{"title":"Toleransi Beragama Dalam Praktik Sosial: Studi Kasus Hubungan Mayoritas Dan Minoritas Agama Di Kabupaten Buleleng","authors":"Cahyo Pamungkas","doi":"10.21274/EPIS.2014.9.2.285-316","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Selama ini Indonesia dilaporkan oleh pusat penelitian keagamaan maupun organisasi perlindungan hak asasi manusia sebagai negara yang masih belum menjamin perlindungan hak-hak asasi manusia terutama dalam kebebasan beragama. Fenomena yang sering disoroti adalah masalah penutupan gereja yang dilakukan oleh komunitas Muslim Sunni. Paper ini mencoba untuk mendeskripsikan hubungan Mayoritas Hindu dan komunitas agama minoritas di Kabupaten Buleleng terkait dengan pendirian tempat ibadah. Temuan lapangan menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, kelompok minortas Islam dan Kristen mengalami kesulitan ketika ingin mendirikan tempat ibadah meskipun persyaratan administrasi telah dipenuhi. Hal tersebut disebabkan karena Pemerintah Daerah menetapkan sejumlah kebijakan untuk melindungi identitas dan tradisi Hindu yang merupakan identitas utama orang Bali. Indonesia is frequently reported research centers of religious and International human rights organizations as a country that less in the protection of human rights, especially religious freedom. The phenomenon that is often highlighted is church closings by Sunni Moslem community in several areas such as Bogor, Bekasi and Aceh. This paper is addressed to describe the relationship of Hindu majority and minority religious communities in Buleleng associated with the establishment of places of worship. Field findings indicate that Moslems and Christians in Buleleng find difficulties when they want to establish a place of worship although several administrative requirements have been fullfilled. This is due to local government set a number of policies to protect the identity and traditions of Hinduism which the primary identity of the Balinese.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"9 1","pages":"285-316"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2014-12-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"14","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2014.9.2.285-316","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 14
Abstract
Selama ini Indonesia dilaporkan oleh pusat penelitian keagamaan maupun organisasi perlindungan hak asasi manusia sebagai negara yang masih belum menjamin perlindungan hak-hak asasi manusia terutama dalam kebebasan beragama. Fenomena yang sering disoroti adalah masalah penutupan gereja yang dilakukan oleh komunitas Muslim Sunni. Paper ini mencoba untuk mendeskripsikan hubungan Mayoritas Hindu dan komunitas agama minoritas di Kabupaten Buleleng terkait dengan pendirian tempat ibadah. Temuan lapangan menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, kelompok minortas Islam dan Kristen mengalami kesulitan ketika ingin mendirikan tempat ibadah meskipun persyaratan administrasi telah dipenuhi. Hal tersebut disebabkan karena Pemerintah Daerah menetapkan sejumlah kebijakan untuk melindungi identitas dan tradisi Hindu yang merupakan identitas utama orang Bali. Indonesia is frequently reported research centers of religious and International human rights organizations as a country that less in the protection of human rights, especially religious freedom. The phenomenon that is often highlighted is church closings by Sunni Moslem community in several areas such as Bogor, Bekasi and Aceh. This paper is addressed to describe the relationship of Hindu majority and minority religious communities in Buleleng associated with the establishment of places of worship. Field findings indicate that Moslems and Christians in Buleleng find difficulties when they want to establish a place of worship although several administrative requirements have been fullfilled. This is due to local government set a number of policies to protect the identity and traditions of Hinduism which the primary identity of the Balinese.
宗教研究中心(religion research center)和人权保护组织(human rights organization)一直在报道印尼,该组织目前仍未保障基本人权,主要是宗教自由。经常出现的现象是逊尼派穆斯林社区关闭教堂的问题。这篇论文试图描述布勒冷地区占多数的印度教徒和少数宗教团体与建立礼拜场所的关系。现场调查结果表明,在许多情况下,伊斯兰和基督教少数派不顾行政要求,很难建立礼拜场所。这是因为当地政府制定了一些政策来保护巴厘岛人的主要身份和印度教传统。印度尼西亚通常报告说,美国国家对宗教和国际人权组织的研究中心缺乏对人权的保护,特别是宗教自由。在像茂物、贝卡西、亚齐这样的塞尼穆斯林社区,经过十次洗礼的现象正在消失。这篇论文描述了围绕崇拜地点的建立关系的印度教少校和宗教少数派关系。战场上的结果表明,在布勒伦的穆斯林和基督徒看来,当他们想要建立一个充满保留的地方时,发现很难。这就规定了当地政府设立了许多政策来保护印度教的身份和传统,这是巴林人的主要身份。