{"title":"DAKWAH和伊斯兰经济在WALISONGO蜡染图案上的实施","authors":"Indria Rusmana","doi":"10.47467/alkharaj.v2i3.78","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstrak \nSeni wastra (kain) batik telah menempuh sebuah perjalanan yang sangat panjang dalam bagian tatanan budaya Indonesia, hingga desain atau pola modern yang menghiasi busana. Batik selain ekslusif, juga tidak pernah ada satupun yang benar-benar sama persis dengan lainnya, dan di dalam setiap helainya banyak kisah, dan nilai filosofi didalamnya. Batik merupakan sebuah pencapaian budaya, warisan budaya dunia dan Indonesia. Sebagai ciri khas dari kekayaan ekonomi masyarakat, batik juga senantiasa dilestarikan dan dikembangkan. Bagaimanapun juga, batik merupakan salah satu warisan budaya leluhur bangsa Indonesia.[1] \nWalisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa sekitar abad 17. Para Wali ini tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Tidak saja dikenal sebagai penyebar agama Islam, Walisongo merupakan para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Saat itu Walisongo mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari bercocok tanam, niaga, kesehatan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Sebagai contohnya pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu, diawali dari Giri lah peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara.[2] \nBatik IRD Walisongo memiliki \"motif batik bermuatan dakwah, pendidikan, dan bernilai bisnis syariah\", yang sebetulnya merupakan rekontruksi ajaran Walisongo yang dituangkan kedalam motif batik. Dimana didalam motifnya tersebut mengandung filosofi. Pertama, transformasi ajaran Walisongo secara aflikatif melalui motif batiknya, kedua, pendidikan berciri khas nilai ajaran Walisongo, ketiga, implementasi kearifan lokal yang berasal dari ajaran ulama melalui pengembangan sikap menghargai, bertanggung jawab dan lercaya diri kepada masyarakat, sehingga timbul rasa kepemilikan terhadap hasil produk lokal yaitu batik. \nDapat dikatakan pula dimana batik sebagai karya seni berasosiasi dengan ajaran agama yang sampai kepada manusia melalui wahyu dari Allah Swt. Eksistensi batik sebagai warisan budaya leluhur sudah seharusnya dipertahankan kelestariannya, sebagai hasil karya seni mengusung dakwah, sekaligus bernilai ekonomi syariah. \nKata kunci: Walisongo, Batik, Dakwah, Pendidikan Karakter, Ekonomi Syariah \n \n","PeriodicalId":286012,"journal":{"name":"Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah","volume":"146 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"IMPLEMENTASI NILAI DAKWAH DAN EKONOMI SYARIAH DALAM MOTIF BATIK IRD WALISONGO\",\"authors\":\"Indria Rusmana\",\"doi\":\"10.47467/alkharaj.v2i3.78\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstrak \\nSeni wastra (kain) batik telah menempuh sebuah perjalanan yang sangat panjang dalam bagian tatanan budaya Indonesia, hingga desain atau pola modern yang menghiasi busana. Batik selain ekslusif, juga tidak pernah ada satupun yang benar-benar sama persis dengan lainnya, dan di dalam setiap helainya banyak kisah, dan nilai filosofi didalamnya. Batik merupakan sebuah pencapaian budaya, warisan budaya dunia dan Indonesia. Sebagai ciri khas dari kekayaan ekonomi masyarakat, batik juga senantiasa dilestarikan dan dikembangkan. Bagaimanapun juga, batik merupakan salah satu warisan budaya leluhur bangsa Indonesia.[1] \\nWalisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa sekitar abad 17. Para Wali ini tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Tidak saja dikenal sebagai penyebar agama Islam, Walisongo merupakan para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Saat itu Walisongo mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari bercocok tanam, niaga, kesehatan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Sebagai contohnya pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu, diawali dari Giri lah peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara.[2] \\nBatik IRD Walisongo memiliki \\\"motif batik bermuatan dakwah, pendidikan, dan bernilai bisnis syariah\\\", yang sebetulnya merupakan rekontruksi ajaran Walisongo yang dituangkan kedalam motif batik. Dimana didalam motifnya tersebut mengandung filosofi. Pertama, transformasi ajaran Walisongo secara aflikatif melalui motif batiknya, kedua, pendidikan berciri khas nilai ajaran Walisongo, ketiga, implementasi kearifan lokal yang berasal dari ajaran ulama melalui pengembangan sikap menghargai, bertanggung jawab dan lercaya diri kepada masyarakat, sehingga timbul rasa kepemilikan terhadap hasil produk lokal yaitu batik. \\nDapat dikatakan pula dimana batik sebagai karya seni berasosiasi dengan ajaran agama yang sampai kepada manusia melalui wahyu dari Allah Swt. Eksistensi batik sebagai warisan budaya leluhur sudah seharusnya dipertahankan kelestariannya, sebagai hasil karya seni mengusung dakwah, sekaligus bernilai ekonomi syariah. \\nKata kunci: Walisongo, Batik, Dakwah, Pendidikan Karakter, Ekonomi Syariah \\n \\n\",\"PeriodicalId\":286012,\"journal\":{\"name\":\"Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah\",\"volume\":\"146 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2020-03-03\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.47467/alkharaj.v2i3.78\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47467/alkharaj.v2i3.78","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
IMPLEMENTASI NILAI DAKWAH DAN EKONOMI SYARIAH DALAM MOTIF BATIK IRD WALISONGO
Abstrak
Seni wastra (kain) batik telah menempuh sebuah perjalanan yang sangat panjang dalam bagian tatanan budaya Indonesia, hingga desain atau pola modern yang menghiasi busana. Batik selain ekslusif, juga tidak pernah ada satupun yang benar-benar sama persis dengan lainnya, dan di dalam setiap helainya banyak kisah, dan nilai filosofi didalamnya. Batik merupakan sebuah pencapaian budaya, warisan budaya dunia dan Indonesia. Sebagai ciri khas dari kekayaan ekonomi masyarakat, batik juga senantiasa dilestarikan dan dikembangkan. Bagaimanapun juga, batik merupakan salah satu warisan budaya leluhur bangsa Indonesia.[1]
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa sekitar abad 17. Para Wali ini tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Tidak saja dikenal sebagai penyebar agama Islam, Walisongo merupakan para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Saat itu Walisongo mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari bercocok tanam, niaga, kesehatan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Sebagai contohnya pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu, diawali dari Giri lah peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara.[2]
Batik IRD Walisongo memiliki "motif batik bermuatan dakwah, pendidikan, dan bernilai bisnis syariah", yang sebetulnya merupakan rekontruksi ajaran Walisongo yang dituangkan kedalam motif batik. Dimana didalam motifnya tersebut mengandung filosofi. Pertama, transformasi ajaran Walisongo secara aflikatif melalui motif batiknya, kedua, pendidikan berciri khas nilai ajaran Walisongo, ketiga, implementasi kearifan lokal yang berasal dari ajaran ulama melalui pengembangan sikap menghargai, bertanggung jawab dan lercaya diri kepada masyarakat, sehingga timbul rasa kepemilikan terhadap hasil produk lokal yaitu batik.
Dapat dikatakan pula dimana batik sebagai karya seni berasosiasi dengan ajaran agama yang sampai kepada manusia melalui wahyu dari Allah Swt. Eksistensi batik sebagai warisan budaya leluhur sudah seharusnya dipertahankan kelestariannya, sebagai hasil karya seni mengusung dakwah, sekaligus bernilai ekonomi syariah.
Kata kunci: Walisongo, Batik, Dakwah, Pendidikan Karakter, Ekonomi Syariah