S. Supriyadi
{"title":"Reorientasi Asas Itikad Baik/Kebenaran Sebagai Dasar Kepemilikan Hak Atas Tanah","authors":"S. Supriyadi","doi":"10.26623/HUMANI.V9I1.1447","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Perpindahan hak terhadap kepemilikan tanah terpancang pada aturan bahwa seseorang tak dapat mengalihkan sesuatu melebihi dari apa yang dimilikinya hal ini  berhadapan dengan asas ‘bona fides’ (itikad baik) yang melindungi pembeli beritikad baik. Posisi hukumnya  menempatkan dua belah pihak yang pada dasarnya tidak bersalah untuk saling berhadapan di pengadilan dan meminta untuk dimenangkan, akibat ulah pihak lain yang mungkin beritikad buruk. Pertanyaan mendasarnya, dalam hal ini pihak manakah yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, apakah pemegang hak atas tanah  atau  pembeli yang mengaku beritikad baik? Alasan yang paling banyak digunakan adalah telah dilakukannya jual beli melalui notaris/PPAT  Perlindungan terhadap pembeli beritikad baik adalah sebuah perkecualian, yaitu ketika pembeli tidak dapat menduga adanya suatu kekeliruan dalam peralihan hak dan kekeliruan itu terjadi akibat kesalahan pemilik sendiri (toedoenbeginsel). Jika kemudian timbul sengketa, maka harus dipertimbangkan apakah terjadinya peralihan yang tidak sah itu lebih disebabkan oleh kesalahan pembeli yang tidak mencermati asal usul tanah yang dibelinya, atau kesalahan pemilik asal yang tidak menjaga haknya dengan baik. UUPA dan PP No. 24/1997 tidak menjelaskan pengertian ‘itikad baik’. Penegasan ini disimpulkan dari ketentuan KUHPerdata, literatur, dan putusan-putusan. Dalam hal ini, standar yang seharusnya digunakan bukan hanya tahu atau tidaknya pembeli berdasarkan pengakuannya sendiri (subyektif), namun juga apakah pembeli telah melakukan upaya untuk mencari tahu (obyektif), baik secara formil (dengan melakukan transaksi di depan PPAT, atau Kepala Desa jika transaksinya adalah tanah adat), maupun secara materiil The transfer of rights to land ownership is fixed on the rule that a person cannot transfer something more than what he has. This is faced with the principle of 'bona fides' (good faith) which protects buyers with good intentions. Its legal position places two basically innocent parties to face each other in court and ask to be won, due to the actions of other parties who may have bad intentions. The basic question is, in this case which party should get legal protection, are the holders of land rights or buyers who claim good intentions? The most widely used reason is the sale and purchase through a notary / PPAT Protection of buyers with good intentions is an exception, that is when the buyer cannot predict the existence of an error in the transfer of rights and errors due to the owner's own fault (toedoenbeginsel). If a dispute arises, then it must be considered whether the illegitimate transition is caused more by the fault of the buyer who did not observe the origin of the land he bought, or the fault of the original owner who did not properly safeguard his rights. UUPA and PP No. 24/1997 does not explain the meaning of 'good faith'. This affirmation is concluded from the provisions of the Civil Code, literature, and decisions. In this case, the standard that should be used is not only whether or not the buyer is based on his own (subjective) recognition, but also whether the buyer has made an effort to find out (objectively), both formally (by conducting transactions before PPAT, or the Village Head if the transaction is customary land), and materially.","PeriodicalId":32023,"journal":{"name":"Humani Jurnal Hukum dan Masyarakat Madani","volume":"58 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Humani Jurnal Hukum dan Masyarakat Madani","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.26623/HUMANI.V9I1.1447","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

