{"title":"塔夫瑟书中妇女在财务合同中的证词","authors":"Halimah Basri","doi":"10.24252/AD.V7I2.7247","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dalam kitab-kitab tafsir baik dalam kitab tafsir klasik maupun kitab tafsir modern dan kontemporer para mufasirnya sepakat bahwa perempuan mempunyai hak menjadi saksi dalam transaksi utang piutang sama dengan laki-laki. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai kuantitas saksi perempuan, mufassir klasik mengacu kepada pendekatan tekstual yakni dua orang saksi perempuan bersama satu orang laki-laki. Sementara mufassir modern dan kontemporer menggunakan pendekatan kontekstual, yakni bisa satu orang saksi perempuan bersama satu orang saksi laki-laki. Mereka mengaitkan konteks sosio-historis al-Qur’an, juga dengan konteks masa kini. Mereka juga berpegang kepada kaidah Ushul Fiqh “al-hukmu yadurru ma‘a al-illah wujuudan wa ‘adaman\". Kesaksian itu berdasarkan profesionalisme dan kredibilitas, tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Dengan demikian, jika perempuan mempunyai kecerdasan dalam bidang ekonomi maka kesaksiannya boleh disamakan dengan kesaksian laki-laki khususnya dalam kesaksian transaksi utang piutang, karena dalam ayat-ayat yang lain tentang kesaksian tidak menyebutkan klasifikasi jenis kelamin. Dengan demikian jika ayat tersebut dipahami secara kontekstual (bukan normatif), tentu akan melahirkan keadilan dan kesetaraan gender","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"KESAKSIAN PEREMPUAN DALAM KONTRAK KEUANGAN DALAM KITAB-KITAB TAFSIR\",\"authors\":\"Halimah Basri\",\"doi\":\"10.24252/AD.V7I2.7247\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Dalam kitab-kitab tafsir baik dalam kitab tafsir klasik maupun kitab tafsir modern dan kontemporer para mufasirnya sepakat bahwa perempuan mempunyai hak menjadi saksi dalam transaksi utang piutang sama dengan laki-laki. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai kuantitas saksi perempuan, mufassir klasik mengacu kepada pendekatan tekstual yakni dua orang saksi perempuan bersama satu orang laki-laki. Sementara mufassir modern dan kontemporer menggunakan pendekatan kontekstual, yakni bisa satu orang saksi perempuan bersama satu orang saksi laki-laki. Mereka mengaitkan konteks sosio-historis al-Qur’an, juga dengan konteks masa kini. Mereka juga berpegang kepada kaidah Ushul Fiqh “al-hukmu yadurru ma‘a al-illah wujuudan wa ‘adaman\\\". Kesaksian itu berdasarkan profesionalisme dan kredibilitas, tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Dengan demikian, jika perempuan mempunyai kecerdasan dalam bidang ekonomi maka kesaksiannya boleh disamakan dengan kesaksian laki-laki khususnya dalam kesaksian transaksi utang piutang, karena dalam ayat-ayat yang lain tentang kesaksian tidak menyebutkan klasifikasi jenis kelamin. Dengan demikian jika ayat tersebut dipahami secara kontekstual (bukan normatif), tentu akan melahirkan keadilan dan kesetaraan gender\",\"PeriodicalId\":266641,\"journal\":{\"name\":\"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan\",\"volume\":\"5 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2018-12-17\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7247\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7247","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
KESAKSIAN PEREMPUAN DALAM KONTRAK KEUANGAN DALAM KITAB-KITAB TAFSIR
Dalam kitab-kitab tafsir baik dalam kitab tafsir klasik maupun kitab tafsir modern dan kontemporer para mufasirnya sepakat bahwa perempuan mempunyai hak menjadi saksi dalam transaksi utang piutang sama dengan laki-laki. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai kuantitas saksi perempuan, mufassir klasik mengacu kepada pendekatan tekstual yakni dua orang saksi perempuan bersama satu orang laki-laki. Sementara mufassir modern dan kontemporer menggunakan pendekatan kontekstual, yakni bisa satu orang saksi perempuan bersama satu orang saksi laki-laki. Mereka mengaitkan konteks sosio-historis al-Qur’an, juga dengan konteks masa kini. Mereka juga berpegang kepada kaidah Ushul Fiqh “al-hukmu yadurru ma‘a al-illah wujuudan wa ‘adaman". Kesaksian itu berdasarkan profesionalisme dan kredibilitas, tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Dengan demikian, jika perempuan mempunyai kecerdasan dalam bidang ekonomi maka kesaksiannya boleh disamakan dengan kesaksian laki-laki khususnya dalam kesaksian transaksi utang piutang, karena dalam ayat-ayat yang lain tentang kesaksian tidak menyebutkan klasifikasi jenis kelamin. Dengan demikian jika ayat tersebut dipahami secara kontekstual (bukan normatif), tentu akan melahirkan keadilan dan kesetaraan gender