{"title":"Pancasila州法律语境下不同宗教婚姻的法律分析","authors":"Budiarti Budiarti","doi":"10.21154/justicia.v15i1.1362","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This article explores the juridical analysis of interfaith marriage with the maqashid al-syari'ah approach in the context of the Pancasila of the rule of law. The results of the study confirm that the value of maqashid al-syari'ah animates the substance of Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 of Marriage. Juridical products on marriage by making religion a legal requirement of marriage and the legitimacy of the state through administrative action are not discriminatory actions and do not violate the basic rights of citizens. Even affirming the functional relationship between religion and the state in the context Pancasila of the rule of law. As well, in the views of religious assemblies, namely MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, and MATAKIN. The religious assemblies are of the view, interfaith marriage is not an ideal marriage according to the teachings of each religion. The implication of this study is that it is necessary to pay attention to religious values in formulating a juridical product towards a responsive legal product. In addition, it is necessary to take preventive measures and advocate for the community early so that there will no longer be interfaith marriages in order to realize legal certainty for couples who have carried out marriage. Artikel ini mengeksplorasi tentang analisis yuridis perkawinan beda agama dengan pendekatan maqashid al-syari’ah dalam konteks negara hukum Pancasila. Hasil kajian menegaskan bahwa nilai maqashid al-syari’ahmenjiwai substansi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Produk yuridis tentang perkawinan dengan menjadikan agama sebagai syarat sahnya perkawinan serta legitimasi negara melalui tindakan administratif, bukanlah tindakan diskriminatif dan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara. Bahkan mengukuhkan relasi fungsional antara agama dan negaradalam konteks negara hukum Pancasila. Demikian pula dalam pandangan majelis-majelis agama, yaitu MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, dan MATAKIN. Majelis-majelis agama tersebut berpandangan, perkawinan beda agama bukanlah perkawinan yang ideal menurut ajaran masing-masing agama. Implikasi dari kajian ini bahwa perlu memerhatikan nilai-nilai agama dalam merumuskan suatu produk yuridis menuju suatu produk hukum responsif. Selain itu, perlu upaya preventif dan mengadvokasi masyarakat secara dini agar tidak lagi terjadi perkawinan beda agama demi mewujudkan kepastian hukum bagi pasangan yang telah melaksanakan perkawinan.","PeriodicalId":31294,"journal":{"name":"Justicia Islamica","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":"{\"title\":\"Analisis Yuridis Perkawinan Beda Agama dengan Pendekatan Maqashid Al-Syariah dalam Konteks Negara Hukum Pancasila\",\"authors\":\"Budiarti Budiarti\",\"doi\":\"10.21154/justicia.v15i1.1362\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"This article explores the juridical analysis of interfaith marriage with the maqashid al-syari'ah approach in the context of the Pancasila of the rule of law. The results of the study confirm that the value of maqashid al-syari'ah animates the substance of Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 of Marriage. Juridical products on marriage by making religion a legal requirement of marriage and the legitimacy of the state through administrative action are not discriminatory actions and do not violate the basic rights of citizens. Even affirming the functional relationship between religion and the state in the context Pancasila of the rule of law. As well, in the views of religious assemblies, namely MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, and MATAKIN. The religious assemblies are of the view, interfaith marriage is not an ideal marriage according to the teachings of each religion. The implication of this study is that it is necessary to pay attention to religious values in formulating a juridical product towards a responsive legal product. In addition, it is necessary to take preventive measures and advocate for the community early so that there will no longer be interfaith marriages in order to realize legal certainty for couples who have carried out marriage. Artikel ini mengeksplorasi tentang analisis yuridis perkawinan beda agama dengan pendekatan maqashid al-syari’ah dalam konteks negara hukum Pancasila. Hasil kajian menegaskan bahwa nilai maqashid al-syari’ahmenjiwai substansi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Produk yuridis tentang perkawinan dengan menjadikan agama sebagai syarat sahnya perkawinan serta legitimasi negara melalui tindakan administratif, bukanlah tindakan diskriminatif dan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara. Bahkan mengukuhkan relasi fungsional antara agama dan negaradalam konteks negara hukum Pancasila. Demikian pula dalam pandangan majelis-majelis agama, yaitu MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, dan MATAKIN. Majelis-majelis agama tersebut berpandangan, perkawinan beda agama bukanlah perkawinan yang ideal menurut ajaran masing-masing agama. Implikasi dari kajian ini bahwa perlu memerhatikan nilai-nilai agama dalam merumuskan suatu produk yuridis menuju suatu produk hukum responsif. Selain itu, perlu upaya preventif dan mengadvokasi masyarakat secara dini agar tidak lagi terjadi perkawinan beda agama demi mewujudkan kepastian hukum bagi pasangan yang telah melaksanakan perkawinan.