巴布亚的商业和侵犯人权

Poengky Indarti
{"title":"巴布亚的商业和侵犯人权","authors":"Poengky Indarti","doi":"10.58823/jham.v12i12.94","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tulisan ini menarik karena menggambarkan secara jelas benang merah  Bisnis dan Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.  Permasalahan Bisnis dan Pelanggaran HAM di Papua dibahas oleh Penulis dimulai sejak kekuasaan awal Soeharto yang menjadikan pembangunan sebagai fokus utama pemerintahannya.  Dua undang-undang yang menjadi pembuka pintu bagi masuknya investasi di Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.Untuk  mendukung  kebijakan  pembangunan  tersebut,  Pemerintah Orde Baru juga menyediakan berbagai regulasi yang memudahkan beroperasinya para pemodal di Indonesia, khususnya pemodal bagi industri ekstraktif, karena bumi Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa. Selain perangkat regulasi dan perundang-undangan, Soeharto juga memberikan perlindungan melalui peran serta aparat keamanan dalam pembangunan dan birokrat sipil.Bicara   bisnis   dan   HAM   di   Papua   tidaklah   mungkin   tanpa menyinggung Freeport. Penulis menggambarkan dalam tulisannya awal masuknya Freeport ke Papua dan bagaimana bisnis jasa keamanan menjadi permasalahan di Papua. Penulis menekankan, bahwa yang paling menarik perhatian tentu saja bisnis keamanan di wilayah pertambangan Freeport, mengingat bisnis ini adalah investasi pertama yang dilakukan pihak asing di Papua, melibatkan banyak  aparat  untuk menjaganya,  menyangkut  emas dan tembaga Papua yang sangat melimpah, tetapi ironisnya masyarakat Papua yang tinggal di sekitarnya hidup miskin.Lebih lanjut Penulis membahas Otsus. Untuk mencegah kembali meningkatnya suara masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia, maka pada tahun 2001 Pemerintahan Megawati memberikan “hadiah khusus” berupa UU Otonomi Khusus (Otsus) kepada rakyat Papua. Dengan adanya otsus itu maka rakyat Papua diberikan kekuasaan untuk mengurus  dirinya  sendiri  sesuai  dengan  kekhasan  Papua. Ternyata UU Otsus tidak diimplementasikan dengan baik di Papua. Bahkan sejak pemberlakuannya selama 14 tahun masih belum ada Peraturan Daerah Provinsi  (Perdasi)  maupun  Peraturan  Daerah  Khusus  (Perdasus)  yang dibuat untuk pengelolaan potensi kekayaan alam di Papua. Akibatnya hasil kekayaan alam berupa kayu, tambang, hutan, perikanan belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Papua","PeriodicalId":404941,"journal":{"name":"Jurnal Hak Asasi Manusia","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Bisnis dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua\",\"authors\":\"Poengky Indarti\",\"doi\":\"10.58823/jham.v12i12.94\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Tulisan ini menarik karena menggambarkan secara jelas benang merah  Bisnis dan Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.  Permasalahan Bisnis dan Pelanggaran HAM di Papua dibahas oleh Penulis dimulai sejak kekuasaan awal Soeharto yang menjadikan pembangunan sebagai fokus utama pemerintahannya.  Dua undang-undang yang menjadi pembuka pintu bagi masuknya investasi di Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.Untuk  mendukung  kebijakan  pembangunan  tersebut,  Pemerintah Orde Baru juga menyediakan berbagai regulasi yang memudahkan beroperasinya para pemodal di Indonesia, khususnya pemodal bagi industri ekstraktif, karena bumi Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa. Selain perangkat regulasi dan perundang-undangan, Soeharto juga memberikan perlindungan melalui peran serta aparat keamanan dalam pembangunan dan birokrat sipil.Bicara   bisnis   dan   HAM   di   Papua   tidaklah   mungkin   tanpa menyinggung Freeport. Penulis menggambarkan dalam tulisannya awal masuknya Freeport ke Papua dan bagaimana bisnis jasa keamanan menjadi permasalahan di Papua. Penulis menekankan, bahwa yang paling menarik perhatian tentu saja bisnis keamanan di wilayah pertambangan Freeport, mengingat bisnis ini adalah investasi pertama yang dilakukan pihak asing di Papua, melibatkan banyak  aparat  untuk menjaganya,  menyangkut  emas dan tembaga Papua yang sangat melimpah, tetapi ironisnya masyarakat Papua yang tinggal di sekitarnya hidup miskin.Lebih lanjut Penulis membahas Otsus. Untuk mencegah kembali meningkatnya suara masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia, maka pada tahun 2001 Pemerintahan Megawati memberikan “hadiah khusus” berupa UU Otonomi Khusus (Otsus) kepada rakyat Papua. Dengan adanya otsus itu maka rakyat Papua diberikan kekuasaan untuk mengurus  dirinya  sendiri  sesuai  dengan  kekhasan  Papua. Ternyata UU Otsus tidak diimplementasikan dengan baik di Papua. Bahkan sejak pemberlakuannya selama 14 tahun masih belum ada Peraturan Daerah Provinsi  (Perdasi)  maupun  Peraturan  Daerah  Khusus  (Perdasus)  yang dibuat untuk pengelolaan potensi kekayaan alam di Papua. Akibatnya hasil kekayaan alam berupa kayu, tambang, hutan, perikanan belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Papua\",\"PeriodicalId\":404941,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Hak Asasi Manusia\",\"volume\":\"28 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-09-20\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Hak Asasi Manusia\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.58823/jham.v12i12.94\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hak Asasi Manusia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58823/jham.v12i12.94","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

