{"title":"Populisme Islam di Indonesia: Studi Kasus Aksi Bela Islam oleh GNPF-MUI Tahun 2016-2017","authors":"R. Kusumo, Hurriyah Hurriyah","doi":"10.7454/JP.V4I1.172","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Populisme bukanlah fenomena baru di Indonesia. Gerakan perlawanan populisme dalam sejarah Indonesia muncul dalam berbagai bentuk, sejak masa Orde Lama hingga pasca-Orde Baru. Pada masa Orde Lama, muncul gagasan Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme) yang digagas oleh Soekarno sebagai upaya melawan kolonialisme. Di akhir masa Orde Baru, muncul gerakan perlawanan mahasiswa yang menentang kekuasaan rezim otoritarianisme, dan bahkan berhasil menjatuhkan pemerintahan Soeharto. Pasca-Orde Baru, populisme hadir dalam bentuk munculnya figur-figur yang dianggap populis dan juga kebijakan-kebijakan populernya. Pada tahun 2016-2017, fenomena yang terkait dengan populisme juga terjadi, namun kali ini dalam bentuk aksi massa yang terkait isu keagamaan, yaitu Aksi Bela Islam (ABI) yang dimotori oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis UIama Indonesia (GNPF-MUI). Rangkaian Aksi Bela Islam ini melibatkan banyak elemen untuk menuntut keadilan hukum bagi Ahok yang dinilai telah menistakan Alquran. Beberapa argumen menjelaskan bahwa fenomena Aksi Bela Islam merupakan kompetisi antarelite oligarki, atau bagian dari Islamisasi yang lebih luas, seperti mengubah konstitusi menjadi hukum Islam atau sekadar bagian dari upaya merusak proses kampanye dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Mengacu pada argumentasi Vedi Hadiz terkait populisme Islam, Aksi Bela Islam yang menggunakan simbol Islam sebagai pemersatu dan landasan mobilisasi diyakini akan mengarah kepada terbentuknya populisme Islam di Indonesia. Namun, studi ini menunjukkan bahwa walaupun Aksi Bela Islam memperlihatkan adanya unsur-unsur populisme Islam, seperti aliansi multikelas dan narasi satu ummah, namun gerakan Aksi Bela Islam ini lebih merupakan populisme Islam semu (pseudo Islamic populism), daripada populisme Islam baru yang diargumentasikan oleh Hadiz. Studi ini menemukan bahwa hanya sebagian saja unsur yang dipenuhi. Aliansi dari mereka yang terhimpun tidak bertahan lama, serta pemaknaan terhadap ummah beragam di antara peserta Aksi Bela Islam sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan tertentu dalam membangun konsep populisme Islam telah membuat konsep tersebut kurang mampu menangkap fenomena populisme di dalam konteks masyarakat Muslim.","PeriodicalId":32549,"journal":{"name":"Jurnal Politik","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"14","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Politik","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.7454/JP.V4I1.172","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 14
Abstract
Populisme bukanlah fenomena baru di Indonesia. Gerakan perlawanan populisme dalam sejarah Indonesia muncul dalam berbagai bentuk, sejak masa Orde Lama hingga pasca-Orde Baru. Pada masa Orde Lama, muncul gagasan Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme) yang digagas oleh Soekarno sebagai upaya melawan kolonialisme. Di akhir masa Orde Baru, muncul gerakan perlawanan mahasiswa yang menentang kekuasaan rezim otoritarianisme, dan bahkan berhasil menjatuhkan pemerintahan Soeharto. Pasca-Orde Baru, populisme hadir dalam bentuk munculnya figur-figur yang dianggap populis dan juga kebijakan-kebijakan populernya. Pada tahun 2016-2017, fenomena yang terkait dengan populisme juga terjadi, namun kali ini dalam bentuk aksi massa yang terkait isu keagamaan, yaitu Aksi Bela Islam (ABI) yang dimotori oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis UIama Indonesia (GNPF-MUI). Rangkaian Aksi Bela Islam ini melibatkan banyak elemen untuk menuntut keadilan hukum bagi Ahok yang dinilai telah menistakan Alquran. Beberapa argumen menjelaskan bahwa fenomena Aksi Bela Islam merupakan kompetisi antarelite oligarki, atau bagian dari Islamisasi yang lebih luas, seperti mengubah konstitusi menjadi hukum Islam atau sekadar bagian dari upaya merusak proses kampanye dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Mengacu pada argumentasi Vedi Hadiz terkait populisme Islam, Aksi Bela Islam yang menggunakan simbol Islam sebagai pemersatu dan landasan mobilisasi diyakini akan mengarah kepada terbentuknya populisme Islam di Indonesia. Namun, studi ini menunjukkan bahwa walaupun Aksi Bela Islam memperlihatkan adanya unsur-unsur populisme Islam, seperti aliansi multikelas dan narasi satu ummah, namun gerakan Aksi Bela Islam ini lebih merupakan populisme Islam semu (pseudo Islamic populism), daripada populisme Islam baru yang diargumentasikan oleh Hadiz. Studi ini menemukan bahwa hanya sebagian saja unsur yang dipenuhi. Aliansi dari mereka yang terhimpun tidak bertahan lama, serta pemaknaan terhadap ummah beragam di antara peserta Aksi Bela Islam sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan tertentu dalam membangun konsep populisme Islam telah membuat konsep tersebut kurang mampu menangkap fenomena populisme di dalam konteks masyarakat Muslim.