{"title":"Actor-Network and Translation in Engineering Laboratory: A Case Study of Universitas Indonesia Civil Engineering Testing Laboratory","authors":"Fazar Ramdhana Sargani","doi":"10.7454/MJS.V24I2.10734","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penggunaan Teori Aktor-Jaringan (TAJ) di Indonesia telah diterapkan di berbagai bidang, seperti kajian kredit mikro, budi daya terumbu karang, kontestasi energi terbarukan, dan relasi sipil-militer. Namun, di Indonesia TAJ masih sangat jarang digunakan untuk meneliti laboratorium sebagai perkumpulan (assemblage) yang berjalan, kendati peranannya yang penting dalam memproduksi pengetahuan teknis. Guna mengisi kekosongan tersebut, artikel ini bertujuan untuk menggambarkan penerapan TAJ pada kerja laboratorium, khusus di Laboratorium Struktur dan Material serta Laboratorium Uji Teknik Sipil Universitas Indonesia menggunakan konsep proses translasi. Artikel ini menemukan bahwa laboratorium tersusun bukan hanya oleh aktor manusia, seperti ahli-ahli yang otoritatif, tetapi juga aktor non-manusia–contoh: gedung dan peralatan atau mesin. Seiring performanya, laboratorium membentuk asosiasi, yang tidak hanya menbangun tetapi juga memutus atau memilih relasi sesuai dengan kebutuhan jaringan tanpa harus seluruh aktor menyadari akan proses tersebut. Hal ini mengindikasikan keterbatasan ANT dalam mendeteksi ihwal-ihwal di luar tindakan dalam pembentukan jaringan. Pendekatan metode kualitatif diterapkan mengingat itulah yang paling tepat untuk dapat menerapkan prinsip pelacakan aktor dalam TAJ. Actor-Network Theory (ANT) has been implemented to study various topics in Indonesian contexts such as microcredit, coral reef, contestation within the sustainable energy project, and civil-military relations. However, ANT is seldom used to examine laboratories as working assemblages in Indonesia, despite its crucial role in producing technological knowledge. In order to fill that research gap, this article intends to illustrate ANT implementation in studying the work of a laboratory, specifically at the Materials and Structure Lab and Civil Engineering Testing Lab of Universitas Indonesia using the concept or process of translation. This study found that a laboratory consists not only of human actors, such as authoritative experts, but alsoof non-human actors—e.g. buildings and equipment or machines. During its performance, the laboratory establishes an association, which is not only by creating, but also cutting off or choosing relations in accordance with the needs of the network, without all the actors being fully aware of it. This shows ANT’s limit in investigating elements outside the actions of actors in creating a network. The qualitative methodological approach is utilized with the consideration of better meeting the principles of ANT in following or tracing actors.","PeriodicalId":31129,"journal":{"name":"Masyarakat Jurnal Sosiologi","volume":"1 1","pages":"187-209"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Masyarakat Jurnal Sosiologi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.7454/MJS.V24I2.10734","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Penggunaan Teori Aktor-Jaringan (TAJ) di Indonesia telah diterapkan di berbagai bidang, seperti kajian kredit mikro, budi daya terumbu karang, kontestasi energi terbarukan, dan relasi sipil-militer. Namun, di Indonesia TAJ masih sangat jarang digunakan untuk meneliti laboratorium sebagai perkumpulan (assemblage) yang berjalan, kendati peranannya yang penting dalam memproduksi pengetahuan teknis. Guna mengisi kekosongan tersebut, artikel ini bertujuan untuk menggambarkan penerapan TAJ pada kerja laboratorium, khusus di Laboratorium Struktur dan Material serta Laboratorium Uji Teknik Sipil Universitas Indonesia menggunakan konsep proses translasi. Artikel ini menemukan bahwa laboratorium tersusun bukan hanya oleh aktor manusia, seperti ahli-ahli yang otoritatif, tetapi juga aktor non-manusia–contoh: gedung dan peralatan atau mesin. Seiring performanya, laboratorium membentuk asosiasi, yang tidak hanya menbangun tetapi juga memutus atau memilih relasi sesuai dengan kebutuhan jaringan tanpa harus seluruh aktor menyadari akan proses tersebut. Hal ini mengindikasikan keterbatasan ANT dalam mendeteksi ihwal-ihwal di luar tindakan dalam pembentukan jaringan. Pendekatan metode kualitatif diterapkan mengingat itulah yang paling tepat untuk dapat menerapkan prinsip pelacakan aktor dalam TAJ. Actor-Network Theory (ANT) has been implemented to study various topics in Indonesian contexts such as microcredit, coral reef, contestation within the sustainable energy project, and civil-military relations. However, ANT is seldom used to examine laboratories as working assemblages in Indonesia, despite its crucial role in producing technological knowledge. In order to fill that research gap, this article intends to illustrate ANT implementation in studying the work of a laboratory, specifically at the Materials and Structure Lab and Civil Engineering Testing Lab of Universitas Indonesia using the concept or process of translation. This study found that a laboratory consists not only of human actors, such as authoritative experts, but alsoof non-human actors—e.g. buildings and equipment or machines. During its performance, the laboratory establishes an association, which is not only by creating, but also cutting off or choosing relations in accordance with the needs of the network, without all the actors being fully aware of it. This shows ANT’s limit in investigating elements outside the actions of actors in creating a network. The qualitative methodological approach is utilized with the consideration of better meeting the principles of ANT in following or tracing actors.