{"title":"日惹特别地区对中国公民权利的限制:农业民主阶级偏见?","authors":"Josef Christofer Benedict","doi":"10.22146/jps.v8i2.68305","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Konsep demokrasi tidak pernah terbatas pada pemilihan elektoral belaka. Diskursusnya juga mencakup penerapan akan keadilan dan kesetaraan. Dalam pemahaman menyeluruh tersebut, Surat Instruksi Kepala Daerah DIY Nomor K.898/I/A/1975 yang membatasi hak kepemilikan tanah dan bangunan bagi masyarakat Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi wujud negasi atas konsep demokrasi agraria sendiri. Kehadirannya yang telah berlangsung selama 46 tahun dan tetap eksis membatasi hak milik Tionghoa di DIY secara de jure, memunculkan pertanyaan sendiri mengenai ketimpangan pelaksanaannya. Pada kenyataanya, tidak semua masyarakat Tionghoa di DIY mengalami diskriminasi tersebut. Banyak dari mereka yang kemudian mengakali kebijakan tersebut. Penelitian yang membahas aspek historis kemunculan kebijakan ini pun semakin banyak, dengan titik penemuan bahwa kehadirannya tidak lagi relevan karena merupakan warisan devide et impera masa kolonial. Dengan situasi demikian, mempertanyakan kehadirannya dalam konteks masa kini menjadi penting – terutama mengenai atas dasar apa keberlakuannya saat ini di tengah-tengah masyarakat Tionghoa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan teknik studi literatur dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhirnya, tampak bahwa hegemoni ekonomi menjadi determinan atas keberlakuannya, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa sendiri. Kehadiran penulisan ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru terhadap pelaksanaan demokrasi agraria di DIY, tidak hanya secara historis dan hukum, tetapi juga sosiologis.","PeriodicalId":211763,"journal":{"name":"Jurnal Pemikiran Sosiologi","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Pembatasan Hak Masyarakat Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta: Bias Kelas Demokrasi Agraria?\",\"authors\":\"Josef Christofer Benedict\",\"doi\":\"10.22146/jps.v8i2.68305\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Konsep demokrasi tidak pernah terbatas pada pemilihan elektoral belaka. Diskursusnya juga mencakup penerapan akan keadilan dan kesetaraan. Dalam pemahaman menyeluruh tersebut, Surat Instruksi Kepala Daerah DIY Nomor K.898/I/A/1975 yang membatasi hak kepemilikan tanah dan bangunan bagi masyarakat Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi wujud negasi atas konsep demokrasi agraria sendiri. Kehadirannya yang telah berlangsung selama 46 tahun dan tetap eksis membatasi hak milik Tionghoa di DIY secara de jure, memunculkan pertanyaan sendiri mengenai ketimpangan pelaksanaannya. Pada kenyataanya, tidak semua masyarakat Tionghoa di DIY mengalami diskriminasi tersebut. Banyak dari mereka yang kemudian mengakali kebijakan tersebut. Penelitian yang membahas aspek historis kemunculan kebijakan ini pun semakin banyak, dengan titik penemuan bahwa kehadirannya tidak lagi relevan karena merupakan warisan devide et impera masa kolonial. Dengan situasi demikian, mempertanyakan kehadirannya dalam konteks masa kini menjadi penting – terutama mengenai atas dasar apa keberlakuannya saat ini di tengah-tengah masyarakat Tionghoa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan teknik studi literatur dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhirnya, tampak bahwa hegemoni ekonomi menjadi determinan atas keberlakuannya, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa sendiri. Kehadiran penulisan ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru terhadap pelaksanaan demokrasi agraria di DIY, tidak hanya secara historis dan hukum, tetapi juga sosiologis.\",\"PeriodicalId\":211763,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Pemikiran Sosiologi\",\"volume\":\"5 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-06-28\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Pemikiran Sosiologi\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22146/jps.v8i2.68305\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Pemikiran Sosiologi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22146/jps.v8i2.68305","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Pembatasan Hak Masyarakat Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta: Bias Kelas Demokrasi Agraria?
Konsep demokrasi tidak pernah terbatas pada pemilihan elektoral belaka. Diskursusnya juga mencakup penerapan akan keadilan dan kesetaraan. Dalam pemahaman menyeluruh tersebut, Surat Instruksi Kepala Daerah DIY Nomor K.898/I/A/1975 yang membatasi hak kepemilikan tanah dan bangunan bagi masyarakat Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi wujud negasi atas konsep demokrasi agraria sendiri. Kehadirannya yang telah berlangsung selama 46 tahun dan tetap eksis membatasi hak milik Tionghoa di DIY secara de jure, memunculkan pertanyaan sendiri mengenai ketimpangan pelaksanaannya. Pada kenyataanya, tidak semua masyarakat Tionghoa di DIY mengalami diskriminasi tersebut. Banyak dari mereka yang kemudian mengakali kebijakan tersebut. Penelitian yang membahas aspek historis kemunculan kebijakan ini pun semakin banyak, dengan titik penemuan bahwa kehadirannya tidak lagi relevan karena merupakan warisan devide et impera masa kolonial. Dengan situasi demikian, mempertanyakan kehadirannya dalam konteks masa kini menjadi penting – terutama mengenai atas dasar apa keberlakuannya saat ini di tengah-tengah masyarakat Tionghoa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan teknik studi literatur dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhirnya, tampak bahwa hegemoni ekonomi menjadi determinan atas keberlakuannya, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa sendiri. Kehadiran penulisan ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru terhadap pelaksanaan demokrasi agraria di DIY, tidak hanya secara historis dan hukum, tetapi juga sosiologis.