges in nomenclature, especially at archaeological research institutions in Indonesia and cultural heritage management agencies, affect the management of their cultural heritage. The merger of the Pusat Penelitian Arkeologi Nasional and its ten institutes of archaeology into the organizational structure of Badan Riset dan Inovasi Nasional has also affected the change of their nomenclature. Their present nomenclature is the Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra, which has seven research centres, i.e. three manage archaeological research, and four operate research regarding language, literature, and manuscripts. Meanwhile, a change of organizational structure also occurred within the Direktorat Jenderal Kebudayaan of the Ministry of Education, Culture, Research and Technology, which was affected by the merger of two technical units, i.e. Balai Pelestarian Cagar Budaya and Balai Pelestarian Nilai Budaya and become Balai Pelestarian Kebudayaan. These changes affect the management of cultural heritage in Indonesia. How it affects and how the future management partnership will be is the question discussed here. The research aims to accelerate the understanding of cultural heritage management partnerships. This research was conducted inductively and descriptively through literature studies with a focus on cases in Kalimantan. The results of the study show that the cultural heritage in Kalimantan in general has not been well managed. Thus, it can be inferred that a management partnership scheme between stakeholders had to be built, from the planning level to its utilization. Such partnership scheme must involve the education and culture office as well as the local culture and tourism office, then build good synergy and collaboration with related parties such as the police, prosecutors, cultural community social institutions, mining agency, public works agency, academia, and the community. This cooperation and coordination must be commenced by aligning the vision and mission in maintaining and preserving cultural heritage; therefore, an integrated cultural heritage management action plan can be formed under the direction of the mayors or regent authorities or governors.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Naditira Widya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24832/nw.v16i2.508","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Perubahan nomenklatur terutama pada instansi penelitian arkeologi di Indonesia dan instansi pengelolaan cagar budaya berpengaruh pada pengelolaan cagar budayanya. Dengan bergabungnya Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi ke dalam struktur organisasi Badan Riset dan Inovasi Nasional, maka nomenklatur lembaga penelitian arkeologi pun berubah. Nomenklatur baru tersebut adalah Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra yang mempunyai tujuh pusat riset, yaitu tiga menyelenggarakan penelitian arkeologi, dan empat melaksanakan penelitian bahasa, sastra, dan manuskrip. Sementara perubahan yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi adalah penggabungan dua unit pelaksana teknis, yaitu Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Balai Pelestarian Nilai Budaya, menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan. Perubahan di atas berpengaruh pada pengelolaan cagar budaya di Indonesia. Bagaimana pengaruhnya dan bagaimana kemitraan pengelolaan yang akan datang merupakan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Tujuan penelitian adalah mendorong percepatan pemahaman kemitraan pengelolaan cagar budaya. Penelitian ini diakukan secara induktif-deskriptif melalui studi pustaka dengan fokus kasus-kasus di Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan cagar budaya di Kalimantan secara umum memang belum berjalan dengan baik. Dengan demikian, disimpulkan bahwa harus dibangun skema kemitraan pengelolaan antarpemangku kepentingan, dari tingkat perencanaan sampai dengan pemanfataannya. Skema kemitraan ini harus melibatkan dinas pendidikan dan kebudayaan serta dinas kebudayaan dan pariwisata setempat, kemudian membangun sinergi dan kolaborasi yang baik dengan pihak terkait seperti kepolisian, kejaksaan, lembaga sosial masyarakat budaya, dinas pertambangan, dinas pekerjaan umum, akademisi, dan masyarakat. Kerja sama dan koordinasi tersebut dimulai dengan menyamakan visi dan misi dalam memelihara dan melestarikan cagar budaya, sehingga diharapkan akan terbentuk satu rencana aksi pengelolaan cagar budaya yang terpadu di bawah arahan walikota atau bupati atau gubernur.
