{"title":"基于身体和社会身份的合作策略管理","authors":"Eusabius Separera Niron","doi":"10.36859/jcp.v7i1.1503","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Politik desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia memberikan kesempatan kepada Pemda untuk mengembangkan aset dan potensi yang dimiliki. Sebagai daerah otonom, Kota Kupang memiliki aset dan potensi untuk dikembangkan sebagai simbol identitasnya untuk tujuan wisata sejarah kota. Usia Kota Kupang tidak muda lagi. Bukti sejarahnya adalah keberadaan benteng Concordia (1640). Kota Kupang membutuhkan revitalisasi ruang agar pengelolaan aset Kota Pusaka dan Kota Karang yang ditumbuhi pohon Sepe, berkelanjutan berbasis pariwisata dan ekonomi-kreatif. Artikel ini bertujuan menganalisis tata ruang Kota Kupang berbasis identitas fisik dan sosial-budaya, serta memberikan rekomendasi kebijakan revitalisasi ruang Kota untuk menciptakan simbol identitas sebagai salah Kota Pusaka dan Kota Karang Sepe di Indonesia. Melalui studi kepustakan, tulisan ini berargumen bahwa, Pertama, banyak bangunan bersejarah peninggalan Belanda, Jepang dan Portugis yang tidak terawat dan tidak berfungsi serta tidak tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya. Kedua, status kepemilikan gedung bersejarah masih menjadi masalah yang belum dicari solusinya oleh para pengambil kebijakan mulai dari Pemprov NTT, Pemkot Kupang dan Pemkab Kupang agar Kawasan Kota Lama Kupang tetap lestari. Ketiga, belum ada upaya penanaman jenis tanaman khas seperti pohon Sepe di area publik. Keempat, belum ada komitmen politik dari Pemkot Kupang untuk melakukan revitalisasi ruang publik berbasis identitas fisik dan sosial-budaya.","PeriodicalId":34777,"journal":{"name":"Jurnal Caraka Prabu","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"POLITIK PENATAAN RUANG KOTA KUPANG BERBASIS IDENTITAS FISIK DAN SOSIAL-BUDAYA\",\"authors\":\"Eusabius Separera Niron\",\"doi\":\"10.36859/jcp.v7i1.1503\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Politik desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia memberikan kesempatan kepada Pemda untuk mengembangkan aset dan potensi yang dimiliki. Sebagai daerah otonom, Kota Kupang memiliki aset dan potensi untuk dikembangkan sebagai simbol identitasnya untuk tujuan wisata sejarah kota. Usia Kota Kupang tidak muda lagi. Bukti sejarahnya adalah keberadaan benteng Concordia (1640). Kota Kupang membutuhkan revitalisasi ruang agar pengelolaan aset Kota Pusaka dan Kota Karang yang ditumbuhi pohon Sepe, berkelanjutan berbasis pariwisata dan ekonomi-kreatif. Artikel ini bertujuan menganalisis tata ruang Kota Kupang berbasis identitas fisik dan sosial-budaya, serta memberikan rekomendasi kebijakan revitalisasi ruang Kota untuk menciptakan simbol identitas sebagai salah Kota Pusaka dan Kota Karang Sepe di Indonesia. Melalui studi kepustakan, tulisan ini berargumen bahwa, Pertama, banyak bangunan bersejarah peninggalan Belanda, Jepang dan Portugis yang tidak terawat dan tidak berfungsi serta tidak tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya. Kedua, status kepemilikan gedung bersejarah masih menjadi masalah yang belum dicari solusinya oleh para pengambil kebijakan mulai dari Pemprov NTT, Pemkot Kupang dan Pemkab Kupang agar Kawasan Kota Lama Kupang tetap lestari. Ketiga, belum ada upaya penanaman jenis tanaman khas seperti pohon Sepe di area publik. Keempat, belum ada komitmen politik dari Pemkot Kupang untuk melakukan revitalisasi ruang publik berbasis identitas fisik dan sosial-budaya.\",\"PeriodicalId\":34777,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Caraka Prabu\",\"volume\":null,\"pages\":null},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-06-26\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Caraka Prabu\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.36859/jcp.v7i1.1503\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Caraka Prabu","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.36859/jcp.v7i1.1503","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
POLITIK PENATAAN RUANG KOTA KUPANG BERBASIS IDENTITAS FISIK DAN SOSIAL-BUDAYA
Politik desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia memberikan kesempatan kepada Pemda untuk mengembangkan aset dan potensi yang dimiliki. Sebagai daerah otonom, Kota Kupang memiliki aset dan potensi untuk dikembangkan sebagai simbol identitasnya untuk tujuan wisata sejarah kota. Usia Kota Kupang tidak muda lagi. Bukti sejarahnya adalah keberadaan benteng Concordia (1640). Kota Kupang membutuhkan revitalisasi ruang agar pengelolaan aset Kota Pusaka dan Kota Karang yang ditumbuhi pohon Sepe, berkelanjutan berbasis pariwisata dan ekonomi-kreatif. Artikel ini bertujuan menganalisis tata ruang Kota Kupang berbasis identitas fisik dan sosial-budaya, serta memberikan rekomendasi kebijakan revitalisasi ruang Kota untuk menciptakan simbol identitas sebagai salah Kota Pusaka dan Kota Karang Sepe di Indonesia. Melalui studi kepustakan, tulisan ini berargumen bahwa, Pertama, banyak bangunan bersejarah peninggalan Belanda, Jepang dan Portugis yang tidak terawat dan tidak berfungsi serta tidak tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya. Kedua, status kepemilikan gedung bersejarah masih menjadi masalah yang belum dicari solusinya oleh para pengambil kebijakan mulai dari Pemprov NTT, Pemkot Kupang dan Pemkab Kupang agar Kawasan Kota Lama Kupang tetap lestari. Ketiga, belum ada upaya penanaman jenis tanaman khas seperti pohon Sepe di area publik. Keempat, belum ada komitmen politik dari Pemkot Kupang untuk melakukan revitalisasi ruang publik berbasis identitas fisik dan sosial-budaya.