分析民事法官在自治地评估其能力方面的法律责任

Damian Agata Yuvens, Rianty Hutabarat
{"title":"分析民事法官在自治地评估其能力方面的法律责任","authors":"Damian Agata Yuvens, Rianty Hutabarat","doi":"10.36913/jhaper.v5i1.92","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Buku II Mahkamah Agung menentukan bahwa pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Pasal 132 Rv menyatakan bahwa ketidakberwenangan adalah hal yang harus dinyatakan oleh hakim secara ex offi cio. Sayangnya, kedua ketentuan ini tidak selalu diterapkan. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan. Apakah kedua kewajiban ini seyogianya dilaksanakan? Dalam tulisan ini, pertanyaan ini dijawab dengan menggunakan kacamata normatif pada 2 tataran, yaitu azas dan implementasi. Azas yang menjadi batu uji adalah azas hakim bersifat pasif dan azas ius curia novit. Sehubungan dengan azas hakim bersifat pasif, yang menjadi sorotan adalah ruang lingkup kepasifan hakim perdata dalam pemeriksaan perkara dan kemungkinan terjadinya ultra petita, sedangkan untuk azas ius curia novit, yang menjadi sorotan adalah kemungkinan terlanggaranya adagium hakim tidak boleh menolak perkara. Analisis pada tataran implementasi dari kewajiban hakim dalam memeriksa kompetensinya dilakukan dengan membayangkan implementasinya dari sisi positif dan negatif. Jika kewajiban ini dilakukan, beban hakimlah yang menjadi masalah utama, namun jika tidak dilakukan, kemungkinan menjamurnya vexatious litigation dan ketiadaan upaya hukumlah yang terbayang. Kesimpulannya adalah, hakim perdata seyogianya melakukan penilaian terhadap kompetensinya terlebih dahulu ketika suatu permohonan diajukan kepadanya.","PeriodicalId":426891,"journal":{"name":"ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-10-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Analisis Yuridis terhadap Kewajiban Hakim Perdata dalam Menilai Kompetensinya Secara Otonom\",\"authors\":\"Damian Agata Yuvens, Rianty Hutabarat\",\"doi\":\"10.36913/jhaper.v5i1.92\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Buku II Mahkamah Agung menentukan bahwa pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Pasal 132 Rv menyatakan bahwa ketidakberwenangan adalah hal yang harus dinyatakan oleh hakim secara ex offi cio. Sayangnya, kedua ketentuan ini tidak selalu diterapkan. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan. Apakah kedua kewajiban ini seyogianya dilaksanakan? Dalam tulisan ini, pertanyaan ini dijawab dengan menggunakan kacamata normatif pada 2 tataran, yaitu azas dan implementasi. Azas yang menjadi batu uji adalah azas hakim bersifat pasif dan azas ius curia novit. Sehubungan dengan azas hakim bersifat pasif, yang menjadi sorotan adalah ruang lingkup kepasifan hakim perdata dalam pemeriksaan perkara dan kemungkinan terjadinya ultra petita, sedangkan untuk azas ius curia novit, yang menjadi sorotan adalah kemungkinan terlanggaranya adagium hakim tidak boleh menolak perkara. Analisis pada tataran implementasi dari kewajiban hakim dalam memeriksa kompetensinya dilakukan dengan membayangkan implementasinya dari sisi positif dan negatif. Jika kewajiban ini dilakukan, beban hakimlah yang menjadi masalah utama, namun jika tidak dilakukan, kemungkinan menjamurnya vexatious litigation dan ketiadaan upaya hukumlah yang terbayang. Kesimpulannya adalah, hakim perdata seyogianya melakukan penilaian terhadap kompetensinya terlebih dahulu ketika suatu permohonan diajukan kepadanya.\",\"PeriodicalId\":426891,\"journal\":{\"name\":\"ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata\",\"volume\":\"61 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-10-25\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.36913/jhaper.v5i1.92\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.36913/jhaper.v5i1.92","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

《最高法院第二卷》决定,初审法院只有在法律法规规定的情况下,才有权审查和批准申请。接下来,第132章指出,ketidakberwenangan房车是由法官宣布该方面的前任ficio。不幸的是,这两种条款并不总是适用的。这当然提出了问题。这两项义务是否都能实现?在这篇文章中,这个问题通过使用2级标准眼镜来回答,即azas和实现。试金石是被动的法官Azas和Azas ius curia novit。就民事诉讼而言,法官的权力是被动的,而民事法官的职责范围是民事法官的职责范围,而民事法官的职责范围是极端主义。对法官进行能力审查的责任的分析是通过设想从积极的一面到消极的一面来实现的。如果履行这一义务,法官的负担将成为一个主要问题,但如果不承担,可能会增加vexatious诉讼和缺乏法律努力。结论是,民调法官在向他提出上诉时,会对他的能力进行评估。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Analisis Yuridis terhadap Kewajiban Hakim Perdata dalam Menilai Kompetensinya Secara Otonom
Buku II Mahkamah Agung menentukan bahwa pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Pasal 132 Rv menyatakan bahwa ketidakberwenangan adalah hal yang harus dinyatakan oleh hakim secara ex offi cio. Sayangnya, kedua ketentuan ini tidak selalu diterapkan. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan. Apakah kedua kewajiban ini seyogianya dilaksanakan? Dalam tulisan ini, pertanyaan ini dijawab dengan menggunakan kacamata normatif pada 2 tataran, yaitu azas dan implementasi. Azas yang menjadi batu uji adalah azas hakim bersifat pasif dan azas ius curia novit. Sehubungan dengan azas hakim bersifat pasif, yang menjadi sorotan adalah ruang lingkup kepasifan hakim perdata dalam pemeriksaan perkara dan kemungkinan terjadinya ultra petita, sedangkan untuk azas ius curia novit, yang menjadi sorotan adalah kemungkinan terlanggaranya adagium hakim tidak boleh menolak perkara. Analisis pada tataran implementasi dari kewajiban hakim dalam memeriksa kompetensinya dilakukan dengan membayangkan implementasinya dari sisi positif dan negatif. Jika kewajiban ini dilakukan, beban hakimlah yang menjadi masalah utama, namun jika tidak dilakukan, kemungkinan menjamurnya vexatious litigation dan ketiadaan upaya hukumlah yang terbayang. Kesimpulannya adalah, hakim perdata seyogianya melakukan penilaian terhadap kompetensinya terlebih dahulu ketika suatu permohonan diajukan kepadanya.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信