{"title":"巴厘岛移民的传统改变","authors":"Setiati Widihastuti, Iffah Nurhayati, Puji Wulandari, Chandra Puspitasar","doi":"10.21831/dimensia.v11i1.58511","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pergeseran pelaksanaan adat perkawinan pada masyarakat Bali di perantauan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adat Bali yang tidak dapat dipisahkan dengan agama Hindu, ibarat ”manik ring cecupu”, merupakan adat leluhur yang harus dipertahankan masyarakat Bali. Salah satunya adalah kewajiban melaksanakan nganten keluar ataupun perkawinan nyentana guna menjaga kelangsungan sistem keluarga patrilieal. Sebagai aktualisasi darmanya, masyarakat Bali wajib mentaati hukum perkawinan adatnya karena swadharma dan swadikara (hak kewajiban keluarga) hanya dilanjutkan oleh keturunan laki-laki atau kapurusa, reinkarnasi juga melalui kapurusa. Perkawinan adat tersebut menyisakan permasalahan tatkala keluarga tidak memiliki anak laki-laki. Menjadi lebih rumit, jika masalah tersebut dialami masyarakat Bali perantauan termasuk yang merantau di DIY, karena sulit mencari solusinya di lingkungan masyarakat yang heterogen dan jauh berbeda adat budayanya. Adanya pembauran dengan masyarakat di daerah perantauan dan faktor lainnya memunculkan pergeseran pandangan para perantau sehingga menjadi lebih terbuka, seperti menerima bentuk perkawinan pada gelahang untuk mengakomodasi kesulitan yang dihadapi dengan tetap memegang prinsip utama hukum perkawinan adat Bali.","PeriodicalId":391037,"journal":{"name":"Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-02-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"PERGESERAN ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT BALI PERANTAUAN DI DIY\",\"authors\":\"Setiati Widihastuti, Iffah Nurhayati, Puji Wulandari, Chandra Puspitasar\",\"doi\":\"10.21831/dimensia.v11i1.58511\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pergeseran pelaksanaan adat perkawinan pada masyarakat Bali di perantauan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adat Bali yang tidak dapat dipisahkan dengan agama Hindu, ibarat ”manik ring cecupu”, merupakan adat leluhur yang harus dipertahankan masyarakat Bali. Salah satunya adalah kewajiban melaksanakan nganten keluar ataupun perkawinan nyentana guna menjaga kelangsungan sistem keluarga patrilieal. Sebagai aktualisasi darmanya, masyarakat Bali wajib mentaati hukum perkawinan adatnya karena swadharma dan swadikara (hak kewajiban keluarga) hanya dilanjutkan oleh keturunan laki-laki atau kapurusa, reinkarnasi juga melalui kapurusa. Perkawinan adat tersebut menyisakan permasalahan tatkala keluarga tidak memiliki anak laki-laki. Menjadi lebih rumit, jika masalah tersebut dialami masyarakat Bali perantauan termasuk yang merantau di DIY, karena sulit mencari solusinya di lingkungan masyarakat yang heterogen dan jauh berbeda adat budayanya. Adanya pembauran dengan masyarakat di daerah perantauan dan faktor lainnya memunculkan pergeseran pandangan para perantau sehingga menjadi lebih terbuka, seperti menerima bentuk perkawinan pada gelahang untuk mengakomodasi kesulitan yang dihadapi dengan tetap memegang prinsip utama hukum perkawinan adat Bali.\",\"PeriodicalId\":391037,\"journal\":{\"name\":\"Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-02-09\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.21831/dimensia.v11i1.58511\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21831/dimensia.v11i1.58511","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
PERGESERAN ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT BALI PERANTAUAN DI DIY
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pergeseran pelaksanaan adat perkawinan pada masyarakat Bali di perantauan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adat Bali yang tidak dapat dipisahkan dengan agama Hindu, ibarat ”manik ring cecupu”, merupakan adat leluhur yang harus dipertahankan masyarakat Bali. Salah satunya adalah kewajiban melaksanakan nganten keluar ataupun perkawinan nyentana guna menjaga kelangsungan sistem keluarga patrilieal. Sebagai aktualisasi darmanya, masyarakat Bali wajib mentaati hukum perkawinan adatnya karena swadharma dan swadikara (hak kewajiban keluarga) hanya dilanjutkan oleh keturunan laki-laki atau kapurusa, reinkarnasi juga melalui kapurusa. Perkawinan adat tersebut menyisakan permasalahan tatkala keluarga tidak memiliki anak laki-laki. Menjadi lebih rumit, jika masalah tersebut dialami masyarakat Bali perantauan termasuk yang merantau di DIY, karena sulit mencari solusinya di lingkungan masyarakat yang heterogen dan jauh berbeda adat budayanya. Adanya pembauran dengan masyarakat di daerah perantauan dan faktor lainnya memunculkan pergeseran pandangan para perantau sehingga menjadi lebih terbuka, seperti menerima bentuk perkawinan pada gelahang untuk mengakomodasi kesulitan yang dihadapi dengan tetap memegang prinsip utama hukum perkawinan adat Bali.