{"title":"Pencegahan Korupsi Melalui Pencabutan Hak Politik Sebuah Telaah dari Perspektif Pembaruan Hukum Pidana Indonesia","authors":"Yaris Adhial Fajrin, Ach. Faisol Triwijaya","doi":"10.15294/pandecta.v15i1.18744","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tindak pidana korupsi banyak terjadi akibat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik, diantaranya kepala daerah Upaya pemberantasan korupsi banyak dilakukan dengan preventif dan represif. Salah satu upaya preventif yang dilakukan adalah dengan memberikan larangan mantan terpidana mencalonkan diri dalam kontes pemilihan umum yang tujuannya untuk mencari pemimpin yang berkualitas. Namun pasca putusan MK Nomor 71/PUU-XIV/2016 mennggambarkan penurunan atau pelemahan pencegahan korupsi di Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk menemkan dasar akademis pentingnya pencegahan korupsi melalui pembatasan sesorang mencalonkan diri dalam jabatan publik. Diperoleh kesimpulan dari penelitian ini yaitu Putusan MK tersebut membuka peluang bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri. Sehingga sanksi pencabutan hak politik bagi terpidana korupsi yang menjalani sanksi penjara di bawah lima tahun perlu diprioritaskan untuk dijatuhkan. Sinergitas antara dua mekanisme tersebut, diperlukan guna mewujudkan cita-cita pemerintahan yang baik dan bersih, yang berkeadilan sosial. Corruption crimes occurred due to the misuse of power carried out by public officials, among them the regional head of anti-corruption efforts are carried out with preventive and repressive. One of the preventive efforts undertaken is to provide a former criminal ban to run for a general election contest whose goal is to find a qualified leader. However, after the decision of MK No. 71/PUU-XIV/2016, he described the decline or weakening of corruption prevention in Indonesia. This writing aims to accompany the academic basis of the importance of the prevention of corruption through the restriction of a person running in public office. Derived by the conclusion of this research, the COURT award opens an opportunity for former convicted corruption to run. Thus, the sanction of political Rights for criminal corruption under five years of imprisonment must be prioritized to be dropped. Synergity between the two mechanisms, necessary to realize the ideals of good and clean government, the social justice.","PeriodicalId":30516,"journal":{"name":"Pandecta Research Law Journal","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-06-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Pandecta Research Law Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15294/pandecta.v15i1.18744","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Tindak pidana korupsi banyak terjadi akibat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik, diantaranya kepala daerah Upaya pemberantasan korupsi banyak dilakukan dengan preventif dan represif. Salah satu upaya preventif yang dilakukan adalah dengan memberikan larangan mantan terpidana mencalonkan diri dalam kontes pemilihan umum yang tujuannya untuk mencari pemimpin yang berkualitas. Namun pasca putusan MK Nomor 71/PUU-XIV/2016 mennggambarkan penurunan atau pelemahan pencegahan korupsi di Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk menemkan dasar akademis pentingnya pencegahan korupsi melalui pembatasan sesorang mencalonkan diri dalam jabatan publik. Diperoleh kesimpulan dari penelitian ini yaitu Putusan MK tersebut membuka peluang bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri. Sehingga sanksi pencabutan hak politik bagi terpidana korupsi yang menjalani sanksi penjara di bawah lima tahun perlu diprioritaskan untuk dijatuhkan. Sinergitas antara dua mekanisme tersebut, diperlukan guna mewujudkan cita-cita pemerintahan yang baik dan bersih, yang berkeadilan sosial. Corruption crimes occurred due to the misuse of power carried out by public officials, among them the regional head of anti-corruption efforts are carried out with preventive and repressive. One of the preventive efforts undertaken is to provide a former criminal ban to run for a general election contest whose goal is to find a qualified leader. However, after the decision of MK No. 71/PUU-XIV/2016, he described the decline or weakening of corruption prevention in Indonesia. This writing aims to accompany the academic basis of the importance of the prevention of corruption through the restriction of a person running in public office. Derived by the conclusion of this research, the COURT award opens an opportunity for former convicted corruption to run. Thus, the sanction of political Rights for criminal corruption under five years of imprisonment must be prioritized to be dropped. Synergity between the two mechanisms, necessary to realize the ideals of good and clean government, the social justice.