{"title":"印度尼西亚履行公证人职务的反响理念:宪法法院裁决后的影响分析研究。49 - PUU。X - 2012","authors":"Fitrah Fidhira, M. R. Bakry, Chandra Yusuf","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1916","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi Akta, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 memberikan dasar bahwa pasal 66 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D (1). Konsekuensi logis putusan ini yakni terbukanya argumentasi perihal konsep dan penerapan hukum hak ingkar dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute dan analytical jurisprudence. Analisis dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Hasil analisis menemukan bahwa: Pertama, Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, maka Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 perihal hak ingkar, dapat dikecualikan jika berkaitan dengan due Process of law, akibat hukumnya adalah pemanggilan seorang Notaris tidak memerlukan lagi persetujuan Majelis Pengawas Daerah; Kedua, secara konseptual terdapat dua substansi utama yang menjadi argumentasi penting pasca- putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, yaitu prinsip equal before the law akan sejalan dengan prinsip due process of law, dan perlakuan yang berbeda terhadap jabatan Notaris yang mengedepankan peran Majelis Pengawas Daerah harus dipahami dalam kerangka Kode Etik Notaris, bukan pada tataran fungsi peradilan.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"GAGASAN HAK INGKAR DALAM PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS DI INDONESIA: STUDI ANALISIS DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 49/PUU.X/2012\",\"authors\":\"Fitrah Fidhira, M. R. Bakry, Chandra Yusuf\",\"doi\":\"10.33476/AJL.V12I1.1916\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi Akta, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 memberikan dasar bahwa pasal 66 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D (1). Konsekuensi logis putusan ini yakni terbukanya argumentasi perihal konsep dan penerapan hukum hak ingkar dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute dan analytical jurisprudence. Analisis dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Hasil analisis menemukan bahwa: Pertama, Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, maka Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 perihal hak ingkar, dapat dikecualikan jika berkaitan dengan due Process of law, akibat hukumnya adalah pemanggilan seorang Notaris tidak memerlukan lagi persetujuan Majelis Pengawas Daerah; Kedua, secara konseptual terdapat dua substansi utama yang menjadi argumentasi penting pasca- putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, yaitu prinsip equal before the law akan sejalan dengan prinsip due process of law, dan perlakuan yang berbeda terhadap jabatan Notaris yang mengedepankan peran Majelis Pengawas Daerah harus dipahami dalam kerangka Kode Etik Notaris, bukan pada tataran fungsi peradilan.\",\"PeriodicalId\":256138,\"journal\":{\"name\":\"ADIL: Jurnal Hukum\",\"volume\":\"10 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-07-22\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"ADIL: Jurnal Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1916\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"ADIL: Jurnal Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1916","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
GAGASAN HAK INGKAR DALAM PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS DI INDONESIA: STUDI ANALISIS DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 49/PUU.X/2012
Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi Akta, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 memberikan dasar bahwa pasal 66 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D (1). Konsekuensi logis putusan ini yakni terbukanya argumentasi perihal konsep dan penerapan hukum hak ingkar dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute dan analytical jurisprudence. Analisis dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Hasil analisis menemukan bahwa: Pertama, Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, maka Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 perihal hak ingkar, dapat dikecualikan jika berkaitan dengan due Process of law, akibat hukumnya adalah pemanggilan seorang Notaris tidak memerlukan lagi persetujuan Majelis Pengawas Daerah; Kedua, secara konseptual terdapat dua substansi utama yang menjadi argumentasi penting pasca- putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, yaitu prinsip equal before the law akan sejalan dengan prinsip due process of law, dan perlakuan yang berbeda terhadap jabatan Notaris yang mengedepankan peran Majelis Pengawas Daerah harus dipahami dalam kerangka Kode Etik Notaris, bukan pada tataran fungsi peradilan.