{"title":"受害者助手在防止二次受害中的作用:婚内强奸妇女受害者案例","authors":"Jenny Rahayu Afsebel Situmorang, V. Susanti","doi":"10.30983/humanisme.v5i2.4709","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Women (wives) is the most hidden victim of marital rape. Regarding this issue, we argue that women victims need victim assistance to prevent secondary victimization. This article is based on a literature review with a qualitative approach. Turning to marital rape cases in Indonesia, women's victims get harmful impacts in physiological and physical. Women victims of marital rape in Tanjung Priok, Bali, Pasuruan, and \"L\" are some of them. We conclude that the government and other stakeholders need to provide victim assistance for women victims of marital rape in mental and physical health, legal services (advocacy), economic empowerment, campaign, and particular public services spaces. The first thing to do is mental and physical health, but the next part, like legal services, is essential to prevent secondary victimization. Therefore, campaign to build awareness from society is essential to prevent stigmatization for women victims of marital rape. Finally, to implementing the role of victim assistant to prevent secondary victimization in marital rape cases needs unity for people by people and institution by institution. It is needed the same standpoint about marital rape. Perempuan (secara khusus istri) merupakan korban tersembunyi dari pemerkosaan dalam pernikahan (marital rape). Menanggapi hal tersebut, menjadi penting untuk mempertimbangkan peran pendampingan korban atau victimassistance untuk menghindari viktimisasi sekunder (secondary victimization). Adapun artikel ini berdasarkan penelusuran literatur (literature review) dengan pendekatan kualitatif. Mengacu pada kasus marital rape yang dialami perempuan (istri) di Indonesia, maka hal tersebut berdampak buruk secara fisik maupun psikologis. Perempuan di Tanjung Priok, Bali, Pasuruan dan “L” merupakan contoh korban marital rape. Kesimpulan tulisan ini yaitu mendorong pemerintah dan pihak terkait agar segera menyediakan layanan pendampingan perempuan korban marital rape secara fisik, psikologis, bantuan hukum, pemberdayaan ekonomi, kampanye dan layanan di ruang publik. Hal yang pertama dilakukan adalah pendampingan layanan fisik dan mental. Kemudian, membangun kesadaran publik agar perempuan korban marital rape tidak distigmatisasi. Akhirnya, untuk menerapkan peran victimassistant sebagai pencegahan secondary victimization bagi perempuan korban marital rape membutuhkan kesatuan dari berbagai pihak dan lembaga. Persepektif yang sama terkait marital rape jelas dibutuhkan.","PeriodicalId":52683,"journal":{"name":"Humanisma Journal of Gender Studies","volume":"80 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"The Role of Victim’s Assistant to Prevent Secondary Victimization : Case Women Victim of Marital Rape\",\"authors\":\"Jenny Rahayu Afsebel Situmorang, V. Susanti\",\"doi\":\"10.30983/humanisme.v5i2.4709\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Women (wives) is the most hidden victim of marital rape. Regarding this issue, we argue that women victims need victim assistance to prevent secondary victimization. This article is based on a literature review with a qualitative approach. Turning to marital rape cases in Indonesia, women's victims get harmful impacts in physiological and physical. Women victims of marital rape in Tanjung Priok, Bali, Pasuruan, and \\\"L\\\" are some of them. We conclude that the government and other stakeholders need to provide victim assistance for women victims of marital rape in mental and physical health, legal services (advocacy), economic empowerment, campaign, and particular public services spaces. The first thing to do is mental and physical health, but the next part, like legal services, is essential to prevent secondary victimization. Therefore, campaign to build awareness from society is essential to prevent stigmatization for women victims of marital rape. Finally, to implementing the role of victim assistant to prevent secondary victimization in marital rape cases needs unity for people by people and institution by institution. It is needed the same standpoint about marital rape. Perempuan (secara khusus istri) merupakan korban tersembunyi dari pemerkosaan dalam pernikahan (marital rape). Menanggapi hal tersebut, menjadi penting untuk mempertimbangkan peran pendampingan korban atau victimassistance untuk menghindari viktimisasi sekunder (secondary victimization). Adapun artikel ini berdasarkan penelusuran literatur (literature review) dengan pendekatan kualitatif. Mengacu pada kasus marital rape yang dialami perempuan (istri) di Indonesia, maka hal tersebut berdampak buruk secara fisik maupun psikologis. Perempuan di Tanjung Priok, Bali, Pasuruan dan “L” merupakan contoh korban marital rape. Kesimpulan tulisan ini yaitu mendorong pemerintah dan pihak terkait agar segera menyediakan layanan pendampingan perempuan korban marital rape secara fisik, psikologis, bantuan hukum, pemberdayaan ekonomi, kampanye dan layanan di ruang publik. Hal yang pertama dilakukan adalah pendampingan layanan fisik dan mental. Kemudian, membangun kesadaran publik agar perempuan korban marital rape tidak distigmatisasi. Akhirnya, untuk menerapkan peran victimassistant sebagai pencegahan secondary victimization bagi perempuan korban marital rape membutuhkan kesatuan dari berbagai pihak dan lembaga. Persepektif yang sama terkait marital rape jelas dibutuhkan.