{"title":"根据dusturiyah审查的siyasah dusturiyah,宪法法院法官裁定前罪犯有资格参加选举的法律依据","authors":"Salsah Dila, Syofiaty Lubis","doi":"10.29210/1202323199","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"<p>Penelitian ini bertujuan melihat putusan MK terkait syarat jeda mantan terpidana saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan mengkaji pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah dalam Pilkda ditinjau dari fiqih dusturiyah. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan analisis data deskriptif kualitatif yaitu mengemukakan data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis dengan memakai beberapa kesimpulan sebagai temuan dari hasil penelitian. Hasil penelitian, bahwa dengan batasan tertentu, mantan napi bisa calonkan dirinya jadi kepala daerah dari PMK No 56PUUXVII Tahun 2019 tentang syarat-syarat pencalonan kepala daerah. Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 itu berdasarkan fikih siyasah karena membolehkan mantan koruptor mengajukan diri menjadi kepala daerah karena sudah meminta maaf atas seluruh pelanggarannya sebelumnya dengan menjalani hukuman penjara. Setelah menghabiskan waktunya, seseorang memiliki hak istimewa yang sama terhadap anggota masyarakat lain serta tidak lagi membutuhkan doa, pengakuan dosa, atau bentuk penebusan dosa lainnya. Namun dalam Putusan MK No. 56PUUXVII/2019 selain belum mengedepankan hak mantan terpidana, dengan hak masyarakat pada umumnya. Putusan ini hanya ditunjukan kepada hak dipilih (ketika terpidana hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah) sedang aturan hak memilih tidak terdapat persyaratan khusus maka putusan tersebut lagi lagi masih belum tepat dan sesuai untuk direalisasikan di negara yang menganut sistem demokrasi ini.</p>","PeriodicalId":32711,"journal":{"name":"Jurnal Educatio Jurnal Pendidikan Indonesia","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Legal reasoning hakim mahkamah konstitusi dalam memutuskan syarat jeda mantan terpidana untuk ikut dalam pilkada ditinjau dari siyasah dusturiyah\",\"authors\":\"Salsah Dila, Syofiaty Lubis\",\"doi\":\"10.29210/1202323199\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"<p>Penelitian ini bertujuan melihat putusan MK terkait syarat jeda mantan terpidana saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan mengkaji pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah dalam Pilkda ditinjau dari fiqih dusturiyah. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan analisis data deskriptif kualitatif yaitu mengemukakan data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis dengan memakai beberapa kesimpulan sebagai temuan dari hasil penelitian. Hasil penelitian, bahwa dengan batasan tertentu, mantan napi bisa calonkan dirinya jadi kepala daerah dari PMK No 56PUUXVII Tahun 2019 tentang syarat-syarat pencalonan kepala daerah. Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 itu berdasarkan fikih siyasah karena membolehkan mantan koruptor mengajukan diri menjadi kepala daerah karena sudah meminta maaf atas seluruh pelanggarannya sebelumnya dengan menjalani hukuman penjara. Setelah menghabiskan waktunya, seseorang memiliki hak istimewa yang sama terhadap anggota masyarakat lain serta tidak lagi membutuhkan doa, pengakuan dosa, atau bentuk penebusan dosa lainnya. Namun dalam Putusan MK No. 56PUUXVII/2019 selain belum mengedepankan hak mantan terpidana, dengan hak masyarakat pada umumnya. Putusan ini hanya ditunjukan kepada hak dipilih (ketika terpidana hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah) sedang aturan hak memilih tidak terdapat persyaratan khusus maka putusan tersebut lagi lagi masih belum tepat dan sesuai untuk direalisasikan di negara yang menganut sistem demokrasi ini.</p>\",\"PeriodicalId\":32711,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Educatio Jurnal Pendidikan Indonesia\",\"volume\":\"17 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-09-09\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Educatio Jurnal Pendidikan Indonesia\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.29210/1202323199\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Educatio Jurnal Pendidikan Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29210/1202323199","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
< p >的研究将看到MK关于退休罪犯在竞选区域负责人时的暂停条款判决,以及从fiqih dusturiyah审查到针对前罪犯在选举中担任地方长官的评估。本研究采用定性方法的规范性法律研究,采用定性性数据分析,即陈述所获得的数据和信息,然后根据研究结果的结论进行分析。研究表明,在某些限制下,一名前囚犯可以在2019年由该地区负责人提名为该地区负责人。第56条/PUU-XVII/2019款裁决是基于siyasah允许前腐败者为他之前的所有罪行道歉的理由。在花费了自己的时间之后,一个人对其他社会成员享有同样的特权,不再需要祈祷、忏悔或其他形式的忏悔。然而,根据MK . 56PUUXVII/2019号的判决,目前还没有就前罪犯的基本人权与普通公民的权利进行谈判。这项裁决只显示了选举的权利(当一个罪犯将要竞选县元首时),选举权规则没有特殊的要求,因此在实行这种民主制度的国家,选举的决定仍然是不合适的
Legal reasoning hakim mahkamah konstitusi dalam memutuskan syarat jeda mantan terpidana untuk ikut dalam pilkada ditinjau dari siyasah dusturiyah
Penelitian ini bertujuan melihat putusan MK terkait syarat jeda mantan terpidana saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan mengkaji pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah dalam Pilkda ditinjau dari fiqih dusturiyah. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan analisis data deskriptif kualitatif yaitu mengemukakan data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis dengan memakai beberapa kesimpulan sebagai temuan dari hasil penelitian. Hasil penelitian, bahwa dengan batasan tertentu, mantan napi bisa calonkan dirinya jadi kepala daerah dari PMK No 56PUUXVII Tahun 2019 tentang syarat-syarat pencalonan kepala daerah. Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 itu berdasarkan fikih siyasah karena membolehkan mantan koruptor mengajukan diri menjadi kepala daerah karena sudah meminta maaf atas seluruh pelanggarannya sebelumnya dengan menjalani hukuman penjara. Setelah menghabiskan waktunya, seseorang memiliki hak istimewa yang sama terhadap anggota masyarakat lain serta tidak lagi membutuhkan doa, pengakuan dosa, atau bentuk penebusan dosa lainnya. Namun dalam Putusan MK No. 56PUUXVII/2019 selain belum mengedepankan hak mantan terpidana, dengan hak masyarakat pada umumnya. Putusan ini hanya ditunjukan kepada hak dipilih (ketika terpidana hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah) sedang aturan hak memilih tidak terdapat persyaratan khusus maka putusan tersebut lagi lagi masih belum tepat dan sesuai untuk direalisasikan di negara yang menganut sistem demokrasi ini.