{"title":"宪法第93号/Puu-X/2012号","authors":"Gunawan Raka","doi":"10.25041/CEPALO.V2NO1.1762","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dualisme hukum adalah prinsip yang harus dihindari untuk menghindari kekacauan hukum (legal disorder) dan untuk menciptakan tatanan hukum. Inilah yang terjadi antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Bank Syariah. Setelah dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012, ini memberikan solusi positif bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012 menjelaskan bahwa: (a) dalam Pengadilan Agama, penyelesaian perselisihan perbankan syariah adalah kedaulatan tetap menurut Mahkamah, (b) dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa pihak-pihak yang masuk ke dalam kegiatan Perbankan Syariah (bank dan klien Islam) dapat memilih forum dan ini harus secara jelas dinyatakan dalam perjanjian, (c) ketika membuat perjanjian (perjanjian) harus ada perjanjian antara kedua pihak dan mungkin tidak kontroversial dengan aturan hukum undangan yang sudah ditentukan sebelumnya. Implikasi hukum dari penerbitan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93 / PUU-X / 2012 adalah bahwa: (a) litigasi syariah tentang penyelesaian perselisihan bank menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam ruang lingkup pengadilan agama, (b) para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah, dan badan arbitrase lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk mencari data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dan penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif karena berhubungan dengan permasalahan penelitian. ","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"25 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-08-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Dualisme Kewenangan Peradilan dalam Sengketa Perbankan Syariah Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/Puu-X/2012\",\"authors\":\"Gunawan Raka\",\"doi\":\"10.25041/CEPALO.V2NO1.1762\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Dualisme hukum adalah prinsip yang harus dihindari untuk menghindari kekacauan hukum (legal disorder) dan untuk menciptakan tatanan hukum. Inilah yang terjadi antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Bank Syariah. Setelah dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012, ini memberikan solusi positif bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012 menjelaskan bahwa: (a) dalam Pengadilan Agama, penyelesaian perselisihan perbankan syariah adalah kedaulatan tetap menurut Mahkamah, (b) dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa pihak-pihak yang masuk ke dalam kegiatan Perbankan Syariah (bank dan klien Islam) dapat memilih forum dan ini harus secara jelas dinyatakan dalam perjanjian, (c) ketika membuat perjanjian (perjanjian) harus ada perjanjian antara kedua pihak dan mungkin tidak kontroversial dengan aturan hukum undangan yang sudah ditentukan sebelumnya. Implikasi hukum dari penerbitan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93 / PUU-X / 2012 adalah bahwa: (a) litigasi syariah tentang penyelesaian perselisihan bank menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam ruang lingkup pengadilan agama, (b) para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah, dan badan arbitrase lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk mencari data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dan penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif karena berhubungan dengan permasalahan penelitian. \",\"PeriodicalId\":52705,\"journal\":{\"name\":\"Cepalo\",\"volume\":\"25 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-08-28\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Cepalo\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.25041/CEPALO.V2NO1.1762\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Cepalo","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25041/CEPALO.V2NO1.1762","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Dualisme Kewenangan Peradilan dalam Sengketa Perbankan Syariah Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/Puu-X/2012
Dualisme hukum adalah prinsip yang harus dihindari untuk menghindari kekacauan hukum (legal disorder) dan untuk menciptakan tatanan hukum. Inilah yang terjadi antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Bank Syariah. Setelah dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012, ini memberikan solusi positif bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012 menjelaskan bahwa: (a) dalam Pengadilan Agama, penyelesaian perselisihan perbankan syariah adalah kedaulatan tetap menurut Mahkamah, (b) dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa pihak-pihak yang masuk ke dalam kegiatan Perbankan Syariah (bank dan klien Islam) dapat memilih forum dan ini harus secara jelas dinyatakan dalam perjanjian, (c) ketika membuat perjanjian (perjanjian) harus ada perjanjian antara kedua pihak dan mungkin tidak kontroversial dengan aturan hukum undangan yang sudah ditentukan sebelumnya. Implikasi hukum dari penerbitan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93 / PUU-X / 2012 adalah bahwa: (a) litigasi syariah tentang penyelesaian perselisihan bank menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam ruang lingkup pengadilan agama, (b) para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah, dan badan arbitrase lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk mencari data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dan penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif karena berhubungan dengan permasalahan penelitian.