Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Puskesmas di Regional Timur Indonesia

IF 0.1
S. Suparmi, I. B. Maisya, Anissa Rizkianti, Kencana Sari, Bunga Christitha Rosha, Nurillah Amaliah, Joko Pambudi, Y. Wiryawan, Gurendro Putro, Noor Edi Widya Soekotjo, Lovely Daisy, M. Sari
{"title":"Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Puskesmas di Regional Timur Indonesia","authors":"S. Suparmi, I. B. Maisya, Anissa Rizkianti, Kencana Sari, Bunga Christitha Rosha, Nurillah Amaliah, Joko Pambudi, Y. Wiryawan, Gurendro Putro, Noor Edi Widya Soekotjo, Lovely Daisy, M. Sari","doi":"10.22435/MPK.V28I4.125","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The decline in under-five mortality remains target of health development in Indonesia. One effort that can be done, among others, is to improve the skills of health workers in dealing with sick children through the Integrated management of Chilhood Illness (IMCI). This study aims to evaluate the implementation of IMCI in 10 selected districts/cities in Eastern Region of Indonesia with a sample of 20 puskesmas selected randomly. In total 40 under-five children were observed when receiving IMCI services at the puskesmas. In addition, an assessment of the completeness of filling out of 200 forms of IMCI under-five children who had come to the puskesmas a week before the survey was conducted. Information related to the availability of equipment to support IMCI services is collected through direct observation in 20 selected puskesmas assisted by a check list form. The results showed that 80% of puskesmas in the eastern region have implemented IMCI, but only 25% of puskesmas reaching all the under-five children. As many as 90% of puskesmas have been trained for IMCI, however only 15% have been monitored post training. Only 25% of puskesmas received supervision from the District Health Office in implementing IMCI. The observation results at the IMCI service for children under five showed that, the lowest score for compliance with IMCI was counseling (25.8%) and the highest was diarrhea assessment (73.8%). The results of observing the IMCI forms showed that the lowest score was feeding practice (30.4%) and repeat visits (30.8%). Meanwhile, oral rehydration facilities for diarrhea are reported to be inadequate, because they are only available at 50% of puskesmas. There needs to be monitoring and supervision of officer compliance and increasing the availability of supporting equipment and facilities/insfrastructure in the implementation of IMCI. \n Abstrak \nPenurunan angka kematian balita masih menjadi target pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani balita sakit, melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan MTBS di 10 Kabupaten/Kota terpilih di regional timur, dengan jumlah sampel 20 puskesmas yang dipilih secara acak. Secara total, 40 pasien balita diobservasi pada saat mendapatkan pelayanan MTBS di puskesmas. Selain itu, dilakukan asesmen kelengkapan pengisian dari 200 formulir MTBS balita yang pernah datang ke puskesmas dalam kurun waktu seminggu sebelum survei. Infomasi terkait dengan ketersediaan peralatan untuk mendukung pelayanan MTBS dikumpulkan melalui observasi secara langsung di 20 puskesmas terpilih dibantu dengan formulir check list. Hasil analisis menunjukkan bahwa 80% puskesmas di regional timur telah melaksanakan MTBS, namun hanya 25% puskesmas yang menjangkau seluruh balita. Sebesar 90% puskesmas telah terlatih MTBS, namun hanya 15% yang dilakukan monitoring pasca pelatihan. Hanya 25% puskesmas yang mendapatkan supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan MTBS. Hasil observasi pada saat pelayanan MTBS pada balita menunjukkan, skor kepatuhan pelaksanaan MTBS yang terendah adalah konseling (25,8%) dan tertinggi adalah asesmen diare (73,8%). Hasil observasi pengisian formulir MTBS menunjukkan, skor terendah pada pengisian pemberian makan (30,4%) dan kunjungan ulang (30,8%). Sementara itu, fasilitas rehidrasi oral untuk diare dilaporkan belum memadai, karena hanya tersedia di 50% puskesmas. Perlu adanya monitoring dan supervisi terhadap kepatuhan petugas serta peningkatan ketersediaan peralatan dan sarana/prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS. ","PeriodicalId":18323,"journal":{"name":"Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1000,"publicationDate":"2018-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"7","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/MPK.V28I4.125","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 7

