{"title":"易公司的电子文件证明能力。机会从第16/POJK结束。04/2020","authors":"Angelia Mariani Santoso, Tjhong Sendrawan","doi":"10.29303/ulrev.v7i1.261","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pelaksanaan e-RUPS di Indonesia diperbolehkan berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UUPT dan untuk perusahaan terbuka diatur dalam POJK Nomor 16/POJK.04/2020. Pelaksanaan e-RUPS dapat dilaksanakan melalui eASY.KSEI. Risalah e-RUPS harus dibuat dalam bentuk akta Notaris yaitu Akta Relaas. Dimana Notaris harus melihat, mendengar, dan menyaksikan sendiri secara langsung jalannya e-RUPS. Pada pelaksanaan e-RUPS tetap harus dilaksanakan RUPS fisik kecuali terdapat kondisi tertentu. Notaris wajib hadir dalam RUPS fisik, sementara mayoritas peserta mengikutinya melalui e-RUPS sehingga berhadapan dengan Notaris secara virtual. Apabila tidak ada RUPS fisik, Notaris menyaksikan jalannya rapat secara virtual. Pada UUJN, dijelaskan bahwa yang dimaksud “dihadapan” adalah secara fisik, bukan secara virtual. UUPT juga mengharuskan Akta Risalah e-RUPS ditandatangani oleh seluruh peserta rapat, sedangkan dalam POJK RUPS tidak memerlukan tanda tangan peserta rapat. Hal ini menunjukkan terdapat pertentangan pengaturan antara UUPT dan POJK RUPS sehingga menimbulkan kebingungan saat Notaris hendak melaksanakannya jabatannya untuk membuat Akta Risalah e-RUPS. Berkaitan dengan hal itu, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai bagaimana Notaris melakukan pekerjaannya dalam rangka membuat Akta Risalah sehubungan dengan pelaksanaan e-RUPS melalui eASY.KSEI dan mengenai bagaimana kedudukan serta kekuatan pembuktian dari Akta Risalah e-RUPS. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis. Jenis datanya adalah data sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis dengan metode kualitatif. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa selama kondisi darurat, Notaris dalam pembuatan Akta Risalah e-RUPS tetap mengacu pada POJK RUPS dan Akta Risalah e-RUPS tersebut tetap memenuhi syarat sebagai akta autentik. Walaupun dalam UUJN tidak ada ketentuan yang memperbolehkan “berhadapan” secara virtual dan berdasarkan UUPT memerlukan tanda tangan seluruh peserta, namun dengan menggunakan asas “lex spesialis derogat legi generali”, maka dapat menggunakan ketentuan pada POJK RUPS. Namun dikarenakan pengaturan spesialisnya pada tingkat POJK, disarankan agar dibuat peraturan dalam bentuk Undang-Undang agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat.","PeriodicalId":406021,"journal":{"name":"Unram Law Review","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Kekuatan Pembuktian Akta Risalah e-RUPS dalam Sistem eASY.KSEI ditinjau dari POJK Nomor 16/POJK.04/2020\",\"authors\":\"Angelia Mariani Santoso, Tjhong Sendrawan\",\"doi\":\"10.29303/ulrev.v7i1.261\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Pelaksanaan e-RUPS di Indonesia diperbolehkan berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UUPT dan untuk perusahaan terbuka diatur dalam POJK Nomor 16/POJK.04/2020. Pelaksanaan e-RUPS dapat dilaksanakan melalui eASY.KSEI. Risalah e-RUPS harus dibuat dalam bentuk akta Notaris yaitu Akta Relaas. Dimana Notaris harus melihat, mendengar, dan menyaksikan sendiri secara langsung jalannya e-RUPS. Pada pelaksanaan e-RUPS tetap harus dilaksanakan RUPS fisik kecuali terdapat kondisi tertentu. Notaris wajib hadir dalam RUPS fisik, sementara mayoritas peserta mengikutinya melalui e-RUPS sehingga berhadapan dengan Notaris secara virtual. Apabila tidak ada RUPS fisik, Notaris menyaksikan jalannya rapat secara virtual. Pada UUJN, dijelaskan bahwa yang dimaksud “dihadapan” adalah secara fisik, bukan secara virtual. UUPT juga mengharuskan Akta Risalah e-RUPS ditandatangani oleh seluruh peserta rapat, sedangkan dalam POJK RUPS tidak memerlukan tanda tangan peserta rapat. Hal ini menunjukkan terdapat pertentangan pengaturan antara UUPT dan POJK RUPS sehingga menimbulkan kebingungan saat Notaris hendak melaksanakannya jabatannya untuk membuat Akta Risalah e-RUPS. Berkaitan dengan hal itu, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai bagaimana Notaris melakukan pekerjaannya dalam rangka membuat Akta Risalah sehubungan dengan pelaksanaan e-RUPS melalui eASY.KSEI dan mengenai bagaimana kedudukan serta kekuatan pembuktian dari Akta Risalah e-RUPS. