{"title":"巴布亚政治阻力的掌握和削弱“从背后控制人权”","authors":"Theo Van Den Broek","doi":"10.14203/jmi.v48i1.1177","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dalam refleksi ini kami menguraikan ciri-ciri situasi kemasyarakatan di Papua pada akhir 2022. Situasi dewasa ini sebenarnya adalah hasil dari pola ‘strategi pendekatan keamanan’ yang diterapkan Pemerintah Indonesia selama 3 ½ tahun terakhir ini. Harapan pemerintah, supaya dengan ‘pendekatan keamanan’ konflik di Papua dapat diselesaikan. De facto, yang tercapai: penerapan strategi itu menghasilkan situasi yang sebaliknya, yakni: konflik tidak diselesaikan, melainkan menjadi jauh lebih kompleks dan sulit diatasi. Strategi pendekatan keamanan ternyata disertai dengan suatu eskalasi kekerasan yang tidak saja mengancam hidup fisik banyak warga, namun juga mempunyai dampak sangat negatif atas sejumlah sektor hidup bermasyarakat (termasuk: sektor penerapan hukum, sektor kebebasan pengungkapan pendapat dan berkumpul, sektor demokrasi, dan sektor kependudukan). Setelah 3 ½ tahun mengungguli pendekatan keamanan, ternyata masyarakat Papua, secara khusus masyarakat asli Papua, merasa diantar memasuki jalan buntu. Suatu suasana di mana tidak ada titik terang lagi akan suatu penyelesaian permasalahannya secara bermartabat. Untuk membuka jalan menuju suatu penyelesaian permasalahan dengan baik dan damai, perlu kita [1] menghilangkan dampak negatif dari kebijakan selama 3 ½ tahun itu, dan [2] kesediaan semua pihak untuk menunjukkan suatu ‘political will’ yang betul dan membuka diri untuk berdialog, termasuk pembahasan aspek politik yang sebenarnya merupakan akar utama permasalahan di Papua.","PeriodicalId":20616,"journal":{"name":"Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia","volume":"4 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-08-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"PENGUASAAN DAN MELUMPUHKAN PERLAWANAN POLITIK PAPUA ‘SOAL HAM DIATUR DARI BELAKANG’\",\"authors\":\"Theo Van Den Broek\",\"doi\":\"10.14203/jmi.v48i1.1177\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Dalam refleksi ini kami menguraikan ciri-ciri situasi kemasyarakatan di Papua pada akhir 2022. Situasi dewasa ini sebenarnya adalah hasil dari pola ‘strategi pendekatan keamanan’ yang diterapkan Pemerintah Indonesia selama 3 ½ tahun terakhir ini. Harapan pemerintah, supaya dengan ‘pendekatan keamanan’ konflik di Papua dapat diselesaikan. De facto, yang tercapai: penerapan strategi itu menghasilkan situasi yang sebaliknya, yakni: konflik tidak diselesaikan, melainkan menjadi jauh lebih kompleks dan sulit diatasi. Strategi pendekatan keamanan ternyata disertai dengan suatu eskalasi kekerasan yang tidak saja mengancam hidup fisik banyak warga, namun juga mempunyai dampak sangat negatif atas sejumlah sektor hidup bermasyarakat (termasuk: sektor penerapan hukum, sektor kebebasan pengungkapan pendapat dan berkumpul, sektor demokrasi, dan sektor kependudukan). Setelah 3 ½ tahun mengungguli pendekatan keamanan, ternyata masyarakat Papua, secara khusus masyarakat asli Papua, merasa diantar memasuki jalan buntu. Suatu suasana di mana tidak ada titik terang lagi akan suatu penyelesaian permasalahannya secara bermartabat. Untuk membuka jalan menuju suatu penyelesaian permasalahan dengan baik dan damai, perlu kita [1] menghilangkan dampak negatif dari kebijakan selama 3 ½ tahun itu, dan [2] kesediaan semua pihak untuk menunjukkan suatu ‘political will’ yang betul dan membuka diri untuk berdialog, termasuk pembahasan aspek politik yang sebenarnya merupakan akar utama permasalahan di Papua.\",\"PeriodicalId\":20616,\"journal\":{\"name\":\"Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia\",\"volume\":\"4 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-08-08\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14203/jmi.v48i1.1177\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14203/jmi.v48i1.1177","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
PENGUASAAN DAN MELUMPUHKAN PERLAWANAN POLITIK PAPUA ‘SOAL HAM DIATUR DARI BELAKANG’
Dalam refleksi ini kami menguraikan ciri-ciri situasi kemasyarakatan di Papua pada akhir 2022. Situasi dewasa ini sebenarnya adalah hasil dari pola ‘strategi pendekatan keamanan’ yang diterapkan Pemerintah Indonesia selama 3 ½ tahun terakhir ini. Harapan pemerintah, supaya dengan ‘pendekatan keamanan’ konflik di Papua dapat diselesaikan. De facto, yang tercapai: penerapan strategi itu menghasilkan situasi yang sebaliknya, yakni: konflik tidak diselesaikan, melainkan menjadi jauh lebih kompleks dan sulit diatasi. Strategi pendekatan keamanan ternyata disertai dengan suatu eskalasi kekerasan yang tidak saja mengancam hidup fisik banyak warga, namun juga mempunyai dampak sangat negatif atas sejumlah sektor hidup bermasyarakat (termasuk: sektor penerapan hukum, sektor kebebasan pengungkapan pendapat dan berkumpul, sektor demokrasi, dan sektor kependudukan). Setelah 3 ½ tahun mengungguli pendekatan keamanan, ternyata masyarakat Papua, secara khusus masyarakat asli Papua, merasa diantar memasuki jalan buntu. Suatu suasana di mana tidak ada titik terang lagi akan suatu penyelesaian permasalahannya secara bermartabat. Untuk membuka jalan menuju suatu penyelesaian permasalahan dengan baik dan damai, perlu kita [1] menghilangkan dampak negatif dari kebijakan selama 3 ½ tahun itu, dan [2] kesediaan semua pihak untuk menunjukkan suatu ‘political will’ yang betul dan membuka diri untuk berdialog, termasuk pembahasan aspek politik yang sebenarnya merupakan akar utama permasalahan di Papua.