Abstract

The decline in under-five mortality remains target of health development in Indonesia. One effort that can be done, among others, is to improve the skills of health workers in dealing with sick children through the Integrated management of Chilhood Illness (IMCI). This study aims to evaluate the implementation of IMCI in 10 selected districts/cities in Eastern Region of Indonesia with a sample of 20 puskesmas selected randomly. In total 40 under-five children were observed when receiving IMCI services at the puskesmas. In addition, an assessment of the completeness of filling out of 200 forms of IMCI under-five children who had come to the puskesmas a week before the survey was conducted. Information related to the availability of equipment to support IMCI services is collected through direct observation in 20 selected puskesmas assisted by a check list form. The results showed that 80% of puskesmas in the eastern region have implemented IMCI, but only 25% of puskesmas reaching all the under-five children. As many as 90% of puskesmas have been trained for IMCI, however only 15% have been monitored post training. Only 25% of puskesmas received supervision from the District Health Office in implementing IMCI. The observation results at the IMCI service for children under five showed that, the lowest score for compliance with IMCI was counseling (25.8%) and the highest was diarrhea assessment (73.8%). The results of observing the IMCI forms showed that the lowest score was feeding practice (30.4%) and repeat visits (30.8%). Meanwhile, oral rehydration facilities for diarrhea are reported to be inadequate, because they are only available at 50% of puskesmas. There needs to be monitoring and supervision of officer compliance and increasing the availability of supporting equipment and facilities/insfrastructure in the implementation of IMCI.  Abstrak Penurunan angka kematian balita masih menjadi target pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani balita sakit, melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan MTBS di 10 Kabupaten/Kota terpilih di regional timur, dengan jumlah sampel 20 puskesmas yang dipilih secara acak. Secara total, 40 pasien balita diobservasi pada saat mendapatkan pelayanan MTBS di puskesmas. Selain itu, dilakukan asesmen kelengkapan pengisian dari 200 formulir MTBS balita yang pernah datang ke puskesmas dalam kurun waktu seminggu sebelum survei. Infomasi terkait dengan ketersediaan peralatan untuk mendukung pelayanan MTBS dikumpulkan melalui observasi secara langsung di 20 puskesmas terpilih dibantu dengan formulir check list. Hasil analisis menunjukkan bahwa 80% puskesmas di regional timur telah melaksanakan MTBS, namun hanya 25% puskesmas yang menjangkau seluruh balita. Sebesar 90% puskesmas telah terlatih MTBS, namun hanya 15% yang dilakukan monitoring pasca pelatihan. Hanya 25% puskesmas yang mendapatkan supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan MTBS. Hasil observasi pada saat pelayanan MTBS pada balita menunjukkan, skor kepatuhan pelaksanaan MTBS yang terendah adalah konseling (25,8%) dan tertinggi adalah asesmen diare (73,8%). Hasil observasi pengisian formulir MTBS menunjukkan, skor terendah pada pengisian pemberian makan (30,4%) dan kunjungan ulang (30,8%). Sementara itu, fasilitas rehidrasi oral untuk diare dilaporkan belum memadai, karena hanya tersedia di 50% puskesmas. Perlu adanya monitoring dan supervisi terhadap kepatuhan petugas serta peningkatan ketersediaan peralatan dan sarana/prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS. 
印度尼西亚东部地区Puskesmas的幼儿综合管理服务(MTBS)
降低五岁以下儿童死亡率仍然是印度尼西亚卫生发展的目标。除其他外,可以做的一项努力是通过儿童疾病综合管理提高卫生工作者处理患病儿童的技能。本研究旨在评估印度尼西亚东部地区选定的10个县/城市的儿童疾病综合管理实施情况,随机抽取20个县/城市作为样本。总共观察到40名5岁以下儿童在puskesmas接受儿童疾病综合管理服务。此外,还评估了在进行调查前一周来到puskesmas的200个5岁以下儿童儿童疾病综合管理表格填写的完整性。与支持儿童疾病综合管理服务的设备可用性有关的信息是通过在20个选定的puskesmas直接观察收集的,并辅以核对表。结果表明,东部地区80%的小学实施了儿童疾病综合管理,但只有25%的小学覆盖了所有5岁以下儿童。多达90%的学生接受了儿童疾病综合管理方面的培训,但只有15%的学生在培训后接受了监测。只有25%的医院在实施儿童疾病综合管理方面得到了区卫生局的监督。5岁以下儿童疾病综合管理服务的观察结果显示,儿童疾病综合管理依从性得分最低的是心理咨询(25.8%),最高的是腹泻评估(73.8%)。观察IMCI表格的结果显示,得分最低的是喂养实践(30.4%)和重复就诊(30.8%)。与此同时,据报道,腹泻的口服补液设施不足,因为只有50%的puskesmas有这种设施。在实施儿童疾病综合管理方面,需要监测和监督官员的遵守情况,并增加提供支助设备和设施/基础设施。【摘要】印度尼西亚的Penurunan angka kematian balita masih menjadi目标是pembangunan kesehatan。Salah satu upaya yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani balita sakit, melalui pendekatan Manajemen Terpadu balita sakit (MTBS)。Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan MTBS di 10 Kabupaten/Kota terpilih di regional timur, dengan jumlah样本20 puskesmas yang dipilih secara akak。总而言之,总共有40个pasen balita disobservasi padat mendapatkan pelayanan MTBS di puskesmas。Selain itu, dilakukan评估人员kelengkapan pengisan dari 200配方MTBS balita yang pernah datang ke puskesmas dalam kurun waktu seminggu sebelum调查。资料显示,我国有20个主要国家和地区的丹参配方,其中包括丹参配方检查清单。Hasil分析menunjukkan bahwa 80% puskesmas di regional timur telah melaksanakan MTBS, namun hanya 25% puskesmas yang menjangkau seluruh balita。士必沙90% puskesmas telah terlatih MTBS, namun hanya 15% yang dilakukan监测pasca pelatihan。汉亚25% puskesmas yang mendapatkan监督,dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan MTBS。Hasil observasi pada saat pelayanan MTBS pada balita menunjukkan, skor kepatuhan pelaksanaan MTBS yang terendah adalah konseling(25.8%)和tertinggi adalah asesmen diare(73.8%)。Hasil observasi pengisian formululir MTBS menunjukkan, skor terendah pada pengisian pemberian makan (30.4%), dan kunjungan ulang(30.8%)。Sementara itu, fasilitas rehidrasi oral untuk diare。Perlu adanya监测和监督terhadap kepatuhan petugas serta peningkatan ketersediaan peralatan dan sarana/prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan PUBLIC, ENVIRONMENTAL & OCCUPATIONAL HEALTH-
自引率
0.00%
发文量
15
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信