摘要

这篇文章很有趣,因为它清楚地描述了巴布亚发生的商业冒险和侵犯人权事件。作家们对巴布亚的商业问题和侵犯人权问题进行了讨论,这些问题始于苏哈托最初的统治重点。为在印度尼西亚投资打开大门的两项立法包括1967年的外国投资1号法案和1968年的国内投资6号法案。为了支持这一发展政策,新秩序政府还提供了一些规定,方便印尼投资者在印尼进行运营,特别是参与开采行业的投资者,因为印尼地球拥有巨大的自然资源。除了监管和立法机构外,苏哈托还通过安全机构参与建设和民间官僚提供保护。在巴布亚,谈生意和维护人权在不涉及自由港的情况下是不可能的。作者在他早期的著作中描述了自由港进入巴布亚的过程,以及安全服务业务是如何成为巴布亚问题的。作家指出,对自由港矿业地区最引人注目的是,因为这项业务是外国投资巴布亚的第一次,涉及大量的巴布亚黄金和铜,但具有讽刺意味的是,邻近的巴布亚人生活在贫困地区。作者进一步讨论了水仙花。为了防止巴布亚人再次投票反对印度尼西亚,Megawati政府在2001年向巴布亚人民通过了一项特殊自治法案,授予他们“特别奖励”。由于水仙花的存在,巴布亚人被赋予了按照巴布亚特有的方式照顾自己的权力。事实证明,奥苏斯法案在巴布亚没有得到很好的实施。自实行14年以来,还没有为管理巴布亚潜在的自然资源而制定省级法规或专政条例。由于其自然资源、木材、矿山、森林和渔业尚未对巴布亚人民产生重大贡献
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Bisnis dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua
Tulisan ini menarik karena menggambarkan secara jelas benang merah  Bisnis dan Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.  Permasalahan Bisnis dan Pelanggaran HAM di Papua dibahas oleh Penulis dimulai sejak kekuasaan awal Soeharto yang menjadikan pembangunan sebagai fokus utama pemerintahannya.  Dua undang-undang yang menjadi pembuka pintu bagi masuknya investasi di Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.Untuk  mendukung  kebijakan  pembangunan  tersebut,  Pemerintah Orde Baru juga menyediakan berbagai regulasi yang memudahkan beroperasinya para pemodal di Indonesia, khususnya pemodal bagi industri ekstraktif, karena bumi Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa. Selain perangkat regulasi dan perundang-undangan, Soeharto juga memberikan perlindungan melalui peran serta aparat keamanan dalam pembangunan dan birokrat sipil.Bicara   bisnis   dan   HAM   di   Papua   tidaklah   mungkin   tanpa menyinggung Freeport. Penulis menggambarkan dalam tulisannya awal masuknya Freeport ke Papua dan bagaimana bisnis jasa keamanan menjadi permasalahan di Papua. Penulis menekankan, bahwa yang paling menarik perhatian tentu saja bisnis keamanan di wilayah pertambangan Freeport, mengingat bisnis ini adalah investasi pertama yang dilakukan pihak asing di Papua, melibatkan banyak  aparat  untuk menjaganya,  menyangkut  emas dan tembaga Papua yang sangat melimpah, tetapi ironisnya masyarakat Papua yang tinggal di sekitarnya hidup miskin.Lebih lanjut Penulis membahas Otsus. Untuk mencegah kembali meningkatnya suara masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia, maka pada tahun 2001 Pemerintahan Megawati memberikan “hadiah khusus” berupa UU Otonomi Khusus (Otsus) kepada rakyat Papua. Dengan adanya otsus itu maka rakyat Papua diberikan kekuasaan untuk mengurus  dirinya  sendiri  sesuai  dengan  kekhasan  Papua. Ternyata UU Otsus tidak diimplementasikan dengan baik di Papua. Bahkan sejak pemberlakuannya selama 14 tahun masih belum ada Peraturan Daerah Provinsi  (Perdasi)  maupun  Peraturan  Daerah  Khusus  (Perdasus)  yang dibuat untuk pengelolaan potensi kekayaan alam di Papua. Akibatnya hasil kekayaan alam berupa kayu, tambang, hutan, perikanan belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Papua
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信