转让土地所有权的权利是基于这样一种规则:一个人不能把任何东西从他所拥有的东西上转移开,这是针对“诚信”原则的。由于另一个可能是恶意的行为,法律立场使得基本上无辜的双方都站在了一边,要求在法庭上获胜。最根本的问题是,在这种情况下,哪一方应该得到法律的保护,是拥有土地的权利还是真诚的买家?最广泛使用的原因是通过公证人/PPAT来买卖善意买家的保护,这是一个例外,即买方无法预见权利过渡的错误,这种错误是由所有者(toedoen开始sel)造成的。如果出现了问题,那么必须考虑的是,这一非法过渡是否更多地是由于买家没有注意到购买土地的起源,还是由于所有者没有充分维护其权利。UUPA和PP No. 24/1997没有解释“诚信”的含义。这一确认是基于《居民法》、《文学》和《裁决》的条款。在这种情况下,应该使用的标准不仅仅是知道买家是否根据他自己承认(主观),但也一直在努力寻找买家是否知道(客观),好正装(地在PPAT面前做个交易,交易或村长,如果是传统的土地转让》),以及物质rights to land ownership)是固定规则》,以至于一个人比他有什么东西不能转移。这预示着善意庇护者的“真诚”原则。它的法律立场是两个无辜的参与者在法庭上面对对方并要求胜利,取决于那些可能有不良意图的其他参与者的行为。基本问题是,在这种情况下,党应该得到合法保护,是国家权利的捍卫者还是利益相关者《出售和购买大多数widely used原因是一起经历a notary - PPAT保护买家的祝意图是一个exception,就是当一面存在》不能预测的错误》《owner of rights and错误帐款转让到自己的过错(toedoenbeginsel)。如果有缺陷的道理,那么它必须被认为,这种非法移民是由一个没有观察到土地的起源的错误造成的,或者是一个不小心维护自己权利的人的错误。UUPA和PP No. 24/1997没有解释“good faith”的意义。这一肯定是从文明、文学和决策的条款中得到结论的。在这个案例,standard那以前是不仅应该与否不是《一面》是改编自他自己(subjective)识别,但也发现的一面已制造出的努力是否偏objectively),两者formally (conducting transactions PPAT之前,或者《买卖村头如果是customary land),和materially。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Reorientasi Asas Itikad Baik/Kebenaran Sebagai Dasar Kepemilikan Hak Atas Tanah
Perpindahan hak terhadap kepemilikan tanah terpancang pada aturan bahwa seseorang tak dapat mengalihkan sesuatu melebihi dari apa yang dimilikinya hal ini  berhadapan dengan asas ‘bona fides’ (itikad baik) yang melindungi pembeli beritikad baik. Posisi hukumnya  menempatkan dua belah pihak yang pada dasarnya tidak bersalah untuk saling berhadapan di pengadilan dan meminta untuk dimenangkan, akibat ulah pihak lain yang mungkin beritikad buruk. Pertanyaan mendasarnya, dalam hal ini pihak manakah yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, apakah pemegang hak atas tanah  atau  pembeli yang mengaku beritikad baik? Alasan yang paling banyak digunakan adalah telah dilakukannya jual beli melalui notaris/PPAT  Perlindungan terhadap pembeli beritikad baik adalah sebuah perkecualian, yaitu ketika pembeli tidak dapat menduga adanya suatu kekeliruan dalam peralihan hak dan kekeliruan itu terjadi akibat kesalahan pemilik sendiri (toedoenbeginsel). Jika kemudian timbul sengketa, maka harus dipertimbangkan apakah terjadinya peralihan yang tidak sah itu lebih disebabkan oleh kesalahan pembeli yang tidak mencermati asal usul tanah yang dibelinya, atau kesalahan pemilik asal yang tidak menjaga haknya dengan baik. UUPA dan PP No. 24/1997 tidak menjelaskan pengertian ‘itikad baik’. Penegasan ini disimpulkan dari ketentuan KUHPerdata, literatur, dan putusan-putusan. Dalam hal ini, standar yang seharusnya digunakan bukan hanya tahu atau tidaknya pembeli berdasarkan pengakuannya sendiri (subyektif), namun juga apakah pembeli telah melakukan upaya untuk mencari tahu (obyektif), baik secara formil (dengan melakukan transaksi di depan PPAT, atau Kepala Desa jika transaksinya adalah tanah adat), maupun secara materiil The transfer of rights to land ownership is fixed on the rule that a person cannot transfer something more than what he has. This is faced with the principle of 'bona fides' (good faith) which protects buyers with good intentions. Its legal position places two basically innocent parties to face each other in court and ask to be won, due to the actions of other parties who may have bad intentions. The basic question is, in this case which party should get legal protection, are the holders of land rights or buyers who claim good intentions? The most widely used reason is the sale and purchase through a notary / PPAT Protection of buyers with good intentions is an exception, that is when the buyer cannot predict the existence of an error in the transfer of rights and errors due to the owner's own fault (toedoenbeginsel). If a dispute arises, then it must be considered whether the illegitimate transition is caused more by the fault of the buyer who did not observe the origin of the land he bought, or the fault of the original owner who did not properly safeguard his rights. UUPA and PP No. 24/1997 does not explain the meaning of 'good faith'. This affirmation is concluded from the provisions of the Civil Code, literature, and decisions. In this case, the standard that should be used is not only whether or not the buyer is based on his own (subjective) recognition, but also whether the buyer has made an effort to find out (objectively), both formally (by conducting transactions before PPAT, or the Village Head if the transaction is customary land), and materially.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
审稿时长
24 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信