{"title":"《亚齐政论》形成历史的另一面","authors":"S. Salma, Almuh Fajri, Taufik Hidayat, Edi Safri","doi":"10.15408/ajis.v22i1.21000","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"In the context of fiqh, the provisions of ḥudūd have been agreeable in terms of the actions and punishments. However, some of them are not mentioned in Aceh Qanun No. 6/2014 on Jinayat (Criminal) Law, such as stoning, death sentence, and hand amputation. These three types of punishment were harshly debated during the formulation of the qanun and subsequently abolished. Using the historical legal approach, this study finds out there were some issues that came up during the formulation process. First, the assessment of the local government and people’s readiness to implement those punishments has not been sufficient. Second, stoning, the death penalty, and hand cutting are not in accordance with the Indonesian procedural law. Third, the qanun formulation was affected by the disparity of Islamic legal scholars’ opinions regarding the mentioned penalties. Forth, the discussants in the forum believed that the implementation of Islamic criminal law needs phasing (tadarruj). AbstrakDalam konteks fikih, ketentuan hudud telah disepakati baik jenis perbuatannya maupun sanksi-sanksinya. Akan tetapi, tidak semuanya tercantum sebagai materi hudud dalam Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat, seperti hukuman rajam, hukuman mati dan hukuman potong tangan. Ketiga jenis hukuman ini diperdebatkan dengan sengit selama pembahasan Qanun dan akhirnya ditiadakan. Melalui pendekatan sejarah hukum, diketahui setidaknya ada beberapa faktor problematik yang mewarnai perumusan Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat. Pertama, adanya penilaian internal tentang kesiapan pemerintah dan masyarakat yang belum maksimal untuk melaksanakan hukuman-hukuman itu. Kedua, materi rajam, hukuman mati bagi pelaku riddah dan potong tangan yang tidak sejalan dengan hukum acara yang telah ada sebelumnya. Ketiga, adanya pengaruh perbedaan pendapat ulama (disparitas) dalam konteks fikih tentang hukuman-hukuman itu dalam proses perumusan qanun. Keempat, adanya keyakinan para pembahas bahwa penegakan hukum pidana Islam dalam Qanun Aceh memerlukan pentahapan (tadarruj).","PeriodicalId":32685,"journal":{"name":"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"5","resultStr":"{\"title\":\"The Other Side of the History of the Formulation of Aceh Jinayat Qanun\",\"authors\":\"S. Salma, Almuh Fajri, Taufik Hidayat, Edi Safri\",\"doi\":\"10.15408/ajis.v22i1.21000\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"In the context of fiqh, the provisions of ḥudūd have been agreeable in terms of the actions and punishments. However, some of them are not mentioned in Aceh Qanun No. 6/2014 on Jinayat (Criminal) Law, such as stoning, death sentence, and hand amputation. These three types of punishment were harshly debated during the formulation of the qanun and subsequently abolished. Using the historical legal approach, this study finds out there were some issues that came up during the formulation process. First, the assessment of the local government and people’s readiness to implement those punishments has not been sufficient. Second, stoning, the death penalty, and hand cutting are not in accordance with the Indonesian procedural law. Third, the qanun formulation was affected by the disparity of Islamic legal scholars’ opinions regarding the mentioned penalties. Forth, the discussants in the forum believed that the implementation of Islamic criminal law needs phasing (tadarruj). AbstrakDalam konteks fikih, ketentuan hudud telah disepakati baik jenis perbuatannya maupun sanksi-sanksinya. Akan tetapi, tidak semuanya tercantum sebagai materi hudud dalam Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat, seperti hukuman rajam, hukuman mati dan hukuman potong tangan. Ketiga jenis hukuman ini diperdebatkan dengan sengit selama pembahasan Qanun dan akhirnya ditiadakan. Melalui pendekatan sejarah hukum, diketahui setidaknya ada beberapa faktor problematik yang mewarnai perumusan Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat. Pertama, adanya penilaian internal tentang kesiapan pemerintah dan masyarakat yang belum maksimal untuk melaksanakan hukuman-hukuman itu. Kedua, materi rajam, hukuman mati bagi pelaku riddah dan potong tangan yang tidak sejalan dengan hukum acara yang telah ada sebelumnya. Ketiga, adanya pengaruh perbedaan pendapat ulama (disparitas) dalam konteks fikih tentang hukuman-hukuman itu dalam proses perumusan qanun. Keempat, adanya keyakinan para pembahas bahwa penegakan hukum pidana Islam dalam Qanun Aceh memerlukan pentahapan (tadarruj).