{"title":"PENGATURAN KEWENANGAN PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DAN IMPLIKASINYA PASCA PEMBUBARAN TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI","authors":"Andy Omara","doi":"10.22146/jmh.40955","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstractThis study aims to answer a question i.e. what are the implications on authority to determine geographical names after the dismissal of National Team on Standardization of Geographical Names. This study uses doctrinal approach. It analyses the relevant legislation to understand the authority of the BIG and the MOHA in determining geographical names. It concludes that there are two regulations which determine the authority to standardize geographical names which implicate the overlapping authorities between the BIG and the MOHA. The authority of the MOHA is originally from Law 32/2004. While the BIG obtains its power from Presidential Regulation 116/2016. This study suggests that it’s necessary to enact a Governmental Regulation to sincronize these two regulations to minimize overlapping authorities between these two institutions. IntisariPenelitian ini bertujuan untuk menjawab pertayaan bagaimana implikasi kewenangan pembakuan nama rupabumi pasca dibubarkanya tim nasional pembakuan nama rupabumi. Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan, terkait kewenangan Kemendagri dan BIG untuk melakukan pembakuan nama rupabumi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua regulasi yang menentukan kewenangan untuk melakukan standarisasi nama rupabumi antara Kemendagri dan BIG. Otoritas Kemendagri berasal dari UU 32/2004 sedangkan BIG memperoleh kewenangan dari Perpres 116/2016. Studi ini menyarankan perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah untuk menyelaraskan kedua peraturan pelaksanaan tersebut sehingga kewenangan tersebut dapat diselaraskan.","PeriodicalId":30794,"journal":{"name":"Mimbar Hukum","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-06-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Mimbar Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22146/jmh.40955","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
AbstractThis study aims to answer a question i.e. what are the implications on authority to determine geographical names after the dismissal of National Team on Standardization of Geographical Names. This study uses doctrinal approach. It analyses the relevant legislation to understand the authority of the BIG and the MOHA in determining geographical names. It concludes that there are two regulations which determine the authority to standardize geographical names which implicate the overlapping authorities between the BIG and the MOHA. The authority of the MOHA is originally from Law 32/2004. While the BIG obtains its power from Presidential Regulation 116/2016. This study suggests that it’s necessary to enact a Governmental Regulation to sincronize these two regulations to minimize overlapping authorities between these two institutions. IntisariPenelitian ini bertujuan untuk menjawab pertayaan bagaimana implikasi kewenangan pembakuan nama rupabumi pasca dibubarkanya tim nasional pembakuan nama rupabumi. Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan, terkait kewenangan Kemendagri dan BIG untuk melakukan pembakuan nama rupabumi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua regulasi yang menentukan kewenangan untuk melakukan standarisasi nama rupabumi antara Kemendagri dan BIG. Otoritas Kemendagri berasal dari UU 32/2004 sedangkan BIG memperoleh kewenangan dari Perpres 116/2016. Studi ini menyarankan perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah untuk menyelaraskan kedua peraturan pelaksanaan tersebut sehingga kewenangan tersebut dapat diselaraskan.
摘要本研究旨在回答国家地名标准化小组解散后对地名确定权力的影响。本研究采用理论方法。通过对相关立法的分析,了解国家地理信息局和内政部在地理名称确定方面的权威。分析认为,地理名称标准化的权限有两条规定,这意味着国土厅和国土部之间的权限重叠。MOHA的权力最初来自第32/2004号法律。而BIG从总统条例116/2016中获得权力。本研究建议有必要制定一项政府法规,将这两项法规合二为一,以减少这两个机构之间的权力重叠。IntisariPenelitian ini bertujuan untuk menjawab pertayaan bagaimana implikasi kewenangan pembakuan nama rupabumi pasca dibubarkanya tim国家pembakuan nama rupabumi。Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan menganalis berbagai peraturan perundang undangan yang relevan, terkait kewenangan Kemendagri dan BIG untuk melakakan penbakuan nama rupabumi。Penelitian ini menypulpulkan bahwa terdapat dua regulasi yang menentukan kewenangan untuk melakukan standarisasnama rupabumi antara Kemendagri dan BIG。Otoritas Kemendagri berasal dari UU 32/2004 sedangkan BIG memperoleh kewenangan dari Perpres 116/2016。我的研究是:menyarankan perlu ditetapkan Peraturan peremerintah untuk menyelaraskan kedua Peraturan pelaksanaan and terseinga kewenangan terseat diselaraskan。