PELAJARI HIV, HENTIKAN STIGMA DAN DISKRIMINASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA)

Ridwan Balatif
{"title":"PELAJARI HIV, HENTIKAN STIGMA DAN DISKRIMINASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA)","authors":"Ridwan Balatif","doi":"10.53366/jimki.v7i2.52","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Stigma kepada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) tergambar dalam sikap sinis, perasaan akan ketakutan yang berlebihan serta pengalaman negatif terhadap ODHA. Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan di berbagai bidang kegiatan masyarakat seperti dunia pendidikan, kerja dan layanan kesehatan merupakan bentuk stigma yang sering terjadi. 1 Diskriminasi adalah bentuk pembatasan ekspresi ataupun pencegahan seseorang terhadap suatu akses pelayanan. \n  \nODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) seringkali dijadikan sebagai sasaran diskriminasi di masyarakat. Bahkan tidak jarang mereka mengalami pengucilan oleh masyarakat sekitar. Baru baru ini 14 murid SD yang mengidap HIV di Solo dikecam oleh orangtua siswa lainnya agar dikeluarkan dari sekolah mereka dikarenakan orangtua siswa lainnya takut anak-anak mereka tertular HIV.2 Hal yang serupa terjadi pada 3 anak pengidap HIV di Samosir, mereka terancam diusir dari sekolah bahkan masyarakat mengultimatum agar ketiganya diusir dari Kabupaten Samosir. Alasan yang sama dilontarkan oleh masyarakat setempat yang takut bila anak-anak mereka tertular HIV dari ketiga anak tersebut.3 \n  \n      Tidak hanya didalam negeri, berbagai diskriminasi juga diterima oleh penderitanya diluar negeri. “Putriku menolak pergi kerumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Putriku meninggal karena  takut akan stigma dan diskriminasi yang dicap oleh masyarakat”. Kalimat tersebut diucapkan oleh seorang nenek dari Ghana yang kehilangan putrinya yang juga merupakan ODHA.4 \n  \nPenelitian Maharani (2014) yang bertujuan  untuk mengetahui informasi tentang stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada pelayanan kesehatan di Kota Pekanbaru bahwa diskriminasi dalam bentuk dilecehkan secara lisan dengan mengatakan penyakit HIV dengan nada lantang, pemberian makan dibawah pintu, seprai tidak diganti-ganti dan sebagainya. Meskipun telah mendapat pelatihan, masih ada petugas kesehatan yang merasa cemas ketika berhadpaan pasien ODHA terutama di ruang rawat inap. Berikut penuturannya: \n“Yaaa pada saat menangani pasien HIV/AIDS perasaan cemas pasti adalah., karena kita tidak tau pori-pori tangan kita terluka.. tubuh kita terluka, sandal kita, mungkin pada saat operasi kejatuhan cairan darah, ketuban pada saat section itu biasanya muncrat.. tetap kita ada cemas dalam menanganinya” \n  \nPenuturan lainnya diungkap oleh ODHA yang berkunjung ke dokter gigi. Berikut penuturannya: \n“Waktu saya pergi ke dokter gigi, jadi pas saya duduk dikursi pelayanannya,, ibuk itu kan pegang status RM saya,, tanpa sengaja dia liat kode nomornya saya,, langsung berubah ekspresinya terkejut melihat kode itu, (saya liat sendiri ekspresinya berubah), dokter itu tiba-tiba menoleh kekamar belakang membilang ke perawatnya, “heeehh kok nggak bilang itu pasien HIV (dengan suara agak berisik), kemudian dokter itu balik lagi ,, dia pake sarung tangan , masker, kacamata, disuruhnya saya membuka mulut.. kemudian diliatnya.., Oh ini nggak pa pa.. (padahal waktu itu gigi saya berlobang,, jadi niat mau dicabut biar ga sakit lagi),, tapi nadanya ketus seperti mau marah marah,, padahal awalnya ramah aja, bilang gini “liat giginya,, hhmmm nggak pa pa ini,,, Tapi kan buk saya dirujuk tadi disini suruh cabut buk,”siapa bilang,”Nggak pa pa kok”, Kan saya yang dokter gigi, bukan mereka… yaa sudah sana keluar”5 \n  \n      Berbagai stigma dan diskriminasi yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis menuangkan informasi yang didapat ke dalam artikel ini, penulis berharap akan membuka wawasan dan merasakan penderitaan para ODHA  sehingga bisa meningkatkan rasa empati kita mengenai HIV/AIDS sehingga stigma dan diskriminasi terhadap ODHA bisa dihentikan.","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-03-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.53366/jimki.v7i2.52","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