\",\"PeriodicalId\":32685,\"journal\":{\"name\":\"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-06-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"5\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.15408/ajis.v22i1.21000\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"Q1\",\"JCRName\":\"Arts and Humanities\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/ajis.v22i1.21000","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"Q1","JCRName":"Arts and Humanities","Score":null,"Total":0}
引用次数: 5
摘要
在伊斯兰教的背景下,ḥudūd的规定在行为和惩罚方面是令人满意的。然而,关于《刑法》的第6/2014号亚齐卡努没有提到其中一些罪行,如石刑、死刑和截肢。这三种刑罚在制定《古兰经》的过程中受到了激烈的争论,后来被废除。本研究运用历史法学的方法,发现在制定过程中出现了一些问题。首先,对地方政府和人民执行这些惩罚的准备程度评估不够。第二,石刑、死刑和割手都不符合印度尼西亚的程序法。第三,伊斯兰教法学者对上述刑罚的不同看法影响了卡农的形成。第四,论坛上的讨论者认为,伊斯兰刑法的实施需要分阶段进行。摘要:dalam konteks fikih, ketentuan hudud telah disepakati baik jenis perbuatannya maupun sanksi-sanksinya。Akan tetapi, tidak semuanya tercantum sebagai materi hudud dalam Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat, seperti hukuman rajam, hukuman mati dan hukuman potong tangan。Ketiga jenis hukuman ini diperdebatkan dengan senit selama pembahasan Qanun dan akhirnya ditiadakan。《中华人民共和国教育学刊》第6/2014号。Pertama, adanya penian内部tentenang kesiapapemintah dan masyarakat yang belum maksimal untuk melaksanakan hukuman-hukuman itu。Kedua, materi rajam, hukuman mati bagi pelaku riddah dan popoong tangan yang tidak sejalan dengan hukum acara yang telah ada sebelumnya。Ketiga, adanya pengaruh perbedaan pendapat ulama (disparitas) dalam konteks fikih tentenhuhumani -hukuman dalam proproperumusan qanun。Keempat, adanya keyakinan para pembahas bahwa penegakan hukum pidana Islam dalam Qanun Aceh memerlukan pentahapan (tadarruj)。
The Other Side of the History of the Formulation of Aceh Jinayat Qanun
In the context of fiqh, the provisions of ḥudūd have been agreeable in terms of the actions and punishments. However, some of them are not mentioned in Aceh Qanun No. 6/2014 on Jinayat (Criminal) Law, such as stoning, death sentence, and hand amputation. These three types of punishment were harshly debated during the formulation of the qanun and subsequently abolished. Using the historical legal approach, this study finds out there were some issues that came up during the formulation process. First, the assessment of the local government and people’s readiness to implement those punishments has not been sufficient. Second, stoning, the death penalty, and hand cutting are not in accordance with the Indonesian procedural law. Third, the qanun formulation was affected by the disparity of Islamic legal scholars’ opinions regarding the mentioned penalties. Forth, the discussants in the forum believed that the implementation of Islamic criminal law needs phasing (tadarruj). AbstrakDalam konteks fikih, ketentuan hudud telah disepakati baik jenis perbuatannya maupun sanksi-sanksinya. Akan tetapi, tidak semuanya tercantum sebagai materi hudud dalam Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat, seperti hukuman rajam, hukuman mati dan hukuman potong tangan. Ketiga jenis hukuman ini diperdebatkan dengan sengit selama pembahasan Qanun dan akhirnya ditiadakan. Melalui pendekatan sejarah hukum, diketahui setidaknya ada beberapa faktor problematik yang mewarnai perumusan Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat. Pertama, adanya penilaian internal tentang kesiapan pemerintah dan masyarakat yang belum maksimal untuk melaksanakan hukuman-hukuman itu. Kedua, materi rajam, hukuman mati bagi pelaku riddah dan potong tangan yang tidak sejalan dengan hukum acara yang telah ada sebelumnya. Ketiga, adanya pengaruh perbedaan pendapat ulama (disparitas) dalam konteks fikih tentang hukuman-hukuman itu dalam proses perumusan qanun. Keempat, adanya keyakinan para pembahas bahwa penegakan hukum pidana Islam dalam Qanun Aceh memerlukan pentahapan (tadarruj).