{"title":"对《圣经》中事实和虚构的分类:一种解释性的努力","authors":"Ioanes Rakhmat","doi":"10.20871/KPJIPM.V2I2.31","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract : Man in ancient times, adheres the ancient cosmology, who hold no separation between supranatural and natural realm, beliefs that every occurrences in the world is ruled under the Divine free determination and decree. There is no natural law runs out of the order and will of God (as defended by Deism). Therefore, for them, miracle is always a real experience and unseparable part of daily life. Miracle is not something irrational. On the contrary, ancient reason provides justifications for its occurency. Certainly, this conviction as a mythological interpretation that is being applied toward the facts which actually are ordinary and natural. Commonly, such mythological interpretations were generally proposed by the writers of holy books (scripture) long after the actual events, all of which, however was normal and natural. All miraculous stories in the holy books are entirely imaginary narratives which were codified post actum or post eventum, long after the unsensational actual events, and were built with religious apologetical or propagandistic purposes, rather than reporting the historical facts as they were. At their hand, the history is under religious-political apologies and propaganda. Keywords : Holy book, historiography, fact/history, fiction, mitology, scientific subjectivism, objectivism, interactivism, sensus plenior Abstrak : Bagi manusia di zaman kuno, yang menganut kosmologi kuno, tak mengenal pemisahan antara dunia adikodrati dan dunia kodrati. Bagi mereka alam berjalan karena semuanya diatur dan ditentukan dengan bebas oleh Allah. Tidak ada hukum alam yang berjalan mandiri terlepas dari pengaturan dan kehendak Allah (sebagaimana dipertahankan deisme di zaman modern). Karena itu, mukjizat senantiasa merupakan pengalaman nyata dan keadaan yang tak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, mukjizat bukanlah hal yang tak masuk ke dalam nalar mereka. Namun sebaliknya, nalar manusia kuno membutuhkan dan memberi tempat bagi terjadinya mukjizat. Tentu saja, jika menurut mereka mukjizat telah terjadi, pendapat mereka ini adalah sebuah interpretasi mitologis atas fakta-fakta yang seluruhnya normal dan kodrati saja. Umumnya berbagai macam interpretasi mitologis ini diajukan para penulis kitab-kitab suci pada masa jauh sesudah kejadian-kejadian yang sebenarnya, yang normal dan kodrati semata. Semua kisah mukjizat dalam kitab-kitab suci adalah kisah-kisah imajiner yang disusun post actum atau post eventum, jauh sesudah kejadian sebenarnya yang tidak sensasional, dengan tujuan-tujuan apologetik atau demi propaganda keagamaan, bukannya melaporkan fakta-fakta sejarah apa adanya. Di tangan mereka, sejarah ditaklukkan seluruhnya pada apologetika dan propaganda religio-politik. Kata kunci : Kitab suci, historiografi, fakta/sejarah, fiksi, mitologi, subjektivisme ilmiah, objektivisme, interaktivisme, sensus plenior","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"21 1","pages":"221-246"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2012-12-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Memilah Fakta dan Fiksi dalam Kitab Suci : Sebuah Usaha Hermeneutis\",\"authors\":\"Ioanes Rakhmat\",\"doi\":\"10.20871/KPJIPM.V2I2.31\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstract : Man in ancient times, adheres the ancient cosmology, who hold no separation between supranatural and natural realm, beliefs that every occurrences in the world is ruled under the Divine free determination and decree. There is no natural law runs out of the order and will of God (as defended by