{"title":"Complying with Sharia While Exempting from Value-Added Tax: Murābaḥah in Indonesian Islamic Banks","authors":"N. Hidayah, Moch. Bukhori Muslim, Abdul Azis","doi":"10.15408/ajis.v22i1.22833","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":" Law number 42/2009 on Value Added Tax and some subsequent amendments have exempted Islamic banks from the value-added tax on their murābaḥah transactions. This provision raises the sharia issue because the goods are delivered directly from the supplier to the customer. At the same time, the DSN-MUI Fatwa regarding the murābaḥah contract sets that banks must first buy and own the goods from the suppliers before selling them back to the customers. With this tax provision, murābaḥah transactions have shifted from trade systems to service ones because banks directly transfer funds to customers to purchase goods. Such tax policy has dealt with the so-called double taxation issue of Islamic banks but sacrificed the compliance of sharia principles. This paper seeks to solve this dilemma by proposing a revision of tax regulations for murābaḥah transactions using philosophical, juridical, and sociological legal approaches. The delivery of goods from suppliers to banks and from banks to customers is included in non-taxable goods transactions for Islamic banks. With this proposal, Islamic banks are expected to be exempted from value-added tax while complying with sharia principles and competing with conventional banks. AbstrakUU No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan beberapa amandemen berikutnya telah membebaskan bank syariah dari pajak pertambahan nilai (PPN) pada transaksi murabahah. Namun ketentuan ini dianggap menimbulkan isu syariah karena barang diserahkan langsung dari pemasok ke nasabah, sedangkan Fatwa DSN-MUI tentang akad murabahah mengatur bahwa bank harus membeli dan memiliki barang terlebih dahulu dari pemasok sebelum menjualnya kembali kepada nasabah. Dengan ketentuan pajak ini, transaksi murabahah telah bergeser dari sistem jual beli menjadi sistem jasa karena bank dianggap tidak melakukan pembelian barang melainkan mentransfer dana pembelian barang kepada nasabah. Ketentuan pajak ini telah meringankan beban pajak pertambahan nilai bank syariah namun mengorbankan pemenuhan prinsip syariah. Kajian ini berupaya mencari solusi dilema ini dengan usulan revisi regulasi perpajakan untuk transaksi murabahah dengan pendekatan analisa legal filosofis, normatif, dan sosiologis. Penyerahan barang dari pemasok kepada bank dan dari bank kepada nasabah dimasukkan dalam transaksi barang tidak kena pajak. Dengan usulan ini diharapkan bank syariah tetap terhindar dari pajak ganda, namun tetap memenuhi prinsip syariah serta berdaya saing dengan bank konvensional.","PeriodicalId":32685,"journal":{"name":"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah","volume":"2 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/ajis.v22i1.22833","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"Q1","JCRName":"Arts and Humanities","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Law number 42/2009 on Value Added Tax and some subsequent amendments have exempted Islamic banks from the value-added tax on their murābaḥah transactions. This provision raises the sharia issue because the goods are delivered directly from the supplier to the customer. At the same time, the DSN-MUI Fatwa regarding the murābaḥah contract sets that banks must first buy and own the goods from the suppliers before selling them back to the customers. With this tax provision, murābaḥah transactions have shifted from trade systems to service ones because banks directly transfer funds to customers to purchase goods. Such tax policy has dealt with the so-called double taxation issue of Islamic banks but sacrificed the compliance of sharia principles. This paper seeks to solve this dilemma by proposing a revision of tax regulations for murābaḥah transactions using philosophical, juridical, and sociological legal approaches. The delivery of goods from suppliers to banks and from banks to customers is included in non-taxable goods transactions for Islamic banks. With this proposal, Islamic banks are expected to be exempted from value-added tax while complying with sharia principles and competing with conventional banks. AbstrakUU No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan beberapa amandemen berikutnya telah membebaskan bank syariah dari pajak pertambahan nilai (PPN) pada transaksi murabahah. Namun ketentuan ini dianggap menimbulkan isu syariah karena barang diserahkan langsung dari pemasok ke nasabah, sedangkan Fatwa DSN-MUI tentang akad murabahah mengatur bahwa bank harus membeli dan memiliki barang terlebih dahulu dari pemasok sebelum menjualnya kembali kepada nasabah. Dengan ketentuan pajak ini, transaksi murabahah telah bergeser dari sistem jual beli menjadi sistem jasa karena bank dianggap tidak melakukan pembelian barang melainkan mentransfer dana pembelian barang kepada nasabah. Ketentuan pajak ini telah meringankan beban pajak pertambahan nilai bank syariah namun mengorbankan pemenuhan prinsip syariah. Kajian ini berupaya mencari solusi dilema ini dengan usulan revisi regulasi perpajakan untuk transaksi murabahah dengan pendekatan analisa legal filosofis, normatif, dan sosiologis. Penyerahan barang dari pemasok kepada bank dan dari bank kepada nasabah dimasukkan dalam transaksi barang tidak kena pajak. Dengan usulan ini diharapkan bank syariah tetap terhindar dari pajak ganda, namun tetap memenuhi prinsip syariah serta berdaya saing dengan bank konvensional.
关于增值税的第42/2009号法律和随后的一些修正案免除了伊斯兰银行murābaḥah交易的增值税。这一规定引起了伊斯兰教问题,因为货物是直接从供应商交付给客户的。同时,关于murābaḥah合同的DSN-MUI Fatwa规定,银行必须首先从供应商那里购买并拥有货物,然后再将其出售给客户。有了这一税收规定,murābaḥah交易将从贸易系统转向服务系统,因为银行直接将资金转移给客户购买商品。这种税收政策解决了伊斯兰银行所谓的双重征税问题,但牺牲了遵守伊斯兰教法原则。本文试图通过使用哲学、司法和社会学的法律方法,提出对murābaḥah交易的税收法规的修订,来解决这一困境。从供应商到银行和从银行到客户的货物运输包括在伊斯兰银行的非应税货物交易中。因此,预计伊斯兰银行将在遵守伊斯兰教法原则的同时,与传统银行展开竞争,免除增值税。[摘要][第42/2009号]tentang Pajak Pertambahan Nilai dan beberapa amandemen berikutnya telah]成员,baskan bank,巴基斯坦银行,巴基斯坦,Pertambahan Nilai (PPN)。Namun ketentuan ini dianggap menimbulkan isu syariah karena barang diserahkan langsung dari pemasok ke nasabah, sedangkan Fatwa dn - mui tentanad murabahh mengatur bahwa bank harus member, dan memiliki barang terlebih dahulu dari pemasok sebelum menjualya kembali kepaada nasabah。denan ketentuan pajak ini, transaksi murabahah telah bergeser dari系统jual beli menjadi系统jasa karena银行dianggap tidak melakukan pembelian barang melainkan mentransfer dana pembelian barang kepaada nasabah。Ketentuan pajak ini telah meringankan beban pajak pertambahan nilai bank ysariah namun mengorbankan pemenuhan prinsip ysariah。在法律、法律、规范和生理学的分析中,对法律、法律、社会和社会问题进行了研究。Penyerahan barang dari pemasok kepada bank dandari bank kepada nasabah dimasukkan dalam transaksi barang tidak kena pajak。登甘银行是一家伊斯兰教银行,是一家伊斯兰教银行,是一家储蓄银行。