\",\"PeriodicalId\":31294,\"journal\":{\"name\":\"Justicia Islamica\",\"volume\":\" \",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-12-29\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"3\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Justicia Islamica\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.21154/justicia.v15i1.1362\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Justicia Islamica","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21154/justicia.v15i1.1362","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
摘要
本文在法治潘卡西拉的背景下,用伊斯兰教的方法对跨宗教婚姻进行了司法分析。研究结果证实,maqashid al-syari'ah的价值使Undang-Undang第1号《婚姻》的内容充满活力。通过将宗教作为婚姻的法定要求,通过行政行为实现国家的合法性,对婚姻的司法产品不是歧视行为,也不侵犯公民的基本权利。甚至在潘卡西拉的法治语境中肯定了宗教与国家的功能关系。同样,在宗教集会的观点中,即MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI和MATAKIN。宗教团体认为,根据每个宗教的教义,跨宗教婚姻不是理想的婚姻。这项研究的含义是,有必要在制定司法产品时注意宗教价值,以应对法律产品。此外,有必要及早采取预防措施,并在社会上进行宣传,使跨宗教婚姻不再存在,从而使已经结婚的夫妇获得法律上的确定性。这是一种新的分析方法,它可以帮助我们更好地了解未来的发展趋势,并帮助我们更好地了解未来。Hasil kajian menegaskan bahwa nilai maqashid al-syari 'ahmenjiwai物质Undang-Undang 1号Tahun 1974 tenang Perkawinan。行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官,行政长官。Bahkan mengukuhkan relasi funsional antara agama dan negaradalam konteks negara hukum Pancasila。Demikian pula dalam pandangan majelis-majelis agama, yaitu MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, dan MATAKIN。Majelis-majelis agama tersebut berpandangan, perkawinan beda agama bukanlah perkawinan yang理想的menuut ajaran masing- masama。Implikasi dari kajian ini bahwa perlu memerhatikan nilai-nilai agama dalam merumuskan suatu product yuridis menuju suatu product hukum响应。这是一种预防疾病的方法,它可以预防疾病的发生,也可以预防疾病的发生。
Analisis Yuridis Perkawinan Beda Agama dengan Pendekatan Maqashid Al-Syariah dalam Konteks Negara Hukum Pancasila
This article explores the juridical analysis of interfaith marriage with the maqashid al-syari'ah approach in the context of the Pancasila of the rule of law. The results of the study confirm that the value of maqashid al-syari'ah animates the substance of Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 of Marriage. Juridical products on marriage by making religion a legal requirement of marriage and the legitimacy of the state through administrative action are not discriminatory actions and do not violate the basic rights of citizens. Even affirming the functional relationship between religion and the state in the context Pancasila of the rule of law. As well, in the views of religious assemblies, namely MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, and MATAKIN. The religious assemblies are of the view, interfaith marriage is not an ideal marriage according to the teachings of each religion. The implication of this study is that it is necessary to pay attention to religious values in formulating a juridical product towards a responsive legal product. In addition, it is necessary to take preventive measures and advocate for the community early so that there will no longer be interfaith marriages in order to realize legal certainty for couples who have carried out marriage. Artikel ini mengeksplorasi tentang analisis yuridis perkawinan beda agama dengan pendekatan maqashid al-syari’ah dalam konteks negara hukum Pancasila. Hasil kajian menegaskan bahwa nilai maqashid al-syari’ahmenjiwai substansi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Produk yuridis tentang perkawinan dengan menjadikan agama sebagai syarat sahnya perkawinan serta legitimasi negara melalui tindakan administratif, bukanlah tindakan diskriminatif dan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara. Bahkan mengukuhkan relasi fungsional antara agama dan negaradalam konteks negara hukum Pancasila. Demikian pula dalam pandangan majelis-majelis agama, yaitu MUI, PGI, KWI, WALUBI, PHDI, dan MATAKIN. Majelis-majelis agama tersebut berpandangan, perkawinan beda agama bukanlah perkawinan yang ideal menurut ajaran masing-masing agama. Implikasi dari kajian ini bahwa perlu memerhatikan nilai-nilai agama dalam merumuskan suatu produk yuridis menuju suatu produk hukum responsif. Selain itu, perlu upaya preventif dan mengadvokasi masyarakat secara dini agar tidak lagi terjadi perkawinan beda agama demi mewujudkan kepastian hukum bagi pasangan yang telah melaksanakan perkawinan.