印尼不同宗教的婚姻和宗教自由的保障

Ahmad Nurcholish
{"title":"印尼不同宗教的婚姻和宗教自由的保障","authors":"Ahmad Nurcholish","doi":"10.58823/jham.v11i11.92","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tulisan ini  mengatakan pernikahan beda agama merupakan fakta sosial yang  tak  terbantahkan di negeri Indonesia yang  plural. Tapi fakta tersebut  menjadi problem tersendiri bagi  pelakunya karena status pernikahan mereka sering tidak  dicatat atau tidak  mendapat pengakuan dari  negara. Di Indonesia pengakuan pernikahan dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) yang  berfungsi mencatat perkawinan pasangan yang  sama-sama beragama Islam.  Sedangkan dan Dinas  Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS) berfungsi mencatatkan perkawinan kalangan yang bukan beragama Islam, seperti Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha serta Khonghucu. Sementara agama yang   di  luar   itu,  dianggap tidak   berhak mengesahkan lembaga perkawinan. Padahal, sebetulnya, sesuai dengan aturan tentang civil registration PBB, pencatatan merupakan kewajiban negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak sipil warga atau citizen.Asumsi-asumsi tentang  agama  resmi dan  yang   tidak   resmi sudah seharusnya ditinggalkan. Karena ternyata merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat bangsa yang  majemuk dan bhinneka ini. Perlu dilakukan revisi  terhadap sejumlah peraturan atau undang-undang, antara lain  UU  Perkawinan Tahun 1974,   agar segala bentuk diskriminasi atas dasar etnis, ras,  budaya dan agama, terutama pencatatan perkawinan bagi  pemeluk agama dan keyakinan tidak  terjadi lagi. Di level  praktik, perlu dilakukan penyuluhan  kepada  pegawai-pegawai KUA dan DKCS tentang kesadaran pentingnya pencatatan nikah beda agama sebagai hak-hak asasi manusia.","PeriodicalId":404941,"journal":{"name":"Jurnal Hak Asasi Manusia","volume":"114 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-09-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Pernikahan Beda Agama dan Jaminan Kebebasan Beragama di Indonesia\",\"authors\":\"Ahmad Nurcholish\",\"doi\":\"10.58823/jham.v11i11.92\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Tulisan ini  mengatakan pernikahan beda agama merupakan fakta sosial yang  tak  terbantahkan di negeri Indonesia yang  plural. Tapi fakta tersebut  menjadi problem tersendiri bagi  pelakunya karena status pernikahan mereka sering tidak  dicatat atau tidak  mendapat pengakuan dari  negara. Di Indonesia pengakuan pernikahan dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) yang  berfungsi mencatat perkawinan pasangan yang  sama-sama beragama Islam.  Sedangkan dan Dinas  Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS) berfungsi mencatatkan perkawinan kalangan yang bukan beragama Islam, seperti Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha serta Khonghucu. Sementara agama yang   di  luar   itu,  dianggap tidak   berhak mengesahkan lembaga perkawinan. Padahal, sebetulnya, sesuai dengan aturan tentang civil registration PBB, pencatatan merupakan kewajiban negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak sipil warga atau citizen.Asumsi-asumsi tentang  agama  resmi dan  yang   tidak   resmi sudah seharusnya ditinggalkan. Karena ternyata merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat bangsa yang  majemuk dan bhinneka ini. Perlu dilakukan revisi  terhadap sejumlah peraturan atau undang-undang, antara lain  UU  Perkawinan Tahun 1974,   agar segala bentuk diskriminasi atas dasar etnis, ras,  budaya dan agama, terutama pencatatan perkawinan bagi  pemeluk agama dan keyakinan tidak  terjadi lagi. Di level  praktik, perlu dilakukan penyuluhan  kepada  pegawai-pegawai KUA dan DKCS tentang kesadaran pentingnya pencatatan nikah beda agama sebagai hak-hak asasi manusia.\",\"PeriodicalId\":404941,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Hak Asasi Manusia\",\"volume\":\"114 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-09-03\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Hak Asasi Manusia\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.58823/jham.v11i11.92\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hak Asasi Manusia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58823/jham.v11i11.92","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

这篇文章说,不同宗教的婚姻是印尼这个多元化国家无可争议的社会事实。但这一事实本身就是一个问题,因为犯罪者的婚姻状况往往没有得到国家的记录或认可。在印度尼西亚,宗教事务处(KUA)为信奉伊斯兰教的夫妇的婚姻举行婚礼登记。至于占领和民事服务(DKCS)是基督教、天主教、印度教、佛教和Khonghucu等非穆斯林婚姻的记录。虽然这种宗教超越了婚姻制度,但它被认为无权使婚姻制度合法化。事实上,根据联合国公民登记的规定,记录是国家确保公民或公民权利得到充分满足的义务。官方和非官方宗教的假设应该被抛弃。因为在这个多元民族和bhinneka民族社会中,国家和国家的生命都处于危险之中。需要对一些规则或法律进行修订,包括1974年的《婚姻法》,以种族、种族、文化和宗教为基础的任何形式的歧视,特别是对宗教人士和信仰的婚姻记录。在实践层面,应该向KUA和DKCS的员工咨询,了解不同宗教婚姻作为基本人权的重要性。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Pernikahan Beda Agama dan Jaminan Kebebasan Beragama di Indonesia
Tulisan ini  mengatakan pernikahan beda agama merupakan fakta sosial yang  tak  terbantahkan di negeri Indonesia yang  plural. Tapi fakta tersebut  menjadi problem tersendiri bagi  pelakunya karena status pernikahan mereka sering tidak  dicatat atau tidak  mendapat pengakuan dari  negara. Di Indonesia pengakuan pernikahan dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) yang  berfungsi mencatat perkawinan pasangan yang  sama-sama beragama Islam.  Sedangkan dan Dinas  Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS) berfungsi mencatatkan perkawinan kalangan yang bukan beragama Islam, seperti Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha serta Khonghucu. Sementara agama yang   di  luar   itu,  dianggap tidak   berhak mengesahkan lembaga perkawinan. Padahal, sebetulnya, sesuai dengan aturan tentang civil registration PBB, pencatatan merupakan kewajiban negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak sipil warga atau citizen.Asumsi-asumsi tentang  agama  resmi dan  yang   tidak   resmi sudah seharusnya ditinggalkan. Karena ternyata merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat bangsa yang  majemuk dan bhinneka ini. Perlu dilakukan revisi  terhadap sejumlah peraturan atau undang-undang, antara lain  UU  Perkawinan Tahun 1974,   agar segala bentuk diskriminasi atas dasar etnis, ras,  budaya dan agama, terutama pencatatan perkawinan bagi  pemeluk agama dan keyakinan tidak  terjadi lagi. Di level  praktik, perlu dilakukan penyuluhan  kepada  pegawai-pegawai KUA dan DKCS tentang kesadaran pentingnya pencatatan nikah beda agama sebagai hak-hak asasi manusia.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信