{"title":"根据国际法,国家和飞机制造商对狮航jt610和埃塞俄比亚航空et302事故的责任","authors":"Khansa Aminatuzzahra, Atip Latipulhayat","doi":"10.23920/pjil.v4i2.409","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract \nLion Air JT610 and Ethiopian Airlines ET302 crashes occurred on October 2018 and March 2019 respectively. The main cause of the accident on both flights, which used Boeing 737 MAX 8 aircraft, is the defect on the Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), a new anti-stall system of this aircraft model. Boeing 737 MAX 8 is produced by Boeing Company which resides in the United States. However, passengers on both accidents could not claim compensation from Boeing Company because there is no international law that regulates aircraft manufacturer responsibilities. This research tries to analyze whether passengers can request for compensation to the United States and whether national court rulings or judgments can fill the gap in international law regarding aircraftmanufacturer. The research uses the normative juridical approach with analytical descriptive method. The research uses the library research method, focusing mainly on primary, secondary, and tertiary legal resources. This research found that the current international law could not accommodate the interests of plaintiffs to hold the United States accountable. The usage of forum non conveniens principle at the national courts made it difficult for the plaintiffs to obtain the compensation they are entitled to. Subsequently, the national law applied in each case is different which created a distinction on the compensation received by each plaintiff for the loss they suffered. Author comes into the conclusion that there is a need for the establishment of regulations in international law concerning the responsibilities of aircraft manufacturer. \nKeywords: Aircraft Manufacturer, Forum Non Conveniens, State Responsibility \n \nAbstrak \nKecelakaan pesawat terbang Lion Air JT610 dan Ethiopian Airlines ET302 terjadi pada bulan Oktober 2018 dan Maret 2019 secara berturut-turut. Penyebab utama kecelakaan kedua penerbangan yang menggunakan pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 ialah kerusakan sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), sebuah sistem anti-stall terbaru untuk model pesawat terbang ini. Boeing 737 MAX 8 diproduksi oleh Boeing Company yang berkedudukan di Amerika Serikat. Penumpang pada kedua kecelakaan tidak dapat meminta ganti rugi pada Boeing Company karena belum adanya hukum yang dapat mewadahi penggantian rugi serta tanggung jawab manufaktur pesawat terbang dalam hukum internasional. Penelitian ini akan menganalisis apakah penumpang dapat memintakan ganti rugi kepada Amerika Serikat sebagai negara dan apakah putusan pengadilan nasional dapat mengisi kekosongan hukum internasional terkait manufaktur pesawat terbang. Penelitian dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Tahap penulisan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode studi kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa hukum internasional yang ada saat ini pun belum dapat mewadahi kepentingan penumpang sebagai penggugat untuk dapat meminta pertanggungjawaban kepada Amerika Serikat atas kesalahan manufaktur pesawat terbang. Selain itu, munculnya prinsip forum non conveniens pada level nasional mempersulit penggugat untuk mendapatkan ganti rugi pada pengadilan nasional. Hukum nasional yang diterapkan pada tiap kasus pun berbeda sehingga muncul kesenjangan mengenai ganti rugi yang diperoleh penggugat atas kerugian yang diderita. Melihat situasi ini, peneliti berkesimpulan perlunya pembentukan pengaturan dalam hukum internasional mengenai tanggung jawab manufaktur pesawat terbang. \nKata Kunci: Forum Non Conveniens, Manufaktur Pesawat Terbang, Tanggung Jawab Negara","PeriodicalId":177191,"journal":{"name":"Padjadjaran Journal of International Law","volume":"12 11","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"1900-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"RESPONSIBILITIES OF THE STATE AND AIRCRAFT MANUFACTURER ON LION AIR JT610 AND ETHIOPIAN AIRLINES ET302 ACCIDENTS UNDER INTERNATIONAL LAW\",\"authors\":\"Khansa Aminatuzzahra, Atip Latipulhayat\",\"doi\":\"10.23920/pjil.v4i2.409\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstract \\nLion Air JT610 and Ethiopian Airlines ET302 crashes occurred on October 2018 and March 2019 respectively. The main cause of the accident on both flights, which used Boeing 737 MAX 8 aircraft, is the defect on the Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), a new anti-stall system of this aircraft model. Boeing 737 MAX 8 is produced by