{"title":"家庭可持续发展中继承人去世前遗产分配的功能主义","authors":"Muchamad Imron, Miftahul Huda","doi":"10.18860/jfs.v7i4.6173","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dalam penulisan artikel ini, penulis bermaksud membahas bagaimana pembagian waris menjadi hal penting untuk dipahami dengan benar untuk menghindari pembelaan waris dalam keluarga. Hukum waris telah diatur secara rinci di dalam al-Qur'an dan hadits, dimana waris diedarkan ketika pewaris telah meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Meskipun demikian, pada masyarakat pada umumnya membagikan warisannya ketika masih hidup untuk dimanfaatkan oleh ahli waris, hal tersebut menurut hukum Islam tidak bisa disebut waris tetapi disebut dengan hubah karena hal tersebut tidak memenuhi rukun waris. Artikel ini menggunakan fungsionalisme dimana teori ini adalah suatu teori sosial yang menganggap masyarakat sebagai suatu sistem kompleks yang berfungsi dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan keluarga. Khususnya melalui perspektif Émile Durkheim dan analogi organik dimana masyarakat terbentuk dari struktur aturan budaya yaitu keyakinan dan praktik yang sudah mapan. Dalam analisis fungsionalisme, penulis menyimpulkan bahwa, Pembagian waris seperti yang dijelaskan di atas, yaitu harta warisan yang dibagikan lebih awal dengan tujuan menghindari pertikaian pada masa mendatang karena Pembagian harta warisan sudah dibagikan melalui kesepakatan bersama dan melihat dari keberfungsiannya harta tersebut kepada masing-masing ahli waris.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-11-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Fungsionalisme Pembagian Waris Sebelum Pewaris Meninggal Dunia Dalam Keberlanjutan Keluarga\",\"authors\":\"Muchamad Imron, Miftahul Huda\",\"doi\":\"10.18860/jfs.v7i4.6173\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Dalam penulisan artikel ini, penulis bermaksud membahas bagaimana pembagian waris menjadi hal penting untuk dipahami dengan benar untuk menghindari pembelaan waris dalam keluarga. Hukum waris telah diatur secara rinci di dalam al-Qur'an dan hadits, dimana waris diedarkan ketika pewaris telah meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Meskipun demikian, pada masyarakat pada umumnya membagikan warisannya ketika masih hidup untuk dimanfaatkan oleh ahli waris, hal tersebut menurut hukum Islam tidak bisa disebut waris tetapi disebut dengan hubah karena hal tersebut tidak memenuhi rukun waris. Artikel ini menggunakan fungsionalisme dimana teori ini adalah suatu teori sosial yang menganggap masyarakat sebagai suatu sistem kompleks yang berfungsi dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan keluarga. Khususnya melalui perspektif Émile Durkheim dan analogi organik dimana masyarakat terbentuk dari struktur aturan budaya yaitu keyakinan dan praktik yang sudah mapan. Dalam analisis fungsionalisme, penulis menyimpulkan bahwa, Pembagian waris seperti yang dijelaskan di atas, yaitu harta warisan yang dibagikan lebih awal dengan tujuan menghindari pertikaian pada masa mendatang karena Pembagian harta warisan sudah dibagikan melalui kesepakatan bersama dan melihat dari keberfungsiannya harta tersebut kepada masing-masing ahli waris.\",\"PeriodicalId\":509499,\"journal\":{\"name\":\"Sakina: Journal of Family Studies\",\"volume\":\"8 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-11-29\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Sakina: Journal of Family Studies\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i4.6173\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Sakina: Journal of Family Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i4.6173","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Fungsionalisme Pembagian Waris Sebelum Pewaris Meninggal Dunia Dalam Keberlanjutan Keluarga
Dalam penulisan artikel ini, penulis bermaksud membahas bagaimana pembagian waris menjadi hal penting untuk dipahami dengan benar untuk menghindari pembelaan waris dalam keluarga. Hukum waris telah diatur secara rinci di dalam al-Qur'an dan hadits, dimana waris diedarkan ketika pewaris telah meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Meskipun demikian, pada masyarakat pada umumnya membagikan warisannya ketika masih hidup untuk dimanfaatkan oleh ahli waris, hal tersebut menurut hukum Islam tidak bisa disebut waris tetapi disebut dengan hubah karena hal tersebut tidak memenuhi rukun waris. Artikel ini menggunakan fungsionalisme dimana teori ini adalah suatu teori sosial yang menganggap masyarakat sebagai suatu sistem kompleks yang berfungsi dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan keluarga. Khususnya melalui perspektif Émile Durkheim dan analogi organik dimana masyarakat terbentuk dari struktur aturan budaya yaitu keyakinan dan praktik yang sudah mapan. Dalam analisis fungsionalisme, penulis menyimpulkan bahwa, Pembagian waris seperti yang dijelaskan di atas, yaitu harta warisan yang dibagikan lebih awal dengan tujuan menghindari pertikaian pada masa mendatang karena Pembagian harta warisan sudah dibagikan melalui kesepakatan bersama dan melihat dari keberfungsiannya harta tersebut kepada masing-masing ahli waris.