{"title":"Kesenjangan sosial dan diskriminasi penduduk campuran (Mestizos) di Hindia Belanda dalam kurun abad 18-19","authors":"Moch. Dimas Galuh Mahardika, M. Y. Efendi","doi":"10.17977/um081v2i22022p160-171","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"When the Dutch came to power in the East Indies Islands, indo-Europeans or mestizo or \"anak kolong\" were considered a bad image for Europeans. They were born as a result of marital relations between European men and bumiputra women. Europeans think that the mistresses (nyai) are guilty of the birth of Indo-European children. Though the combination of two cultures that enter the life of the community makes them accustomed to coexistence between the two. Classification in colonial societies made the difference even more pronounced, indo-Europeans increasingly marginalized by social gap and discrimination. Discriminatory policies that put Europeans first in terms of jobs, education, create resentment and frustration among Indo-Europeans. Those who are increasingly depressed due to the difficulty of living in the Dutch East Indies take shortcuts by committing criminal acts such as opium smuggling, theft, and prostitution. This article written with historiographical methods attempts to recount the lives of mixed-blooded populations as one of the contributions of the field of social history studies. This presentation is expected to be an alternative to historical discussions that may not be written much in the official historical narrative.Saat Belanda berkuasa di Kepulauan Hindia Timur, orang-orang Indoeropa atau mestizo atau anak kolong dianggap sebagai citra buruk bagi kalangan orang-orang Eropa. Mereka lahir akibat hubungan perkawinan/pergundikan antara lelaki Eropa dan perempuan bumiputra. Orang-orang Eropa beranggapan bahwa para gundik (nyai) bersalah atas kelahiran anak Indoeropa. Padahal perpaduan dua budaya yang masuk dalam kehidupan masyarakat membuat mereka terbiasa hidup berdampingan di antara keduanya. Klasifikasi dalam masyarakat kolonial membuat perbedaan semakin terasa, orang-orang Indoeropa semakin terpinggirkan dengan adanya kesenjangan sosial dan diskriminasi. Kebijakan diskriminatif yang mengutamakan orang-orang Eropa dalam hal pekerjaan, pendidikan, menciptakan rasa dendam dan ketidaknyamanan di kalangan orang-orang Indoeropa. Perempuan yang semakin tertekan akibat sulitnya kesempatan hidup di Hindia Belanda mengambil jalan pintas dengan melakukan tindakan kriminal seperti penyelundupan opium, pencurian, dan prostitusi. Artikel yang ditulis dengan metode historiografi ini mencoba untuk menceritakan kehidupan penduduk berdarah campuran sebagai salah satu kontribusi bidang kajian sejarah sosial. Pemaparan ini diharapkan dapat menjadi alternatif diskusi sejarah yang mungkin belum banyak ditulis di dalam narasi sejarah resmi. ","PeriodicalId":40352,"journal":{"name":"Journal of Modern Russian History and Historiography","volume":"144 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1000,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal of Modern Russian History and Historiography","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.17977/um081v2i22022p160-171","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"Q3","JCRName":"HISTORY","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