Stigma kepada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) tergambar dalam sikap sinis, perasaan akan ketakutan yang berlebihan serta pengalaman negatif terhadap ODHA. Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan di berbagai bidang kegiatan masyarakat seperti dunia pendidikan, kerja dan layanan kesehatan merupakan bentuk stigma yang sering terjadi. 1 Diskriminasi adalah bentuk pembatasan ekspresi ataupun pencegahan seseorang terhadap suatu akses pelayanan.   ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) seringkali dijadikan sebagai sasaran diskriminasi di masyarakat. Bahkan tidak jarang mereka mengalami pengucilan oleh masyarakat sekitar. Baru baru ini 14 murid SD yang mengidap HIV di Solo dikecam oleh orangtua siswa lainnya agar dikeluarkan dari sekolah mereka dikarenakan orangtua siswa lainnya takut anak-anak mereka tertular HIV.2 Hal yang serupa terjadi pada 3 anak pengidap HIV di Samosir, mereka terancam diusir dari sekolah bahkan masyarakat mengultimatum agar ketiganya diusir dari Kabupaten Samosir. Alasan yang sama dilontarkan oleh masyarakat setempat yang takut bila anak-anak mereka tertular HIV dari ketiga anak tersebut.3         Tidak hanya didalam negeri, berbagai diskriminasi juga diterima oleh penderitanya diluar negeri. “Putriku menolak pergi kerumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Putriku meninggal karena  takut akan stigma dan diskriminasi yang dicap oleh masyarakat”. Kalimat tersebut diucapkan oleh seorang nenek dari Ghana yang kehilangan putrinya yang juga merupakan ODHA.4   Penelitian Maharani (2014) yang bertujuan  untuk mengetahui informasi tentang stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada pelayanan kesehatan di Kota Pekanbaru bahwa diskriminasi dalam bentuk dilecehkan secara lisan dengan mengatakan penyakit HIV dengan nada lantang, pemberian makan dibawah pintu, seprai tidak diganti-ganti dan sebagainya. Meskipun telah mendapat pelatihan, masih ada petugas kesehatan yang merasa cemas ketika berhadpaan pasien ODHA terutama di ruang rawat inap. Berikut penuturannya: “Yaaa pada saat menangani pasien HIV/AIDS perasaan cemas pasti adalah., karena kita tidak tau pori-pori tangan kita terluka.. tubuh kita terluka, sandal kita, mungkin pada saat operasi kejatuhan cairan darah, ketuban pada saat section itu biasanya muncrat.. tetap kita ada cemas dalam menanganinya”   Penuturan lainnya diungkap oleh ODHA yang berkunjung ke dokter gigi. Berikut penuturannya: “Waktu saya pergi ke dokter gigi, jadi pas saya duduk dikursi pelayanannya,, ibuk itu kan pegang status RM saya,, tanpa sengaja dia liat kode nomornya saya,, langsung berubah ekspresinya terkejut melihat kode itu, (saya liat sendiri ekspresinya berubah), dokter itu tiba-tiba menoleh kekamar belakang membilang ke perawatnya, “heeehh kok nggak bilang itu pasien HIV (dengan suara agak berisik), kemudian dokter itu balik lagi ,, dia pake sarung tangan , masker, kacamata, disuruhnya saya membuka mulut.. kemudian diliatnya.., Oh ini nggak pa pa.. (padahal waktu itu gigi saya berlobang,, jadi niat mau dicabut biar ga sakit lagi),, tapi nadanya ketus seperti mau marah marah,, padahal awalnya ramah aja, bilang gini “liat giginya,, hhmmm nggak pa pa ini,,, Tapi kan buk saya dirujuk tadi disini suruh cabut buk,”siapa bilang,”Nggak pa pa kok”, Kan saya yang dokter gigi, bukan mereka… yaa sudah sana keluar”5         Berbagai stigma dan diskriminasi yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis menuangkan informasi yang didapat ke dalam artikel ini, penulis berharap akan membuka wawasan dan merasakan penderitaan para ODHA  sehingga bisa meningkatkan rasa empati kita mengenai HIV/AIDS sehingga stigma dan diskriminasi terhadap ODHA bisa dihentikan.
