{"title":"从叙事角度重读圣训的起源","authors":"Hatib Rachmawan","doi":"10.62281/v2i2.150","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Muslim periode awal memahami sunnah dengan cara dan metode yang berbeda dengan kita. Dengan begitu pemahaman terhadap sunnah menjadi sangat dinamis, tergantung periodeisasi yang dilaluinya. Dinamika sunnah dalam rentang sejarah tersebut menimbulkan satu permasalahan yang sangat penting, yakni otentisitas atau asal-usul kelahirannya, bersumber dari Nabi atau bukan. Sebagian orientalis meyakini bahwa hadis tidak bersumber dari Nabi, melainkan diciptakan oleh generasi ketiga setelah Nabi. Ulama tradisional kemudian membantahnya dengan bukti sejarah, bahwa pencatatan hadis sudah ada sejak Nabi masih hidup. Namun jawaban tersebut masih menyisakan beberapa problem lagi, yakni kalau pencatat sudah ada sejak awal, apakah hal tersebut menandakan hadis setara dengan Al-Qur’an? Mengapa dalam hadis-hadis mutawatir memiliki perbedaan lafadz yang sangat banyak? Mengapa periwayatan bil m’na jauh lebih banyak ketimbang periwayatan bil lafdzi?. Fakta-fakta seperti itu tidak dapat dibantah. Oleh sebab itu dalam memahami sunnah Nabi tidak dapat menggunakan satu disiplin ilmu dari ulumul hadis saja. Sebab hadis yang sampai kepada kita, telah menjadi sebuah narasi, yang beririsan dengan ilmu sejarah, bahasa, dan komunikasi. Artikel ini mencoba membaca ulang sunnah dalam perspektif narasi, yang tujuannya untuk menyegarkan kembali pemahaman pembaca kontemporer mengenai sunnah.","PeriodicalId":517107,"journal":{"name":"Jurnal Media Akademik (JMA)","volume":"12 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-02-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"MEMBACA ULANG ASAL USUL HADIS DALAM PERSPEKTIF NARASI\",\"authors\":\"Hatib Rachmawan\",\"doi\":\"10.62281/v2i2.150\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Muslim periode awal memahami sunnah dengan cara dan metode yang berbeda dengan kita. Dengan begitu pemahaman terhadap sunnah menjadi sangat dinamis, tergantung periodeisasi yang dilaluinya. Dinamika sunnah dalam rentang sejarah tersebut menimbulkan satu permasalahan yang sangat penting, yakni otentisitas atau asal-usul kelahirannya, bersumber dari Nabi atau bukan. Sebagian orientalis meyakini bahwa hadis tidak bersumber dari Nabi, melainkan diciptakan oleh generasi ketiga setelah Nabi. Ulama tradisional kemudian membantahnya dengan bukti sejarah, bahwa pencatatan hadis sudah ada sejak Nabi masih hidup. Namun jawaban tersebut masih menyisakan beberapa problem lagi, yakni kalau pencatat sudah ada sejak awal, apakah hal tersebut menandakan hadis setara dengan Al-Qur’an? Mengapa dalam hadis-hadis mutawatir memiliki perbedaan lafadz yang sangat banyak? Mengapa periwayatan bil m’na jauh lebih banyak ketimbang periwayatan bil lafdzi?. Fakta-fakta seperti itu tidak dapat dibantah. Oleh sebab itu dalam memahami sunnah Nabi tidak dapat menggunakan satu disiplin ilmu dari ulumul hadis saja. Sebab hadis yang sampai kepada kita, telah menjadi sebuah narasi, yang beririsan dengan ilmu sejarah, bahasa, dan komunikasi. Artikel ini mencoba membaca ulang sunnah dalam perspektif narasi, yang tujuannya untuk menyegarkan kembali pemahaman pembaca kontemporer mengenai sunnah.\",\"PeriodicalId\":517107,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Media Akademik (JMA)\",\"volume\":\"12 5\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2024-02-03\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Media Akademik (JMA)\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.62281/v2i2.150\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Media Akademik (JMA)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.62281/v2i2.150","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
MEMBACA ULANG ASAL USUL HADIS DALAM PERSPEKTIF NARASI
Muslim periode awal memahami sunnah dengan cara dan metode yang berbeda dengan kita. Dengan begitu pemahaman terhadap sunnah menjadi sangat dinamis, tergantung periodeisasi yang dilaluinya. Dinamika sunnah dalam rentang sejarah tersebut menimbulkan satu permasalahan yang sangat penting, yakni otentisitas atau asal-usul kelahirannya, bersumber dari Nabi atau bukan. Sebagian orientalis meyakini bahwa hadis tidak bersumber dari Nabi, melainkan diciptakan oleh generasi ketiga setelah Nabi. Ulama tradisional kemudian membantahnya dengan bukti sejarah, bahwa pencatatan hadis sudah ada sejak Nabi masih hidup. Namun jawaban tersebut masih menyisakan beberapa problem lagi, yakni kalau pencatat sudah ada sejak awal, apakah hal tersebut menandakan hadis setara dengan Al-Qur’an? Mengapa dalam hadis-hadis mutawatir memiliki perbedaan lafadz yang sangat banyak? Mengapa periwayatan bil m’na jauh lebih banyak ketimbang periwayatan bil lafdzi?. Fakta-fakta seperti itu tidak dapat dibantah. Oleh sebab itu dalam memahami sunnah Nabi tidak dapat menggunakan satu disiplin ilmu dari ulumul hadis saja. Sebab hadis yang sampai kepada kita, telah menjadi sebuah narasi, yang beririsan dengan ilmu sejarah, bahasa, dan komunikasi. Artikel ini mencoba membaca ulang sunnah dalam perspektif narasi, yang tujuannya untuk menyegarkan kembali pemahaman pembaca kontemporer mengenai sunnah.