The Power of Exclusion in Agrarian Conflict of Bangko-Bangko National Natural Park, West Lombok

Abstrak Pencegahan dan pembatasan akses (eksklusi) lahan merupakan inti dari persoalan  sengketa agraria di Indonesia. Beberapa kajian sebelumnya cenderung melihat negara  dan korporasi sebagai aktor yang mendorong proses eksklusi, sementara alasan di baliknya  digerakkan oleh kepentingan modal semata. Namun, pada kenyataannya proses eksklusi  juga digerakkan oleh tujuan-tujuan lain yakni alasan konservasi dan penyelamatan  lingkungan. Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi kasus sengketa agraria yang digerakkan  oleh persoalan konservasi di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Bangko-Bangko,  dianalisis menggunakan konsep kuasa eksklusi (Hall et al. 2011). Dengan menggunakan  metode penelitian kualitatif, data-data penelitian dikumpulkan melalui observasi,  wawancara mendalam, dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa  proses eksklusi yang menyebabkan sengketa agraria di kawasan tersebut didorong oleh 3  (tiga) bentuk kuasa: regulasi, paksaan, dan legitimasi. Ragam kepengaturan, secara sinergis  dengan legitimasi berbasis konservasi dan cara-cara paksaan, digunakan oleh negara untuk  mengamankan klaim atas TWA Bangko-Bangko, sekaligus mencegah akses penduduk  lokal mendiami kawasan tersebut. Konsekuensinya, resistensi muncul dari masyarakat  dengan mengusung narasi ‘masyarakat asli’ sebagai legitimasi tandingan dalam rangka  merebut kembali hak dan kedaulatan atas tanah.dari negara.  Abstract Land exclusion (prevention and restriction of access) plays an important role in triggering  agrarian conf licts in Indonesia. Previous studies tended to see the state and private  companies as the main actors driving the exclusion process, while the reasons behind  it were merely caused by the capital. However, the process of exclusion is also led by  forestry and nature conservation. This paper aims to explore the case of agrarian conflicts  that occur in the Bangko-Bangko National Natural Park, by examining the power of  exclusion as a conceptual framework (Hall et al. 2011). By using qualitative research  methods, the data were collected through observation techniques, in-depth interviews, and  documentation studies. This study reveals that the exclusionary processes are primarily  driven by 3 types of power: regulation, force, and legitimation. Regulation is carried out  by the state, synergistically with the legitimation of conservation (by the notion of the  common good) and the use of repressive means, to secure claim over Bangko-Bangko and  prevent local people’ access to the area. The local community has found themselves were  tried to exclude from the land they claimed as their own—by using the legitimation of  indigenous people—and have resisted this claim from the state.