Alfonsus Tegar Setyawan, Azmah Sholihah, S. Rohmah
{"title":"Kuliner Sunda di tengah laju modernitas: perkembangan rumah makan Sunda di Bandung tahun 1960-an hingga 2000-an","authors":"Alfonsus Tegar Setyawan, Azmah Sholihah, S. Rohmah","doi":"10.17977/um081v2i22022p204-218","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Bandung is one of the main culinary destinations in Indonesia. Bandung's culinary image has been rooted since the colonial era as Haryoto Kunto (1986) called Bandung “a hawker's paradise\". A typical culinary of Bandung is Sundanese restaurants with its signature local dishes. Sundanese dishes usually served in a domestic environment (household). Since the 1960s to 1970s, there were trends of typical Sundanese food stalls in Bandung, namely Ampera, and Ponyo. Those were local people who wanted to eat outside. In 1980s, Ampera, and Ponyo food stalls transformed their business concept to become restaurants. Then, since the early of 2000s, the earliest generation of Sundanese restaurants started to apply franchise business concept, followed by the emergence of Cibiuk and Manjabal as a new generation of Sundanese restaurants. This article discusses the development of Sundanese restaurants in Bandung since its inception until their transformation become restaurant that had branches in various regions while maintaining their local wisdom values in the midst of the onrushing of modernity. Besides employing historical methods, this article also used the concepts of local cuisine and food industry to understand the development of Sundanese restaurants in Bandung. Bandung dikenal sebagai salah satu destinasi wisata kuliner utama di Indonesia. Citra kuliner Bandung telah berakar sejak masa kolonial sebagaimana Haryoto Kunto (1986) menjuluki Bandung sebagai “surga tukang jajan”. Salah satu citra kuliner khas Bandung adalah rumah makan Sunda dengan hidangan khasnya. Hidangan Sunda biasa disajikan di lingkungan domestik (rumah tangga). Sejak dekade 1960-an hingga 1970-an, muncul tren warung makan khas Sunda di Bandung, seperti Ampera dan Ponyo. Warung makan Sunda menjadi pilihan bagi masyarakat Pribumi untuk memenuhi kebutuhan selera makan di luar rumah. Pada 1980-an, warung makan Ampera, dan Ponyo mulai bertransformasi menjadi rumah makan. Kemudian, sejak awal tahun 2000-an mulai muncul tren bisnis waralaba (franchise) dalam industri rumah makan Sunda, disertai dengan kemunculan Cibiuk dan Manjabal sebagai generasi baru rumah makan Sunda. Artikel ini membahas perkembangan rumah makan Sunda di Bandung sejak awal kemunculannya hingga bertransformasi menjadi rumah makan besar yang memiliki cabang di berbagai wilayah dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal di tengah laju modernitas. Di samping menggunakan metode sejarah, artikel ini juga menggunakan pendekatan local cuisine dan food industry untuk memahami perkembangan rumah makan Sunda di Bandung. ","PeriodicalId":40352,"journal":{"name":"Journal of Modern Russian History and Historiography","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1000,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal of Modern Russian History and Historiography","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.17977/um081v2i22022p204-218","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"Q3","JCRName":"HISTORY","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Bandung is one of the main culinary destinations in Indonesia. Bandung's culinary image has been rooted since the colonial era as Haryoto Kunto (1986) called Bandung “a hawker's paradise". A typical culinary of Bandung is Sundanese restaurants with its signature