当荷兰人在东印度群岛掌权时,印欧人或混血儿或“anak kolong”被认为是欧洲人的坏形象。他们是欧洲男人和土著妇女婚姻关系的产物。欧洲人认为情妇(nyai)是印欧语系孩子诞生的罪魁祸首。虽然进入社区生活的两种文化的结合使他们习惯于两者共存。殖民地社会的分类使差异更加明显,印欧人因社会差距和歧视而日益边缘化。在就业和教育方面把欧洲人放在首位的歧视性政策,在印欧人中引发了怨恨和沮丧。由于在荷属东印度群岛的生活困难而变得越来越沮丧的人,通过走私鸦片、偷窃、卖淫等犯罪行为走捷径。这篇用史学方法写的文章试图叙述混血人口的生活,作为社会历史研究领域的贡献之一。这篇演讲是对历史讨论的一种替代,在官方的历史叙述中可能写得不多。我的意思是,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国。Mereka lahir akibat hubungan perkawinan/pergundikan antara lelaki Eropa dan perempuan humputra。橘黄色-橘黄色的Eropa beranggapan bahwa para gundik (nyai) bersalah atas kelahiran anak Indoeropa。Padahal perpadan dua budaya yang masuk dalam kehidupan masyarakat成员mereka terbiasa hidup berdampingan和diantara keduanya。Klasifikasi dalam masyarakat殖民成员perbedaan semakin terasa,猩猩Indoeropa semakin terpinggirkan dengan adanya kesenjangan social dan diskriminasi。Kebijakan diskriminatif yang mengutamakan orangang Indoeropa dalam hal pekerjaan, pendidikan, menciptakan rasa dendam dan ketidaknyamanan di kalangan orangang Indoeropa。Perempuan yang semakin tertekan akibat sulitnya kesempatan hidup di hinindia Belanda mengambil jalan pintas dengan melakukan tindakan犯罪分子penyelundupan鸦片,铅笔,和妓女。Artikel yang ditulis dengan方法史学ini mencoba untuk menberitakan kehidupan penduduk berdarah campuran sebagai salah satu kontribusi bidang kajian sejarah social。这句话的意思是:“我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。”
Kesenjangan sosial dan diskriminasi penduduk campuran (Mestizos) di Hindia Belanda dalam kurun abad 18-19
When the Dutch came to power in the East Indies Islands, indo-Europeans or mestizo or "anak kolong" were considered a bad image for Europeans. They were born as a result of marital relations between European men and bumiputra women. Europeans think that the mistresses (nyai) are guilty of the birth of Indo-European children. Though the combination of two cultures that enter the life of the community makes them accustomed to coexistence between the two. Classification in colonial societies made the difference even more pronounced, indo-Europeans increasingly marginalized by social gap and discrimination. Discriminatory policies that put Europeans first in terms of jobs, education, create resentment and frustration among Indo-Europeans. Those who are increasingly depressed due to the difficulty of living in the Dutch East Indies take shortcuts by committing criminal acts such as opium smuggling, theft, and prostitution. This article written with historiographical methods attempts to recount the lives of mixed-blooded populations as one of the contributions of the field of social history studies. This presentation is expected to be an alternative to historical discussions that may not be written much in the official historical narrative.Saat Belanda berkuasa di Kepulauan Hindia Timur, orang-orang Indoeropa atau mestizo atau anak kolong dianggap sebagai citra buruk bagi kalangan orang-orang Eropa. Mereka lahir akibat hubungan perkawinan/pergundikan antara lelaki Eropa dan perempuan bumiputra. Orang-orang Eropa beranggapan bahwa para gundik (nyai) bersalah atas kelahiran anak Indoeropa. Padahal perpaduan dua budaya yang masuk dalam kehidupan masyarakat membuat mereka terbiasa hidup berdampingan di antara keduanya. Klasifikasi dalam masyarakat kolonial membuat perbedaan semakin terasa, orang-orang Indoeropa semakin terpinggirkan dengan adanya kesenjangan sosial dan diskriminasi. Kebijakan diskriminatif yang mengutamakan orang-orang Eropa dalam hal pekerjaan, pendidikan, menciptakan rasa dendam dan ketidaknyamanan di kalangan orang-orang Indoeropa. Perempuan yang semakin tertekan akibat sulitnya kesempatan hidup di Hindia Belanda mengambil jalan pintas dengan melakukan tindakan kriminal seperti penyelundupan opium, pencurian, dan prostitusi. Artikel yang ditulis dengan metode historiografi ini mencoba untuk menceritakan kehidupan penduduk berdarah campuran sebagai salah satu kontribusi bidang kajian sejarah sosial. Pemaparan ini diharapkan dapat menjadi alternatif diskusi sejarah yang mungkin belum banyak ditulis di dalam narasi sejarah resmi.