Deism). Therefore, for them, miracle is always a real experience and unseparable part of daily life. Miracle is not something irrational. On the contrary, ancient reason provides justifications for its occurency. Certainly, this conviction as a mythological interpretation that is being applied toward the facts which actually are ordinary and natural. Commonly, such mythological interpretations were generally proposed by the writers of holy books (scripture) long after the actual events, all of which, however was normal and natural. All miraculous stories in the holy books are entirely imaginary narratives which were codified post actum or post eventum, long after the unsensational actual events, and were built with religious apologetical or propagandistic purposes, rather than reporting the historical facts as they were. At their hand, the history is under religious-political apologies and propaganda. Keywords : Holy book, historiography, fact/history, fiction, mitology, scientific subjectivism, objectivism, interactivism, sensus plenior Abstrak : Bagi manusia di zaman kuno, yang menganut kosmologi kuno, tak mengenal pemisahan antara dunia adikodrati dan dunia kodrati. Bagi mereka alam berjalan karena semuanya diatur dan ditentukan dengan bebas oleh Allah. Tidak ada hukum alam yang berjalan mandiri terlepas dari pengaturan dan kehendak Allah (sebagaimana dipertahankan deisme di zaman modern). Karena itu, mukjizat senantiasa merupakan pengalaman nyata dan keadaan yang tak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, mukjizat bukanlah hal yang tak masuk ke dalam nalar mereka. Namun sebaliknya, nalar manusia kuno membutuhkan dan memberi tempat bagi terjadinya mukjizat. Tentu saja, jika menurut mereka mukjizat telah terjadi, pendapat mereka ini adalah sebuah interpretasi mitologis atas fakta-fakta yang seluruhnya normal dan kodrati saja. Umumnya berbagai macam interpretasi mitologis ini diajukan para penulis kitab-kitab suci pada masa jauh sesudah kejadian-kejadian yang sebenarnya, yang normal dan kodrati semata. Semua kisah mukjizat dalam kitab-kitab suci adalah kisah-kisah imajiner yang disusun post actum atau post eventum, jauh sesudah kejadian sebenarnya yang tidak sensasional, dengan tujuan-tujuan apologetik atau demi propaganda keagamaan, bukannya melaporkan fakta-fakta sejarah apa adanya. Di tangan mereka, sejarah ditaklukkan seluruhnya pada apologetika dan propaganda religio-politik. Kata kunci : Kitab suci, historiografi, fakta/sejarah, fiksi, mitologi, subjektivisme ilmiah, objektivisme, interaktivisme, sensus plenior\",\"PeriodicalId\":31008,\"journal\":{\"name\":\"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism\",\"volume\":\"21 1\",\"pages\":\"221-246\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2012-12-23\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.20871/KPJIPM.V2I2.31\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.20871/KPJIPM.V2I2.31","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
摘要:古代的人,坚持古代的宇宙观,不把超自然和自然区分开来,认为世界上发生的每一件事都是由神的自由决定和命令统治的。没有任何自然法则会脱离上帝的秩序和意志(自然神论为其辩护)。因此,对他们来说,奇迹永远是一种真实的体验,是日常生活中不可分割的一部分。奇迹不是非理性的。相反,古代理性为它的出现提供了理由。当然,这种信念作为一种神话的解释,被应用于实际是普通和自然的事实。通常,这样的神话解释通常是由圣书(经文)的作者在实际事件发生很久之后提出的,然而,所有这些都是正常和自然的。圣书中所有奇迹般的故事完全是虚构的叙述,是在没有耸人听闻的实际事件发生很久之后编纂的,是出于宗教辩护或宣传的目的,而不是如实报道历史事实。在他们手中,历史被置于宗教政治的道歉和宣传之下。关键词:圣书,史学,事实/历史,虚构,有丝学,科学主观主义,客观主义,互动主义,全体感摘要:Bagi manusia di zaman kuno, yang menganut kosmologi kuno, tak menmenahan antara dunia adikodrati和dunia kodrati。Bagi mereka alam berjalan karena semuanya diatur dan dentukan dengan bebas oleh Allah。真主(真主)是真主的象征。Karena itu, mukjizat senantiasa merupakan pengalaman nyata dan keadaan yang take terpisah dari kehidupan sehari-hari。