Changes in nomenclature, especially at archaeological research institutions in Indonesia and cultural heritage management agencies, affect the management of their cultural heritage. The merger of the Pusat Penelitian Arkeologi Nasional and its ten institutes of archaeology into the organizational structure of Badan Riset dan Inovasi Nasional has also affected the change of their nomenclature. Their present nomenclature is the Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra, which has seven research centres, i.e. three manage archaeological research, and four operate research regarding language, literature, and manuscripts. Meanwhile, a change of organizational structure also occurred within the Direktorat Jenderal Kebudayaan of the Ministry of Education, Culture, Research and Technology, which was affected by the merger of two technical units, i.e. Balai Pelestarian Cagar Budaya and Balai Pelestarian Nilai Budaya and become Balai Pelestarian Kebudayaan. These changes affect the management of cultural heritage in Indonesia. How it affects and how the future management partnership will be is the question discussed here. The research aims to accelerate the understanding of cultural heritage management partnerships. This research was conducted inductively and descriptively through literature studies with a focus on cases in Kalimantan. The results of the study show that the cultural heritage in Kalimantan in general has not been well managed. Thus, it can be inferred that a management partnership scheme between stakeholders had to be built, from the planning level to its utilization. Such partnership scheme must involve the education and culture office as well as the local culture and tourism office, then build good synergy and collaboration with related parties such as the police, prosecutors, cultural community social institutions, mining agency, public works agency, academia, and the community. This cooperation and coordination must be commenced by aligning the vision and mission in maintaining and preserving cultural heritage; therefore, an integrated cultural heritage management action plan can be formed under the direction of the mayors or regent authorities or governors.
印度尼西亚考古学研究机构和保留区管理机构的命名规范的变化主要影响到其文化保护区的管理。与国家考古研究中心和考古大厅合并成国家研究和创新机构的组织结构,使考古研究机构的新命名发生了变化。新编号是一个考古、语言和文学研究组织,有七个研究中心,三个进行考古研究,四个进行语言、文学和手稿研究。与文化发展局(文化部研究与技术教育部)环境的变化同时将两个技术管理单位合并为保护区保护区和文化价值保护区,形成文化保护区。上述改变影响了印尼的保留地管理。这项研究将如何影响以及管理伙伴关系将如何出现是一个问题。这项研究的目的是促进对保护区管理伙伴关系的理解。本研究是通过对加里曼丹主理案件的库研究进行描述性分析的。研究结果表明,加里曼丹保留地的管理基本上没有取得成功。因此,它得出的结论是,必须建立利益相关者之间管理伙伴关系的计划,从规划水平到反馈。这种伙伴关系计划必须包括教育、文化和旅游服务,然后与警察、检察官、文化社会机构、采矿服务、公共就业服务、学术和社区等相关各方建立良好的协同作用和合作。这种合作与协调始于将保护和保护保护区的愿景和使命等同起来,因此预计将在市长、摄政王或州长的指导下制定一个统一的计划。特别是印尼文化遗产管理机构的考古研究机构,影响它们文化遗产的管理。美国国家考古研究中心及其十家考古研究所的合并影响了国家研究和创新机构的组织结构。它们现在是考古、语言和文学研究组织,有七项研究中心,三项研究考古研究,四份工作研究语言、文学和手稿。我的意思是,组织结构的变化还发生在文化学术部主任办公室的变化,这影响了两项技术单位的合并,即i。这些变化影响着印尼文化遗产的管理。这是如何影响和未来管理伙伴关系的问题。促进文化遗产管理伙伴关系的研究小组。这个研究是conducted inductively和descriptively通过文献研究with a focus on案子在婆罗洲。《文化遗产results of The study秀那在婆罗洲里不是已经过去了好吧managed将军。因此,它可以推断这就是a管理伙伴关系”怀廷stakeholders之间必须成为基础,从它的utilization的策划水平。怀廷这样的伙伴关系必须牵扯到《美国教育和文化办公室嗯美国当地文化和旅游办公室,然后构建好synergy》和相关各方一起collaboration这样的美国警察,prosecutors文化社区社交institutions矿业公司、公共工程担保机构,academia《社区。这个cooperation and coordination必须被aligning commenced愿景和使命》maintaining与preserving文化遗产;这就是,一个集成文化遗产管理行动计划可以成为大联盟打球方向》下formed摄政或当局或总督。