{"title":"PENERAPAN SYARIAT ISLAM","authors":"Azman Azman","doi":"10.24252/AD.V7I2.7243","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kelompok Islam fundamentalis (seringkali) dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas beragam peristiwa berdarah di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bermacam istilah ditawarkan oleh para pemikir, baik non-Muslim maupun Muslim, untuk (sekedar) memberikan deskripsi paling sempurna tentang kelompok ini. Misalnya, kelompok radikalisme (Islam revolusinoner), Islamist, dan Neo-fundamentalisme. Sebenarnya, beragam terma itu bersumsum-tulang karena digunakan secara bergantian dalam literatur gerakan Islam kontemporer, Barat mengkondisikannya sebagai radikalisme dan terorisme. Di negara-negara Timur Tengah, gerakan radikalisme Islam telah berakar urat dan memiliki sejarah yang cukup panjang. Munculnya gerakan Islam fundamentalismerupakan suatu gejala riil dari apa yang disebut sebagai kebangkitan Islam. Revitalisasi Islam didukung oleh sejumlah peristiwa-peristiwa dan perubahan- perubahan yang mempengaruhi negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam Islam. Manifestasi yang paling dramatis dan spektakuler dari kemunculan gerakan kebangkitan ini adalah peristiwa revolusi Islam Iran pada 1979. Gerakan Islam fundamentalis berusaha merefleksikan satu pandangan bahwa Islam merupakan agama holitik yang meliputi berbagai aspek termasuk di bidang politik. Dalam konteks ini, fundamentalisme Islam berkeyakinan bahwa agama dan politik sebagai suatu kondisi keniscayaan sebagaimana terefleksi dalam dalil yang menyatakan bahwa, al-Islam Di- nun wa Dawlah, Islam is Religion and State.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7243","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Kelompok Islam fundamentalis (seringkali) dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas beragam peristiwa berdarah di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bermacam istilah ditawarkan oleh para pemikir, baik non-Muslim maupun Muslim, untuk (sekedar) memberikan deskripsi paling sempurna tentang kelompok ini. Misalnya, kelompok radikalisme (Islam revolusinoner), Islamist, dan Neo-fundamentalisme. Sebenarnya, beragam terma itu bersumsum-tulang karena digunakan secara bergantian dalam literatur gerakan Islam kontemporer, Barat mengkondisikannya sebagai radikalisme dan terorisme. Di negara-negara Timur Tengah, gerakan radikalisme Islam telah berakar urat dan memiliki sejarah yang cukup panjang. Munculnya gerakan Islam fundamentalismerupakan suatu gejala riil dari apa yang disebut sebagai kebangkitan Islam. Revitalisasi Islam didukung oleh sejumlah peristiwa-peristiwa dan perubahan- perubahan yang mempengaruhi negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam Islam. Manifestasi yang paling dramatis dan spektakuler dari kemunculan gerakan kebangkitan ini adalah peristiwa revolusi Islam Iran pada 1979. Gerakan Islam fundamentalis berusaha merefleksikan satu pandangan bahwa Islam merupakan agama holitik yang meliputi berbagai aspek termasuk di bidang politik. Dalam konteks ini, fundamentalisme Islam berkeyakinan bahwa agama dan politik sebagai suatu kondisi keniscayaan sebagaimana terefleksi dalam dalil yang menyatakan bahwa, al-Islam Di- nun wa Dawlah, Islam is Religion and State.