{"title":"BUDAYA HUKUM ANTI - ECO SLAPP SEBUAH PERBANDINGAN HUKUM ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA","authors":"Sardjana Orba Manullang, Yessy Kusumadewi, Iis Isnaeni Nurwanty, Andi Elrika Natsir, Diah Lestari","doi":"10.33603/hermeneutika.v6i1.6755","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Keberadaan lingkungan merupakan salah satu tanggungjawab yang harus dilaksanakan manusia, sebab manusia dan makhluk hidup lainnya tidak bisa hidup tanpa lingkungan. Semakin meningkatnya pengetahuan dan teknologi, seharusnya diikuti juga dengan kemajuan tingkat kesadaran manusia terhadap lingkungan yang semakin terancam keberadaannya. Sayangnya, yang memiliki kesadaran hukum akan pentingnya menjaga lingkungan tidak pada semua orang, maka dalam usaha menjaga lingkungan seringkali ditemukan masalah seperti kriminalisasi atau yang dikenal dengan sebutan SLAPP. Tindakan SLAPP pada awalnya bisa dikatakan sebagai sebuah tindakan pembalasan berupa gugatan saja. Di Indonesia sendiri, tindakan SLAPP dapat berupa tindakan kekerasan, kriminalisasi (melalui proses pidana yang tidak layak atau dipaksakan), ancaman kekerasan (intimidasi) dan gugatan perdata. Salah satu tindakan SLAPP yang paling sering dilakukan adalah kriminalisasi dengan tujuan untuk menghambat atau menghalangi partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan haknya untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat. Konsep SLAPP di Filipina sendiri menjelaskan bahwa, suatu tindakan dikatakan SLAPP apabila seseorang (individu), organisasi non pemerintah, lembaga pemerintah atau para pekerja yang berpartisipasi dalam mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat melalui proses mekanisme hukum maupun tidak melalui proses mekanisme hukum, mengalami tindakan kekerasan, ancaman (intimidasi) dan kriminalisasi. Maraknya kasus SLAPP yang terjadi baik di Indonesia maupun di Filipina merupakan sebuah peringatan kepada semua pihak mulai dari masyarakat sampai kepada pemerintah untuk segera membentuk suatu kebijakan Anti Eco-SLAPP yang fokusnya untuk melindungi para pejuang lingkungan agar terhindar dari tindakan SLAPP yang sangat merugikan korban, dan terlebih lagi sebagai bentuk pencegahan kerusakan lingkungan yang akan terjadi cepat atau lambat apabila tidak segera ditangani.","PeriodicalId":206203,"journal":{"name":"HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum","volume":"190 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-02-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33603/hermeneutika.v6i1.6755","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
BUDAYA HUKUM ANTI - ECO SLAPP SEBUAH PERBANDINGAN HUKUM ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA
Keberadaan lingkungan merupakan salah satu tanggungjawab yang harus dilaksanakan manusia, sebab manusia dan makhluk hidup lainnya tidak bisa hidup tanpa lingkungan. Semakin meningkatnya pengetahuan dan teknologi, seharusnya diikuti juga dengan kemajuan tingkat kesadaran manusia terhadap lingkungan yang semakin terancam keberadaannya. Sayangnya, yang memiliki kesadaran hukum akan pentingnya menjaga lingkungan tidak pada semua orang, maka dalam usaha menjaga lingkungan seringkali ditemukan masalah seperti kriminalisasi atau yang dikenal dengan sebutan SLAPP. Tindakan SLAPP pada awalnya bisa dikatakan sebagai sebuah tindakan pembalasan berupa gugatan saja. Di Indonesia sendiri, tindakan SLAPP dapat berupa tindakan kekerasan, kriminalisasi (melalui proses pidana yang tidak layak atau dipaksakan), ancaman kekerasan (intimidasi) dan gugatan perdata. Salah satu tindakan SLAPP yang paling sering dilakukan adalah kriminalisasi dengan tujuan untuk menghambat atau menghalangi partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan haknya untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat. Konsep SLAPP di Filipina sendiri menjelaskan bahwa, suatu tindakan dikatakan SLAPP apabila seseorang (individu), organisasi non pemerintah, lembaga pemerintah atau para pekerja yang berpartisipasi dalam mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat melalui proses mekanisme hukum maupun tidak melalui proses mekanisme hukum, mengalami tindakan kekerasan, ancaman (intimidasi) dan kriminalisasi. Maraknya kasus SLAPP yang terjadi baik di Indonesia maupun di Filipina merupakan sebuah peringatan kepada semua pihak mulai dari masyarakat sampai kepada pemerintah untuk segera membentuk suatu kebijakan Anti Eco-SLAPP yang fokusnya untuk melindungi para pejuang lingkungan agar terhindar dari tindakan SLAPP yang sangat merugikan korban, dan terlebih lagi sebagai bentuk pencegahan kerusakan lingkungan yang akan terjadi cepat atau lambat apabila tidak segera ditangani.