Boeing Company which resides in the United States. However, passengers on both accidents could not claim compensation from Boeing Company because there is no international law that regulates aircraft manufacturer responsibilities. This research tries to analyze whether passengers can request for compensation to the United States and whether national court rulings or judgments can fill the gap in international law regarding aircraftmanufacturer. The research uses the normative juridical approach with analytical descriptive method. The research uses the library research method, focusing mainly on primary, secondary, and tertiary legal resources. This research found that the current international law could not accommodate the interests of plaintiffs to hold the United States accountable. The usage of forum non conveniens principle at the national courts made it difficult for the plaintiffs to obtain the compensation they are entitled to. Subsequently, the national law applied in each case is different which created a distinction on the compensation received by each plaintiff for the loss they suffered. Author comes into the conclusion that there is a need for the establishment of regulations in international law concerning the responsibilities of aircraft manufacturer. \\nKeywords: Aircraft Manufacturer, Forum Non Conveniens, State Responsibility \\n \\nAbstrak \\nKecelakaan pesawat terbang Lion Air JT610 dan Ethiopian Airlines ET302 terjadi pada bulan Oktober 2018 dan Maret 2019 secara berturut-turut. Penyebab utama kecelakaan kedua penerbangan yang menggunakan pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 ialah kerusakan sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), sebuah sistem anti-stall terbaru untuk model pesawat terbang ini. Boeing 737 MAX 8 diproduksi oleh Boeing Company yang berkedudukan di Amerika Serikat. Penumpang pada kedua kecelakaan tidak dapat meminta ganti rugi pada Boeing Company karena belum adanya hukum yang dapat mewadahi penggantian rugi serta tanggung jawab manufaktur pesawat terbang dalam hukum internasional. Penelitian ini akan menganalisis apakah penumpang dapat memintakan ganti rugi kepada Amerika Serikat sebagai negara dan apakah putusan pengadilan nasional dapat mengisi kekosongan hukum internasional terkait manufaktur pesawat terbang. Penelitian dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Tahap penulisan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode studi kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa hukum internasional yang ada saat ini pun belum dapat mewadahi kepentingan penumpang sebagai penggugat untuk dapat meminta pertanggungjawaban kepada Amerika Serikat atas kesalahan manufaktur pesawat terbang. Selain itu, munculnya prinsip forum non conveniens pada level nasional mempersulit penggugat untuk mendapatkan ganti rugi pada pengadilan nasional. Hukum nasional yang diterapkan pada tiap kasus pun berbeda sehingga muncul kesenjangan mengenai ganti rugi yang diperoleh penggugat atas kerugian yang diderita. Melihat situasi ini, peneliti berkesimpulan perlunya pembentukan pengaturan dalam hukum internasional mengenai tanggung jawab manufaktur pesawat terbang. \\nKata Kunci: Forum Non Conveniens, Manufaktur Pesawat Terbang, Tanggung Jawab Negara\",\"PeriodicalId\":177191,\"journal\":{\"name\":\"Padjadjaran Journal of International Law\",\"volume\":\"12 11\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"1900-01-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Padjadjaran Journal of International Law\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.23920/pjil.v4i2.409\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Padjadjaran Journal of International Law","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.23920/pjil.v4i2.409","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
狮航JT610和埃塞俄比亚航空ET302分别发生在2018年10月和2019年3月。两架飞机均使用波音737 MAX 8飞机,事故的主要原因是该机型的新型防失速系统机动特性增强系统(MCAS)存在缺陷。波音737 MAX 8由位于美国的波音公司生产。然而,这两起事故的乘客都无法向波音公司索赔,因为没有规定飞机制造商责任的国际法。本研究试图分析乘客是否可以向美国提出赔偿要求,以及国家法院的裁决或判决是否可以填补有关飞机制造商的国际法空白。本研究采用规范的法学方法和分析描述的方法。本研究采用图书馆研究法,以一级、二级和三级法律资源为研究对象。研究发现,现行国际法无法兼顾原告要求美国承担责任的利益。国家法院对不方便法院原则的使用使得原告难以获得其应有的赔偿。随后,在每个案件中适用的国家法律是不同的,这就造成了每个原告对其遭受的损失所获得的赔偿的区别。作者认为,有必要在国际法中制定有关飞机制造商责任的规定。关键词:飞机制造商,不方便论坛,国家责任摘要:Kecelakaan pesawat terbang狮子航空JT610和埃塞俄比亚航空ET302 terjadi pada bulan 2018年10月市场2019年secara berturut-turut波音737 MAX 8的机动特性增强系统(MCAS)、防失速系统、防失速系统模型。波音737 MAX 8系列产品由美国波音公司杨伯雄出品。Penumpang篇kedua kecelakaan有些dapat meminta ganti rugi篇波音公司林嘉欣belum adanya hukum杨dapat mewadahi penggantian rugi舒达tanggung jawab manufaktur pesawat terbang dalam hukum持。