Self Assessment Manajemen Layanan Menggunakan Framework Information Technology Infrastructure Library (ITILv4) Pada Incident Management Rumah Sakit Hermina, Lembean, Sulawesi Utara
Joe Yuan Mambu, E. Matindas, S. Adam, Toetik Wulyatiningsih
{"title":"Self Assessment Manajemen Layanan Menggunakan Framework Information Technology Infrastructure Library (ITILv4) Pada Incident Management Rumah Sakit Hermina, Lembean, Sulawesi Utara","authors":"Joe Yuan Mambu, E. Matindas, S. Adam, Toetik Wulyatiningsih","doi":"10.37034/jidt.v5i2.319","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Di era globalisasi saat ini, rumah sakit dituntut untuk meningkatkan kinerja dan daya saing dengan merumuskan kebijakan-kebijakan strategis, termasuk efisiensi organisasi, manajemen, dan sumber daya manusia. Rumah Sakit Hermana Lembean di wilayah Minahasa Utara memiliki visi untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan terbaik di wilayahnya. Untuk meningkatkan layanan teknologi informasi, banyak rumah sakit menerapkan kerangka kerja ITIL sebagai panduan terbaik dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengelola layanan teknologi informasi mereka. Sistem Manajemen Teknologi Informasi (ITSM) di rumah sakit menjadi semakin penting untuk memastikan layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Jaminan ketersediaan layanan menjadi hal yang penting, dan penanganan insiden-insiden yang tepat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa layanan TI tetap tersedia dan dapat mendukung pelayanan kesehatan lebih efektif. Salah satu insiden atau masalah yang biasanya terjadi adalah duplikasi data pada system dan server down, yang membutuhkan evaluasi untuk meningkatkan performa layanan TI dengan mengacu pada best practice yaitu framework ITIL V3. Penerapan kerangka kerja ITIL dapat membantu Rumah Sakit Hermana Lembean dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengelola layanan teknologi informasi mereka dengan lebih efektif. Dari hasil self-assessment menunjukkan bahwa institusi ini hanya mencapai level 1.5, sehingga disarankan agar perusahaan bisa membuat kebijakan perusahaan pada penggunaan level Prerequisites.","PeriodicalId":33488,"journal":{"name":"JTIT Jurnal Teknologi Informasi dan Terapan","volume":"66 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JTIT Jurnal Teknologi Informasi dan Terapan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.37034/jidt.v5i2.319","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Di era globalisasi saat ini, rumah sakit dituntut untuk meningkatkan kinerja dan daya saing dengan merumuskan kebijakan-kebijakan strategis, termasuk efisiensi organisasi, manajemen, dan sumber daya manusia. Rumah Sakit Hermana Lembean di wilayah Minahasa Utara memiliki visi untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan terbaik di wilayahnya. Untuk meningkatkan layanan teknologi informasi, banyak rumah sakit menerapkan kerangka kerja ITIL sebagai panduan terbaik dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengelola layanan teknologi informasi mereka. Sistem Manajemen Teknologi Informasi (ITSM) di rumah sakit menjadi semakin penting untuk memastikan layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Jaminan ketersediaan layanan menjadi hal yang penting, dan penanganan insiden-insiden yang tepat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa layanan TI tetap tersedia dan dapat mendukung pelayanan kesehatan lebih efektif. Salah satu insiden atau masalah yang biasanya terjadi adalah duplikasi data pada system dan server down, yang membutuhkan evaluasi untuk meningkatkan performa layanan TI dengan mengacu pada best practice yaitu framework ITIL V3. Penerapan kerangka kerja ITIL dapat membantu Rumah Sakit Hermana Lembean dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengelola layanan teknologi informasi mereka dengan lebih efektif. Dari hasil self-assessment menunjukkan bahwa institusi ini hanya mencapai level 1.5, sehingga disarankan agar perusahaan bisa membuat kebijakan perusahaan pada penggunaan level Prerequisites.