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis. Jenis datanya adalah data sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis dengan metode kualitatif. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa selama kondisi darurat, Notaris dalam pembuatan Akta Risalah e-RUPS tetap mengacu pada POJK RUPS dan Akta Risalah e-RUPS tersebut tetap memenuhi syarat sebagai akta autentik. Walaupun dalam UUJN tidak ada ketentuan yang memperbolehkan “berhadapan” secara virtual dan berdasarkan UUPT memerlukan tanda tangan seluruh peserta, namun dengan menggunakan asas “lex spesialis derogat legi generali”, maka dapat menggunakan ketentuan pada POJK RUPS. Namun dikarenakan pengaturan spesialisnya pada tingkat POJK, disarankan agar dibuat peraturan dalam bentuk Undang-Undang agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat.\",\"PeriodicalId\":406021,\"journal\":{\"name\":\"Unram Law Review\",\"volume\":\"37 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-04-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Unram Law Review\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.29303/ulrev.v7i1.261\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Unram Law Review","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29303/ulrev.v7i1.261","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Kekuatan Pembuktian Akta Risalah e-RUPS dalam Sistem eASY.KSEI ditinjau dari POJK Nomor 16/POJK.04/2020
Pelaksanaan e-RUPS di Indonesia diperbolehkan berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UUPT dan untuk perusahaan terbuka diatur dalam POJK Nomor 16/POJK.04/2020. Pelaksanaan e-RUPS dapat dilaksanakan melalui eASY.KSEI. Risalah e-RUPS harus dibuat dalam bentuk akta Notaris yaitu Akta Relaas. Dimana Notaris harus melihat, mendengar, dan menyaksikan sendiri secara langsung jalannya e-RUPS. Pada pelaksanaan e-RUPS tetap harus dilaksanakan RUPS fisik kecuali terdapat kondisi tertentu. Notaris wajib hadir dalam RUPS fisik, sementara mayoritas peserta mengikutinya melalui e-RUPS sehingga berhadapan dengan Notaris secara virtual. Apabila tidak ada RUPS fisik, Notaris menyaksikan jalannya rapat secara virtual. Pada UUJN, dijelaskan bahwa yang dimaksud “dihadapan” adalah secara fisik, bukan secara virtual. UUPT juga mengharuskan Akta Risalah e-RUPS ditandatangani oleh seluruh peserta rapat, sedangkan dalam POJK RUPS tidak memerlukan tanda tangan peserta rapat. Hal ini menunjukkan terdapat pertentangan pengaturan antara UUPT dan POJK RUPS sehingga menimbulkan kebingungan saat Notaris hendak melaksanakannya jabatannya untuk membuat Akta Risalah e-RUPS. Berkaitan dengan hal itu, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai bagaimana Notaris melakukan pekerjaannya dalam rangka membuat Akta Risalah sehubungan dengan pelaksanaan e-RUPS melalui eASY.KSEI dan mengenai bagaimana kedudukan serta kekuatan pembuktian dari Akta Risalah e-RUPS. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis. Jenis datanya adalah data sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis dengan metode kualitatif. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa selama kondisi darurat, Notaris dalam pembuatan Akta Risalah e-RUPS tetap mengacu pada POJK RUPS dan Akta Risalah e-RUPS tersebut tetap memenuhi syarat sebagai akta autentik. Walaupun dalam UUJN tidak ada ketentuan yang memperbolehkan “berhadapan” secara virtual dan berdasarkan UUPT memerlukan tanda tangan seluruh peserta, namun dengan menggunakan asas “lex spesialis derogat legi generali”, maka dapat menggunakan ketentuan pada POJK RUPS. Namun dikarenakan pengaturan spesialisnya pada tingkat POJK, disarankan agar dibuat peraturan dalam bentuk Undang-Undang agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat.