{"title":"对北雅加达地区法院第 423/Pdt./2023/Pn Jkt.Utr 号判决的审查,该判决涉及在 2023 年第 2 号 \"塞马\"(Sema)法案颁布后实施不同信仰间婚姻的问题","authors":"S. Suryono, Ani Yumarni, Rizal Syamsul Ma’arif","doi":"10.59141/comserva.v3i09.1144","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pada umumnya, setiap orang ingin menikah dengan pasangan yang seagama agar mereka dapat membangun dan mendidik keluarga dengan agama yang sama. Namun, faktanya, perkawinan antara agama berbeda sering terjadi di masyarkat karena interaksi dan pergaulan antar manusia yang tidak terbatas, terutama karena Indonesia adalah negara yang majemuk yang memiliki banyak penganut agama. Dalam Pasal 28B Ayat (1) dari Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini dapat berarti bahwa perkawinan yang sah harus dilakukan menurut agama dan kepercayaan yang sama bukan berlainan. Namun, beberapa hakim di pengadilan negeri mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Dalam Putusan Mahamah Konstitusi Nomor 68/PUU/XII/2014, Mahkamah Konstitusi dengan tegas menolak perkawinan beda agama, dan Mahkamah Agung juga menerbitkan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Petunjuk bagi hakim dalam mengadili kasus permohonan pencatatan perkawinan antar orang yang berbeda agama.","PeriodicalId":138026,"journal":{"name":"COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat","volume":"26 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Kajian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 423/Pdt./2023/Pn Jkt.Utr Tentang Pelaksanaan Perawinan Beda Agama Pasca Pemberlakuan Sema Nomor 2 Tahun 2023\",\"authors\":\"S. Suryono, Ani Yumarni, Rizal Syamsul Ma’arif\",\"doi\":\"10.59141/comserva.v3i09.1144\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Pada umumnya, setiap orang ingin menikah dengan pasangan yang seagama agar mereka dapat membangun dan mendidik keluarga dengan agama yang sama. Namun, faktanya, perkawinan antara agama berbeda sering terjadi di masyarkat karena interaksi dan pergaulan antar manusia yang tidak terbatas, terutama karena Indonesia adalah negara yang majemuk yang memiliki banyak penganut agama. Dalam Pasal 28B Ayat (1) dari Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini dapat berarti bahwa perkawinan yang sah harus dilakukan menurut agama dan kepercayaan yang sama bukan berlainan. Namun, beberapa hakim di pengadilan negeri mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Dalam Putusan Mahamah Konstitusi Nomor 68/PUU/XII/2014, Mahkamah Konstitusi dengan tegas menolak perkawinan beda agama, dan Mahkamah Agung juga menerbitkan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Petunjuk bagi hakim dalam mengadili kasus permohonan pencatatan perkawinan antar orang yang berbeda agama.\",\"PeriodicalId\":138026,\"journal\":{\"name\":\"COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat\",\"volume\":\"26 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2024-01-23\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.59141/comserva.v3i09.1144\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.59141/comserva.v3i09.1144","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Kajian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 423/Pdt./2023/Pn Jkt.Utr Tentang Pelaksanaan Perawinan Beda Agama Pasca Pemberlakuan Sema Nomor 2 Tahun 2023
Pada umumnya, setiap orang ingin menikah dengan pasangan yang seagama agar mereka dapat membangun dan mendidik keluarga dengan agama yang sama. Namun, faktanya, perkawinan antara agama berbeda sering terjadi di masyarkat karena interaksi dan pergaulan antar manusia yang tidak terbatas, terutama karena Indonesia adalah negara yang majemuk yang memiliki banyak penganut agama. Dalam Pasal 28B Ayat (1) dari Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini dapat berarti bahwa perkawinan yang sah harus dilakukan menurut agama dan kepercayaan yang sama bukan berlainan. Namun, beberapa hakim di pengadilan negeri mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Dalam Putusan Mahamah Konstitusi Nomor 68/PUU/XII/2014, Mahkamah Konstitusi dengan tegas menolak perkawinan beda agama, dan Mahkamah Agung juga menerbitkan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Petunjuk bagi hakim dalam mengadili kasus permohonan pencatatan perkawinan antar orang yang berbeda agama.