{"title":"Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis di Desa Mbilur Pangadu Kabupaten Sumba Tengah","authors":"Varry Lobo, A. K. Bulu, Monika Noshirma","doi":"10.22435/mpk.v28i3.530","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstractFilariasis program in Indonesia is carried out through two main strategies, namely breaking the chain of transmission with mass drug administration in endemic areas and clinical case management. This research was aimed to assess the implementation of administration of filariasis preventive drugs in Mbilur Pangadu village, Central Sumba Regency. Mass drug administration in Central Sumba is the first program that has been carried out and has not been evaluated yet. The study was conducted with a descriptive survey method of Mbilur Pangadu Village population aged ≥ 13 years. The results showed that the majority of respondents who did not receive the drug were in all age groups (> 50%), sex male (64.7%), lack of knowledge about filariasis (85.8%) and distance of treatment posts difficult to reach (65.4%). Most respondents with high or low knowledge did not receive drugs (>50%), but they received the program well. Health activities have an impact of drug acceptance, which is 95.6%. The method of distribution and side effects of treatment does not affect the behavior of taking medication. Guidelines for the implementation of mass treatment must be known and can be carried out by all health workers to achieve the expected target. \nAbstrakProgram filariasis di Indonesia dilakukan melalui dua strategi utama, yaitu memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal di daerah endemis dan penatalaksanaan kasus klinis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pelaksanaan pemberian obat massal pencegah filariasis di Desa Mbilur Pangadu Kabupaten Sumba Tengah. Pemberian obat massal di Sumba Tengah adalah program yang pertama kali dilakukan dan belum pernah dievaluasi. Penelitian dilakukan dengan metode survei deskriptif pada seluruh penduduk Desa Mbilur Pangadu yang berumur ≥13 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak menerima obat berada pada semua kelompok umur (> 50%), berjenis kelamin laki-laki (64,7%), pengetahuan kurang tentang filariasis (85,8%) dan jarak pos pengobatan sulit dijangkau (65,4%). Sebagian besar responden dengan pengetahuan tinggi maupun rendah tidak menerima obat (>50%), namun mereka menerima program dengan baik. Keaktifan petugas kesehatan sangat berdampak terhadap penerimaan obat yaitu 95,6%. Cara pendistribusian dan efek samping pengobatan tidak berdampak pada perilaku minum obat. Pedoman pelaksanaan pengobatan massal harus diketahui dan bisa dilaksanakan oleh seluruh petugas kesehatan agar mencapai terget yang diharapkan.","PeriodicalId":18323,"journal":{"name":"Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1000,"publicationDate":"2018-12-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/mpk.v28i3.530","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
Abstract
AbstractFilariasis program in Indonesia is carried out through two main strategies, namely breaking the chain of transmission with mass drug administration in endemic areas and clinical case management. This research was aimed to assess the implementation of administration of filariasis preventive drugs in Mbilur Pangadu village, Central Sumba Regency. Mass drug administration in Central Sumba is the first program that has been carried out and has not been evaluated yet. The study was conducted with a descriptive survey method of Mbilur Pangadu Village population aged ≥ 13 years. The results showed that the majority of respondents who did not receive the drug were in all age groups (> 50%), sex male (64.7%), lack of knowledge about filariasis (85.8%) and distance of treatment posts difficult to reach (65.4%). Most respondents with high or low knowledge did not receive drugs (>50%), but they received the program well. Health activities have an impact of drug acceptance, which is 95.6%. The method of distribution and side effects of treatment does not affect the behavior of taking medication. Guidelines for the implementation of mass treatment must be known and can be carried out by all health workers to achieve the expected target.
AbstrakProgram filariasis di Indonesia dilakukan melalui dua strategi utama, yaitu memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal di daerah endemis dan penatalaksanaan kasus klinis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pelaksanaan pemberian obat massal pencegah filariasis di Desa Mbilur Pangadu Kabupaten Sumba Tengah. Pemberian obat massal di Sumba Tengah adalah program yang pertama kali dilakukan dan belum pernah dievaluasi. Penelitian dilakukan dengan metode survei deskriptif pada seluruh penduduk Desa Mbilur Pangadu yang berumur ≥13 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak menerima obat berada pada semua kelompok umur (> 50%), berjenis kelamin laki-laki (64,7%), pengetahuan kurang tentang filariasis (85,8%) dan jarak pos pengobatan sulit dijangkau (65,4%). Sebagian besar responden dengan pengetahuan tinggi maupun rendah tidak menerima obat (>50%), namun mereka menerima program dengan baik. Keaktifan petugas kesehatan sangat berdampak terhadap penerimaan obat yaitu 95,6%. Cara pendistribusian dan efek samping pengobatan tidak berdampak pada perilaku minum obat. Pedoman pelaksanaan pengobatan massal harus diketahui dan bisa dilaksanakan oleh seluruh petugas kesehatan agar mencapai terget yang diharapkan.
摘要印度尼西亚的丝虫病规划主要通过两种策略来实施,即在流行地区通过大规模给药来打破传播链和临床病例管理。本研究旨在评估松巴县中部Mbilur Pangadu村丝虫病预防药物管理的实施情况。中松巴的大规模药物管理是第一个已实施但尚未得到评价的规划。本研究采用描述性调查方法对Mbilur Pangadu村≥13岁人口进行调查。结果显示,未接受药物治疗的受访人群以各年龄组(> 50%)、性别男性(64.7%)、对丝虫病知识缺乏(85.8%)和医疗点距离难以到达(65.4%)居多。知识知晓程度高或低的受访者中,大部分(>50%)没有收到药物,但他们对项目的接受程度很好。卫生活动对药物接受度有影响,为95.6%。药物的分配方法和副作用不影响服药行为。实施大规模治疗的准则必须为人所知,所有卫生工作者都可以执行这些准则,以实现预期目标。[摘要]计划印度尼西亚的丝虫病,如:印尼的丝虫病、印尼的丝虫病、印尼的丝虫病、印尼的丝虫病、印尼的丝虫病、印尼的丝虫病和印尼的丝虫病。Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pelaksanaan pemberian obat massmasspenegah丝虫病di Desa Mbilur Pangadu Kabupaten Sumba Tengah。Pemberian obat massal di Sumba Tengah adalah程序yang pertama kali dilakukan and belum pernah dievaluasi。Penelitian dilakukan dengan方法调查表,pada seluru penduduk Desa Mbilur Pangadu yang berumr≥13 tahun。Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar应答yang tidak menerima obat berada pada semua kelompok umur (> 50%), berjenis kelamin laki-laki (64,7%), pengetahuan kurang tentang丝虫病(85,8%),dan jarak pos pengobatan sulit dijangkau(65,4%)。巴吉安州回应登甘彭格塔环廷吉maupun rendah tidak menerima obat (>50%), namun mereka menerima方案登甘baik。Keaktifan petugas kesehatan sangat berdampak terhahap - peneriman,占比95,6%。Cara pendistribuian dan efek samping pengobatan tidak berdampak pada peraku minum obat。Pedoman pelaksanaan pengobatan massal harus diketahui dan bisa dilaksanakan oleh seluruh petugas kesehatan agar mencapai目标yang diharapkan。