local dishes. Sundanese dishes usually served in a domestic environment (household). Since the 1960s to 1970s, there were trends of typical Sundanese food stalls in Bandung, namely Ampera, and Ponyo. Those were local people who wanted to eat outside. In 1980s, Ampera, and Ponyo food stalls transformed their business concept to become restaurants. Then, since the early of 2000s, the earliest generation of Sundanese restaurants started to apply franchise business concept, followed by the emergence of Cibiuk and Manjabal as a new generation of Sundanese restaurants. This article discusses the development of Sundanese restaurants in Bandung since its inception until their transformation become restaurant that had branches in various regions while maintaining their local wisdom values in the midst of the onrushing of modernity. Besides employing historical methods, this article also used the concepts of local cuisine and food industry to understand the development of Sundanese restaurants in Bandung. Bandung dikenal sebagai salah satu destinasi wisata kuliner utama di Indonesia. Citra kuliner Bandung telah berakar sejak masa kolonial sebagaimana Haryoto Kunto (1986) menjuluki Bandung sebagai “surga tukang jajan”. Salah satu citra kuliner khas Bandung adalah rumah makan Sunda dengan hidangan khasnya. Hidangan Sunda biasa disajikan di lingkungan domestik (rumah tangga). Sejak dekade 1960-an hingga 1970-an, muncul tren warung makan khas Sunda di Bandung, seperti Ampera dan Ponyo. Warung makan Sunda menjadi pilihan bagi masyarakat Pribumi untuk memenuhi kebutuhan selera makan di luar rumah. Pada 1980-an, warung makan Ampera, dan Ponyo mulai bertransformasi menjadi rumah makan. Kemudian, sejak awal tahun 2000-an mulai muncul tren bisnis waralaba (franchise) dalam industri rumah makan Sunda, disertai dengan kemunculan Cibiuk dan Manjabal sebagai generasi baru rumah makan Sunda. Artikel ini membahas perkembangan rumah makan Sunda di Bandung sejak awal kemunculannya hingga bertransformasi menjadi rumah makan besar yang memiliki cabang di berbagai wilayah dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal di tengah laju modernitas. Di samping menggunakan metode sejarah, artikel ini juga menggunakan pendekatan local cuisine dan food industry untuk memahami perkembangan rumah makan Sunda di Bandung.
万隆是印尼的主要美食目的地之一。自殖民时代以来,万隆的烹饪形象已经根深蒂固,因为Haryoto Kunto(1986)称万隆为“小贩的天堂”。万隆的一个典型的烹饪是Sundanese餐馆,它的招牌菜。通常在家庭环境(家庭)中供应的Sundanese菜。从20世纪60年代到70年代,万隆出现了典型的Sundanese大排档,即Ampera和Ponyo。那些是想在外面吃饭的当地人。20世纪80年代,Ampera和Ponyo大排档将其经营理念转变为餐馆。然后,从21世纪初开始,最早的一代Sundanese餐厅开始运用特许经营理念,随后出现了Cibiuk和Manjabal作为新一代Sundanese餐厅。本文讨论了万隆巽旦餐厅自成立以来的发展,直到他们转型为在各个地区设有分支机构的餐厅,同时在现代性的冲击中保持了当地的智慧价值观。本文除了采用历史的方法外,还运用了当地美食和食品工业的概念来了解万隆巽他餐厅的发展。印尼万隆市:印尼万隆市:印尼万隆市:印尼万隆市:印尼万隆市:印尼万隆市。Citra kuliner万隆telah berakar sejak masa殖民地sebagaimana Haryoto Kunto (1986) menjuluki万隆sebagai“surga tukang jajan”。Salah satu citra kuliner khas Bandung adalah rumah makan Sunda dengan hidangan khasnya。Hidangan Sunda biasa disajikan di lingkungan domestic (rumah tangga)。20世纪60年代至70年代,在万隆市,在万隆市,在万隆市,在日本,在日本。Warung makan Sunda menjadi pilihan bagi masyarakat Pribumi untuk memenuhi kebutuhan selera makan di luar rumah。帕达1980-an, warung makan Ampera, dan Ponyo mulai,转型为menjadi rumah makan。Kemudian, sejak awal tahun 2000- and mulai muncul tren bisnis waralaba(特许经营)dalam工业rumah makan Sunda, disertai dengan kemunculan Cibiuk and Manjabal sebagai generasi baru rumah makan Sunda。新加坡人是新加坡人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人,是亚洲人。Di samping menggunakan metode sejarah, artikel ini juga menggunakan pendekatan当地美食和食品工业untuk memahami perkembangan rumah makan Sunda Di万隆。