Penelitian ini akan menganalis, apakah penumpang, dapat menmentakan ganti rugi kepada,美国,serkat sebagai negara, danapakah putusan, pengadilan,国家,dapat mengisi, kekosongan hukum,国际电信制造商,pesawat terbang。penpentian dilakakan menggunakan方法penpenkatan yuridis normnormatidengan种。Tahap penulisan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan方法研究kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, dantersier。Hasil penelitian ini menemukan bahwa hukum international yang ada saat ini belum dapat mewadahi kepenting和penumpang sebagai penggugai untuk dapat meminta pertanggungjawaban kepada美国Serikat atas kesalahan制造商pesawat terbang。Selain itu,市政首脑论坛非便民级国家成员,咨询顾问,全国政协委员,全国政协委员。胡库姆国家杨氏二代的翻译和翻译翻译为:kasus pun berbeda seingga muncul kesenjangan mengenai ganti rugi yang diperoleh penggugata kerugian yang diderita。在这种情况下,peneliti berkespulpulan perlunya penbentukan pengaturan dalam hukum国际menmeni - tangongjawab制造商pesawawterbang。Kata Kunci:非便利论坛,制造业Pesawat Terbang,唐贡政府
RESPONSIBILITIES OF THE STATE AND AIRCRAFT MANUFACTURER ON LION AIR JT610 AND ETHIOPIAN AIRLINES ET302 ACCIDENTS UNDER INTERNATIONAL LAW
Abstract
Lion Air JT610 and Ethiopian Airlines ET302 crashes occurred on October 2018 and March 2019 respectively. The main cause of the accident on both flights, which used Boeing 737 MAX 8 aircraft, is the defect on the Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), a new anti-stall system of this aircraft model. Boeing 737 MAX 8 is produced by Boeing Company which resides in the United States. However, passengers on both accidents could not claim compensation from Boeing Company because there is no international law that regulates aircraft manufacturer responsibilities. This research tries to analyze whether passengers can request for compensation to the United States and whether national court rulings or judgments can fill the gap in international law regarding aircraftmanufacturer. The research uses the normative juridical approach with analytical descriptive method. The research uses the library research method, focusing mainly on primary, secondary, and tertiary legal resources. This research found that the current international law could not accommodate the interests of plaintiffs to hold the United States accountable. The usage of forum non conveniens principle at the national courts made it difficult for the plaintiffs to obtain the compensation they are entitled to. Subsequently, the national law applied in each case is different which created a distinction on the compensation received by each plaintiff for the loss they suffered. Author comes into the conclusion that there is a need for the establishment of regulations in international law concerning the responsibilities of aircraft manufacturer.
Keywords: Aircraft Manufacturer, Forum Non Conveniens, State Responsibility
Abstrak
Kecelakaan pesawat terbang Lion Air JT610 dan Ethiopian Airlines ET302 terjadi pada bulan Oktober 2018 dan Maret 2019 secara berturut-turut. Penyebab utama kecelakaan kedua penerbangan yang menggunakan pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 ialah kerusakan sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), sebuah sistem anti-stall terbaru untuk model pesawat terbang ini. Boeing 737 MAX 8 diproduksi oleh Boeing Company yang berkedudukan di Amerika Serikat. Penumpang pada kedua kecelakaan tidak dapat meminta ganti rugi pada Boeing Company karena belum adanya hukum yang dapat mewadahi penggantian rugi serta tanggung jawab manufaktur pesawat terbang dalam hukum internasional. Penelitian ini akan menganalisis apakah penumpang dapat memintakan ganti rugi kepada Amerika Serikat sebagai negara dan apakah putusan pengadilan nasional dapat mengisi kekosongan hukum internasional terkait manufaktur pesawat terbang. Penelitian dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Tahap penulisan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode studi kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa hukum internasional yang ada saat ini pun belum dapat mewadahi kepentingan penumpang sebagai penggugat untuk dapat meminta pertanggungjawaban kepada Amerika Serikat atas kesalahan manufaktur pesawat terbang. Selain itu, munculnya prinsip forum non conveniens pada level nasional mempersulit penggugat untuk mendapatkan ganti rugi pada pengadilan nasional. Hukum nasional yang diterapkan pada tiap kasus pun berbeda sehingga muncul kesenjangan mengenai ganti rugi yang diperoleh penggugat atas kerugian yang diderita. Melihat situasi ini, peneliti berkesimpulan perlunya pembentukan pengaturan dalam hukum internasional mengenai tanggung jawab manufaktur pesawat terbang.
Kata Kunci: Forum Non Conveniens, Manufaktur Pesawat Terbang, Tanggung Jawab Negara