\",\"PeriodicalId\":52683,\"journal\":{\"name\":\"Humanisma Journal of Gender Studies\",\"volume\":\"80 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-12-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Humanisma Journal of Gender Studies\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.30983/humanisme.v5i2.4709\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Humanisma Journal of Gender Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30983/humanisme.v5i2.4709","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
妇女(妻子)是婚内强奸最隐蔽的受害者。针对这一问题,我们认为女性受害者需要受害者援助,以防止二次受害。本文是基于文献综述与定性的方法。印度尼西亚的婚内强奸案件中,女性受害者在生理和身体上都受到了有害的影响。在丹戎不碌、巴厘岛、帕素鲁和“L”等地遭受婚内强奸的女性受害者就是其中的一些。我们的结论是,政府和其他利益攸关方需要在心理和身体健康、法律服务(宣传)、经济赋权、运动和特定公共服务领域为婚内强奸的妇女受害者提供受害者援助。首先要做的是精神和身体健康,但接下来的部分,如法律服务,对防止二次受害至关重要。因此,建立社会意识的运动对于防止对婚内强奸妇女受害者的污名化至关重要。最后,在婚内强奸案件中,实施受害人辅助防止二次受害的作用需要人与人之间、制度与制度之间的统一。对于婚内强奸也需要同样的立场。婚内强奸(Perempuan)Menanggapi hal tersebut, menjadi penting untuk成员pertimbangkan peran pendampingan和korban atau受害者援助untuk menghindari viktimisasi sekunder(二次受害者)。Adapun artikel ini berdasarkan penelurean literature(文献综述)邓安pendekatan quality。Mengacu pada kasus婚内强奸yang dialami perempuan (istri) di Indonesia, maka hal tersebut berdampak buruk secara fisik maupun心理学。Perempuan di Tanjung Priok,巴厘岛,Pasuruan dan " L " merupakan contoh korban婚内强奸。kespulpan tulisan ini yitu menitong peremintah dan pihak terkait agar segera menyediakan layampingan perempuan korban婚内强奸secara fisik,心理学,bantuan hukum, pemberdayaan经济学,kampyedan layanan di ruang public。halyang pertama dilakukan adalah pendaman和layanan finisik danmental。Kemudian,成员kesadaran公共agar perempuan korban婚内强奸是有区别的。阿赫尼亚,untuk menerapkan peran受害者助理,sebagai penegahan第二受害者,bagi perempuan korban婚内强奸,berbagai pihak dan lembaga。Persepektif yang sama terkait婚内强奸jelas dibutuhkan。
The Role of Victim’s Assistant to Prevent Secondary Victimization : Case Women Victim of Marital Rape
Women (wives) is the most hidden victim of marital rape. Regarding this issue, we argue that women victims need victim assistance to prevent secondary victimization. This article is based on a literature review with a qualitative approach. Turning to marital rape cases in Indonesia, women's victims get harmful impacts in physiological and physical. Women victims of marital rape in Tanjung Priok, Bali, Pasuruan, and "L" are some of them. We conclude that the government and other stakeholders need to provide victim assistance for women victims of marital rape in mental and physical health, legal services (advocacy), economic empowerment, campaign, and particular public services spaces. The first thing to do is mental and physical health, but the next part, like legal services, is essential to prevent secondary victimization. Therefore, campaign to build awareness from society is essential to prevent stigmatization for women victims of marital rape. Finally, to implementing the role of victim assistant to prevent secondary victimization in marital rape cases needs unity for people by people and institution by institution. It is needed the same standpoint about marital rape. Perempuan (secara khusus istri) merupakan korban tersembunyi dari pemerkosaan dalam pernikahan (marital rape). Menanggapi hal tersebut, menjadi penting untuk mempertimbangkan peran pendampingan korban atau victimassistance untuk menghindari viktimisasi sekunder (secondary victimization). Adapun artikel ini berdasarkan penelusuran literatur (literature review) dengan pendekatan kualitatif. Mengacu pada kasus marital rape yang dialami perempuan (istri) di Indonesia, maka hal tersebut berdampak buruk secara fisik maupun psikologis. Perempuan di Tanjung Priok, Bali, Pasuruan dan “L” merupakan contoh korban marital rape. Kesimpulan tulisan ini yaitu mendorong pemerintah dan pihak terkait agar segera menyediakan layanan pendampingan perempuan korban marital rape secara fisik, psikologis, bantuan hukum, pemberdayaan ekonomi, kampanye dan layanan di ruang publik. Hal yang pertama dilakukan adalah pendampingan layanan fisik dan mental. Kemudian, membangun kesadaran publik agar perempuan korban marital rape tidak distigmatisasi. Akhirnya, untuk menerapkan peran victimassistant sebagai pencegahan secondary victimization bagi perempuan korban marital rape membutuhkan kesatuan dari berbagai pihak dan lembaga. Persepektif yang sama terkait marital rape jelas dibutuhkan.