研究艾滋病毒,停止艾滋病毒/艾滋病人的耻辱和歧视(ODHA)
带有讽刺意味的艾滋病毒/艾滋病患者的耻辱(ODHA)表现在对ODHA的过度恐惧和消极经历中。社会孤立、艾滋病毒地位的传播和社会活动的排斥是一种常见的耻辱形式。歧视是一种限制言论或阻止一个人获得服务的方式。ODHA(艾滋病毒/艾滋病患者)经常被视为社会歧视的目标。甚至他们被周围的人排斥也并不罕见。小学生最近14独奏受到艾滋病毒的另一名学生的父母,让他们由于父母而被学校开除学生害怕他们的孩子感染了艾滋病毒。其他两件事也发生了类似的三个孩子,他们威胁Samosir艾滋病毒在社区学校开除甚至最后通牒让三者同时被逐出Samosir县。当地社区担心他们的孩子从这三个孩子那里感染了艾滋病毒,这也是出于同样的原因不仅在国内,异己也受到异己者的歧视。“我女儿拒绝去医院接受治疗。我女儿死于对社会耻辱和歧视的恐惧。这些句子出自一个失去女儿的加纳的奶奶也是ODHA。4皇后(2014)的研究,旨在探讨关于耻辱和歧视的信息镇上ODHA卫生保健的北干巴鲁口头骚扰的形式歧视说疾病艾滋病毒的口吻大声,喂养门下,不diganti-ganti床单之类的。尽管接受了培训,但仍有一名卫生工作者对ODHA患者的缺席感到焦虑,尤其是在病房里。他的发言如下:“在治疗艾滋病毒/艾滋病患者时,雅雅确实感到焦虑。,因为我们不知道我们的手破了毛孔。我们的身体受了伤,我们的凉鞋,可能是在手术中流出的血液,然而,我们在处理这件事时仍然感到焦虑。penuturannya:“我去看牙医,所以这是一个合适的时间我坐在椅子上,服务的是牵着我的罗状态,他无意中看到我的数字代码,直接改变表情惊讶地看到了这些密码,(我)医生,看看自己的表情变了突然转向membilang后面房间到护士,“heeehh怎么不说是艾滋病患者(有点吵的声音),那医生回来,他戴手套,口罩、眼镜让我张开嘴。然后diliatnya…哦,这没什么。(当时我被开除,所以打算让牙齿窟窿,不再生病了),但语气尖刻好像要我太生气了,而起初友好吧,说这样“看牙齿,哼哼,不了这个pa pa,但在这里提到让拔掉砰砰我就对谁说,“不pa角”,我的牙医,不是他们... yaa那里了”5先前所不同的耻辱和歧视,作者在这篇文章中写下了这些信息,作者希望为ODHA带来的见解和感受,以增加我们对HIV/艾滋病的同理心,从而阻止ODHA的耻辱和歧视。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
文献相关原料
公司名称 产品信息 采购帮参考价格
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信