Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia Perspektif Maqashid: Otoritas atau Otoritarianisme

Siti Muazaroh
{"title":"Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia Perspektif Maqashid: Otoritas atau Otoritarianisme","authors":"Siti Muazaroh","doi":"10.21154/JUSTICIA.V16I1.1622","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"One thing that cannot be denied is because HTI has been officially dissolved, their ideological doctrine cannot just stop. Departing from the theory of Khaled Abu Fadl, this paper tries to examine more in line with why HTI was dissolved. The main focus is on the emergence of the dissolution decision, is government authority or unilateral decision needed? To answer , the author uses maqashid's analysis as a way to understand what the government wants to agree on regarding the dissolution. Based on observations and studies of data in literary studies, it was concluded that the dissolution was carried out not with the help of the NKRI but also regarding the security of the mission. Based on this argument, the dissolution of HTI is the government as the authority holder, not authoritarianism caused by the DPR (legislative body), the MA (judiciary), and several religious leaders Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun HTI telah resmi dibubarkan, doktrin ideologi mereka tidak mungkin berhenti begitu saja. Berangkat dari teori Khaled Abu Fadl, tulisan ini berusaha menelaah lebih dalam mengapa HTI dibubarkan. Fokus utama diarahkan pada kemunculan keputusan pembubaran tersebut, apakah sebagai bentuk otoritas pemerintah atau keputusan sepihak (otoritarianisme)? Untuk menjawab hal ini, penulis menggunakan analisis maqashid sebagai cara untuk memahami apa yang ingin dicapai oleh pemerintah terkait pembubaran itu. Berdasarkan pengamatan dan kajian data dalam literarur research, Disimpulkan bahwa pembubaran dilakukan tidak semata dalam upaya menjaga NKRI tetapi juga menjaga stabilitas visi misi dan kinerja pemerintahan. Berdasarkan argumen ini, maka pembubaran HTI adalah sikap pemerintah selaku pemangku otoritas, bukan otoritarianisme sebab diikuti oleh DPR (lembaga legislatif), MA (lembaga yudikatif), dan  beberapa tokoh agama.","PeriodicalId":31294,"journal":{"name":"Justicia Islamica","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-06-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Justicia Islamica","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21154/JUSTICIA.V16I1.1622","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

One thing that cannot be denied is because HTI has been officially dissolved, their ideological doctrine cannot just stop. Departing from the theory of Khaled Abu Fadl, this paper tries to examine more in line with why HTI was dissolved. The main focus is on the emergence of the dissolution decision, is government authority or unilateral decision needed? To answer , the author uses maqashid's analysis as a way to understand what the government wants to agree on regarding the dissolution. Based on observations and studies of data in literary studies, it was concluded that the dissolution was carried out not with the help of the NKRI but also regarding the security of the mission. Based on this argument, the dissolution of HTI is the government as the authority holder, not authoritarianism caused by the DPR (legislative body), the MA (judiciary), and several religious leaders Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun HTI telah resmi dibubarkan, doktrin ideologi mereka tidak mungkin berhenti begitu saja. Berangkat dari teori Khaled Abu Fadl, tulisan ini berusaha menelaah lebih dalam mengapa HTI dibubarkan. Fokus utama diarahkan pada kemunculan keputusan pembubaran tersebut, apakah sebagai bentuk otoritas pemerintah atau keputusan sepihak (otoritarianisme)? Untuk menjawab hal ini, penulis menggunakan analisis maqashid sebagai cara untuk memahami apa yang ingin dicapai oleh pemerintah terkait pembubaran itu. Berdasarkan pengamatan dan kajian data dalam literarur research, Disimpulkan bahwa pembubaran dilakukan tidak semata dalam upaya menjaga NKRI tetapi juga menjaga stabilitas visi misi dan kinerja pemerintahan. Berdasarkan argumen ini, maka pembubaran HTI adalah sikap pemerintah selaku pemangku otoritas, bukan otoritarianisme sebab diikuti oleh DPR (lembaga legislatif), MA (lembaga yudikatif), dan  beberapa tokoh agama.
伊斯兰解放法的终结印尼视角Maqashid:权威或威权主义
有一件事不能否认,因为HTI已经被正式解散,他们的意识形态学说不能停止。本文从哈立德·阿布·法德尔的理论出发,试图更符合HTI解散的原因。主要关注的是解散决定的出现,是需要政府授权还是单方面决定?为了回答这个问题,作者使用了maqashid的分析来理解政府希望就解散达成什么协议。根据对文献研究数据的观察和研究,得出的结论是,解散不是在NKRI的帮助下进行的,也是为了特派团的安全。基于这一论点,HTI的解散是政府作为权力持有者,而不是由DPR(立法机构)、MA(司法机构)和几位宗教领袖引起的威权主义。一件不能指望的事情是,即使HTI已被正式禁止,他们的意识形态医生也可能不会停止。基于哈立德·阿布·法德尔的理论,本文试图更深入地猜测HTI被禁止的原因。主要的焦点是针对扩张决策的出现,无论是以政府权威的形式还是以单方面决策的形式(威权主义)?为了回答这个问题,作者使用maqashid分析来理解政府想要在革命中实现什么。根据对研究文献中数据的观察和研究,得出的结论是,扩张并不是为了维持NKRI,而是为了维持任务愿景和政府绩效的稳定性。基于这一论点,HTI禁令是威权领导人以外的政府的态度,而不是威权主义,因为紧随其后的是DPR(立法当局)、MA(司法当局)和一些宗教人士。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 求助全文
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
10
审稿时长
3 weeks
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信