Bagi mereka, mukjizat bukanlah hal yang tak masuk ke dalam nalar mereka。Namun sebaliknya, nalar manusia kuno membutuhkan和tempat bagi terjadinya mukjizat成员。翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:翻译为:Umumnya berbagai macam interpretasi mitologis ini diajukan para penulis kitab-kitab sui pada masa jauh sesudah kejadian-kejadian yang sebenarya, yang normal dan kodrati semata。Semua kisah mukjizat dalam kitab sui adalah kisah imjiner yang disusun post actum atau post eventum, jauh sesudah kejadian sebenarya yang tidak耸人听闻,dengan tujuan tujuan apologetik ataudemi propaganda keagamaan, bukanya melaporkan fakta-fakta sejarah apa adanya。Di tangan mereka, sejarah ditaklukkan seluruhnya padadegetika和宣传宗教政治。Kata kunci: Kitab sui、史学、fakta/sejarah、fakta/sejarah、mitologi、主观行动主义、客观行动主义、互动行动主义、感官至上
Memilah Fakta dan Fiksi dalam Kitab Suci : Sebuah Usaha Hermeneutis
Abstract : Man in ancient times, adheres the ancient cosmology, who hold no separation between supranatural and natural realm, beliefs that every occurrences in the world is ruled under the Divine free determination and decree. There is no natural law runs out of the order and will of God (as defended by Deism). Therefore, for them, miracle is always a real experience and unseparable part of daily life. Miracle is not something irrational. On the contrary, ancient reason provides justifications for its occurency. Certainly, this conviction as a mythological interpretation that is being applied toward the facts which actually are ordinary and natural. Commonly, such mythological interpretations were generally proposed by the writers of holy books (scripture) long after the actual events, all of which, however was normal and natural. All miraculous stories in the holy books are entirely imaginary narratives which were codified post actum or post eventum, long after the unsensational actual events, and were built with religious apologetical or propagandistic purposes, rather than reporting the historical facts as they were. At their hand, the history is under religious-political apologies and propaganda. Keywords : Holy book, historiography, fact/history, fiction, mitology, scientific subjectivism, objectivism, interactivism, sensus plenior Abstrak : Bagi manusia di zaman kuno, yang menganut kosmologi kuno, tak mengenal pemisahan antara dunia adikodrati dan dunia kodrati. Bagi mereka alam berjalan karena semuanya diatur dan ditentukan dengan bebas oleh Allah. Tidak ada hukum alam yang berjalan mandiri terlepas dari pengaturan dan kehendak Allah (sebagaimana dipertahankan deisme di zaman modern). Karena itu, mukjizat senantiasa merupakan pengalaman nyata dan keadaan yang tak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, mukjizat bukanlah hal yang tak masuk ke dalam nalar mereka. Namun sebaliknya, nalar manusia kuno membutuhkan dan memberi tempat bagi terjadinya mukjizat. Tentu saja, jika menurut mereka mukjizat telah terjadi, pendapat mereka ini adalah sebuah interpretasi mitologis atas fakta-fakta yang seluruhnya normal dan kodrati saja. Umumnya berbagai macam interpretasi mitologis ini diajukan para penulis kitab-kitab suci pada masa jauh sesudah kejadian-kejadian yang sebenarnya, yang normal dan kodrati semata. Semua kisah mukjizat dalam kitab-kitab suci adalah kisah-kisah imajiner yang disusun post actum atau post eventum, jauh sesudah kejadian sebenarnya yang tidak sensasional, dengan tujuan-tujuan apologetik atau demi propaganda keagamaan, bukannya melaporkan fakta-fakta sejarah apa adanya. Di tangan mereka, sejarah ditaklukkan seluruhnya pada apologetika dan propaganda religio-politik. Kata kunci : Kitab suci, historiografi, fakta/sejarah, fiksi, mitologi, subjektivisme ilmiah, objektivisme, interaktivisme, sensus plenior